PSK DI Grobogan Marak : Himpitan Ekonomi Hanya Sebagai Kedok

Berkembangnya angka prostitusi di Grobogan, Jawa Tengah, ternyata hingga detik ini belum mendapat penanganan serius dari pemerintah. Karena pada komunitas ini sangat rentan dengan berbagai penyakit menular. Berikut laporan wartawan Radar Minggu News dari Grobogan, Jawa Tengah.

Kabupaten Grobogan yang memiliki motto Grobogan Bersemi, ternyata tidak hanya segi pembangunannya yang bersemi. Dunia pemuas nafsu (prostitusi) pun juga semakin berkembang dan kian marak.

Beberapa lokalisasi yang ditempati pekerja seks komersial (PSK) untuk mencari pria hidung belang bertebaran bak jamur dimusim hujan. Dari catatan Radar Minggu, terdapat banyak lokalisasi yang dijadikan tempat transaksi seks, yakni selain lokalisasi Gunung Butak yang berada di Desa Depok, Kec. Toroh, Kab. Grobogan, ternyata juga dijumpai beberapa hotel di kota Purwodadi hingga di jantung kota Purwodadi yang dikenal dengan Istana Kuda tepatnya di tanah milik PJKA/bekas Stasiun Purwodadi.

Lebih mengerikan lagi, saat ini sudah mulai mnyebar ke tingkat kecamatan, seperti Penawangan, Godong, Geyer, Toroh, Purwodadi, Grobogan, Tawangharjo, Wirosari, Ngaringan, Kradenan, Gabus, dan masih banyak lagi.

Bahkan tarifnya pun relatif terjangkau. Dengan hanya bermodalkan Rp 20 ribu hingga 400 ribu, pria hidung belang yang ingin menyalurkan hasrat biologisnya dapat memilih PSK yang dikehendakinya.

Dalam menjalankan praktek, berbagai cara dilakukan untuk menutupi praktek prostitusi, sehingga sepintas tidak terlihat. Untuk mengelabuhinya, mereka biasanya berkedok panti pijat, salon, sinden, biduan lokal dan berbagai motif lainnya. Namun demikian, tidak jarang yang terang-terangan memang membuka prostitusi ini.

Bahkan juga ada yang berkedok pelajar SLTA maupun mahasiswa yang lebih dikenal dengan sebutan ayam kampus pun juga telah dilakukannya. Kondisi ini sangat memprihatinkan, apalagi sudah menyebar di tingkat kecamatan, yang dengan mudahnya anak yang belum dewasa sudah dapat melihat wanita yang berpakaian mini. Jika ini tidak segera ditindak, dikhawatirkan mereka juga akan 'njajan' ke tempat tersebut.

Menurut salah seorang germo (sebutan mami bagi penyedia layanan ini, red) yang minta identitasnya tidak ditulis, ada juga oknum PNS dan guru yang nyambi sebagai PSK. "Jangan heran itu sudah biasa disini. Kalau Anda bersedia bisa mencobanya," ujarnya setengah berpromosi.

Semua bisa diatur, lanjutnya, ia hanya menyediakan sesuai dengan permintaan sang pria hidung belang. Mereka melakukan itu, dikarenakan tuntutan ekonomi yang semakin terhimpit. Ironis memang, ditengah gencarnya pembanguan fisik di beberapa daerah, tidak diimbangi dengan pembangunan rohani dan kesejahteraan warganya.

Itulah sebagian besar alasan mereka yang menerjuni dunia hitam tersebut. "Sebagian besar karena tuntutan ekonomi, apalagi saat ini mencari kerja sulit kebutuhan hidup terus meningkat," tuturnya lagi.

Jalan pintas pun dilakukan dengan 'menjual' diri sebagai PSK. Dari penelusuran Radar Minggu di sudut-sudut kota di Grobogan, seperti halnya yang ada di seputaran terminal Godong juga bisa ditemukan para PSK, di Ketapang Grobogan kita juga bisa melihat adanya penjaja cinta, di jalan lintas luar yaitu jalan baru Getasrejo mereka buka 24 jam. Dari Getas kita bisa ke arah timur, tepatnya di jalan Blora Km 10 Tawangharjo juga telah didapatkan tempat untuk transaksi seks ini.

