Sumbar Rujukan Sastra Nasional

Bukittinggi, Sumbar - Sumbar pantas berbangga. Dua hari besar sastra dan puisi ditetapkan mengacu tanggal kelahiran dua tokoh sastra asal Minang­kabau; Abdoel Moeis (putra Bukittinggi) dan Chairil Anwar (putra Limapuluh Kota). Wakil Menteri Pendidikan dan Ke­budayaan (Wamendikbud) RI, Wien­du Nuryanti menetapkan tang­gal 3 Juli sebagai Hari Sastra Indonesia. Tanggal 3 Juli dipilih merujuk dari hari lahirnya sastrawan nasional asal Sumbar, Abdoel Moeis.

Penetapan itu dilaksanakan di SMAN 2 Bukittinggi, dalam acara yang dikemas dengan tajuk “Maklumat Hari Sastra Indonesia”, kemarin (25/3). Sebelumnya, saat Deklarasi Hari Puisi Indonesia di Pekanbaru, Riau, 22 November lalu, ditetapkan tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia.

Rida K Liamsi, penyair Riau sekaligus inisiator-konseptor Deklarasi Hari Puisi mengatakan Hari Puisi ini mengacu kela­hiran Chairil Anwar. Chairil Anwar adalah anak satu-satunya dari pasangan Toe­loes dan Saleha, keduanya berasal dari Limapuluh Kota. Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai Bupati Indra­giri, Riau. Ia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.

Penyair Sumbar, Taufiq Is­mail sekaligus anggota Tim Penggagas Maklumat Hari Sas­tra Indonesia menjelaskan, Indonesia memiliki tradisi sastra yang luhur, yang dikembangkan sastrawan terkemuka, seperti Hamzah Fansoeri, Ronggo­warsito, Abdoel Moeis, Marah Rusli dan tokoh lainnya.

Namun, Indonesia belum mempunyai suatu hari yang disebut Hari Sastra Indonesia, untuk mengenang karya dan jasa mereka yang telah ikut me­ngang­kat nama bangsa. “Gene­ra­si muda kita perlu sekali menge­tahui dan membaca karya para sastrawan tersebut, karya sas­trawan masa sekarang, dan masa yang akan datang,” ujar penyair yang terkenal dengan puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia ini.

Pendiri Rumah Puisi di Na­gari Aieangek, Kabupaten Ta­nahdatar ini memaparkan, atas dasar itu para sastrawan mem­bentuk panitia kecil dan meng­gagas acara Maklumat Hari Sastra Indonesia.

“Kami bersepakat me­nentu­kan Hari Sastra Indonesia de­ngan memilih hari kelahiran sastrawan terkemuka Abdoel Moeis, yang lahir tanggal 3 Juli 1883 di Bukittinggi,” papar peraih Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia ini.

“Semula, kami mencari nas­kah sastrawan terkemuka yang diterima Balai Pustaka, namun kami tidak berhasil menemukan tanggal terbitan pertama Balai Pustaka itu. Akhirnya, kami dari panitia kecil menetapkan tanggal lahir Abdoel Moeis, sebagai Hari Sastra Indonesia,” tuturnya.

Kata Taufiq, karya Abdoel Moeis yang monumental adalah Salah Asuhan (1928), Perte­muan Jodoh (1933), Surapati (1950), serta sejumlah novel terjemahan. “Abdoel Moeis yang aktif dalam pergerakan nasional di masa penjajahan, adalah pahlawan kemerdekaan nasio­nal pertama yang dianuge­rah­kan Presiden Soekarno pada 30 Agustus 1959.

Sedangkan SMAN 2 Bukit­tinggi dipilih sebagai tempat pelaksanaan, karena sekolah yang dulu disebut Sekolah Radja atau Kweek School ini merupa­kan tempat bersemainya sastra modern dan lahirnya sastrawan-sastrawan Pujangga Baru.

Sebelum Wamendikbud mem­bacakan penetapan Hari Sastra Indonesia, para sastrawan yang diwakili Puti Reno Raudha Thaib membacakan Maklumat Hari Sastra Indonesia. Beberapa di antara sastrawan yang hadir di antaranya, Rusli Marzuki Saria, Harris Effendi Thahar, D Zawawi Imron, Yusrizal KW, S Metron Madison, serta penyair-penyair muda.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wiendu Nur­yanti mengatakan, Maklumat Hari Sastra ini momen tepat karena saat ini Indonesia tengah mendirikan “rumah budaya” di 8 negara yang dinilai strategis.

“Di 8 “rumah budaya” itu nantinya akan diperkaya dengan berbagai karya sastra yang diter­jemahkan dalam berbagai ba­hasa,” ungkapnya.

Windu juga menjelaskan posisi Indonesia dalam tahun 2015 akan menjadi tuan rumah temu budaya dunia karena Indonesia dinilai sebagai satu negara adidaya di bidang kebudayaan. “Peristiwa itu nantinya akan menjadi kebanggaan kita se­mua,” imbuh Wiendu.

Hadir dalam acara tersebut, Ketua DPD RI Isman Gusman, anggota DPD RI Emma Yohan­na, Gubernur Sumbar Irwan Pra­yitno, Wagub Muslim Kasim, Wali Kota Bukittinggi Ismet Am­zis, sesepuh Sumbar Azwar Anas dan Hasan Basri Durin, serta kepala daerah dan tokoh-tokoh Sumbar lainnya. Hadir juga puluhan sastrawan nasional dari berbagai daerah dan pendiri Ru­mah Puisi Aieangek, Fadli Zon.

Ketua DPD RI, Irman Gus­man mengatakan, penetapan Hari Sastra Indonesia ini harus dijadikan momentum kebang­kitan sastra yang membangun karakter bangsa. “Bila kita mem­pelajari sejarah bangsa besar di dunia termasuk seja­rah bangsa Indonesia, tak perlu diragukan kesusasteraan adalah aspek penting yang menggerakkan banyak perubahan dan kemajuan dalam peradaban,” tegasnya.

Dia yakin kesusasteraan bisa menjadi salah satu pilar penting dalam membangun karakter bangsa, agar generasi muda dapat tumbuh dengan jati diri Indonesia. “Ke depan, kita sangat mengharapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memasukkan sastra sebagai bagian wajib dari kurikulum di sekolah,” papar Irman.

-

Arsip Blog

Recent Posts