Diteruskan lagi ke daerah Wirosari, yaitu diseputaran Pasar Hewan Wirorasi, juga didapatkn adanya PSK yang siap melayani orang yang membutuhkan. Bahkan jangan heran bila di Wirosari ada salah satu desa yang siap memuaskan pria hidung belang, di sini yang lebih dikenal dengan kampung ledek (Sinden, red) tepatnya di Desa Kropak. Dari Wirosari kita lanjutkan menuju Ngaringan yang dikenal dengan Ponpesnya, ternyata juga ada sebuah warung kecil yang juga tempat mangkal para PSK tersebut. Kemudian di Kradenan, disana juga bisa dijumpai warung-warung remang yang menyediakan pelayanan plus-plus, tepatnya di dekat wisata Bleduk Kuwu.

Selanjutnya juga ditemukan di Desa Banjar serta Desa Crewek, dari Kradenan bisa dilanjut ke daerah Gabus. Di tempat ini dapat dijumpai pelayanan pijat plus atau yang dikenal dengan pijat PKK dengan biaya yang lumayan murah sudah bisa mengurangi capek.

Tiap Bulan Terus Meningkat
Seperti apa yang sudah tercatat oleh wartawan Radar Mingu News, ternyata makin hari makin meningkat volume PSK di wilayah Kab Grobogan. Selain disudut kota-kota kecamatan, misalkan kalau di Kecamatan Kota ada diseputaran POM Bensin Nglejok.

Dari pengamatan Radar Minggu, jika malam sudah menjelang, dapat jumpai beberapa tempat yang dijadikan untuk transaksi seks PSK yang berkedok sebagai pelayan warung minuman. Namun kalau para hidung belang membutuhkan pelayanan plus, para wanita yang berdandan menor tersebut tidak akan menolak.

Kalau sudah ada kesepakatan, hotel melati-pun siap digunakan untuk bermesum ria. Mengenai tarif kencan, tidak perlu khawatir, para PSK tersebut biasanya tidak mematok tarif. "Kalau tarif mas, terserah tamu yang datang saja mas, yang penting saya mengutamakan pelayanan terbaik. Kan akhirnya si tamu juga pengertian," ujar salah satu PSK yang mengaku asli dari Demak.

Berbeda dengan para PSK yang ada di prapatan (perempatan, red) Bejo Purwodadi, mereka secara terang-terangan untuk menawarkan jasa pemuas nafsu tersebut. Mereka bahkan tak segan-segan membuka tarif dihadapan para pria hidung belang.

Mereka yang kini ngetren disebut kupu-kupu malam itu, ternyata juga beroperasi pada siang hari. Hal ini bisa kita lihat di tengah teriknya susana matahari, mereka tanpa patah semangat dalam mengejar para pria hidung belang.

Dari catatan Radar Minggu di tiga tempat, pasar hewan yang ada di Kabupaten Grobogan juga telah ditempati para PSK. Sedikitnya 50 wanita menghuni lokasi itu. Mereka (PSK, red) yang rata-rata berasal dari daerah Sragen, dalam aksinya biasanya berkedok sebagai penjual jamu/sebuah minuman suplemen. Sasarannya adalah para pedagang sapi. Namun tak menutup kemungkinan bila ada pria selain pedagang mengajak kencan-pun akan dilayani.

Ciri-cirinya, mereka biasanya berdandan menor dengan pakaian yang sangat ketat serta membawa tas dipundaknya. Jadi, jangan heran kalau Anda pergi ke pasar sapi menjumpai mereka. Dan beberapa pria iseng menggoda dengan tangannya yang jahil.

Menurut salah seorang penjual kopi di pasar hewan Wirosari, lokasi yang dijadikan transaksi dan sekaligus tempat bermesum biasanya dilakukan di atas truk atau disela parkiran truk. "Dan setelah pasaran sudah siang terus dilanjutkan sewa kamar mas," ungkap penjual kopi ini pada Radar Minggu.

Ia juga menjelaskan, jika pasar sedang ramai, penghasilan mereka bisa mencapai Rp 300 ribu. "Pasar sini kan rame mas, makanya cewek-ceweknya juga banyak. Katanya penghasilannya kalau disini bisa mencapai Rp 300 ribu sekali pasaran," jelasnya.

Dari Ledek Hingga Bu Guru
Ada yang menarik melihat fenomena PSK di Grobogan. Ternyata tidak hanya ibu rumah tangga, bahkan guru pun ada yang berprofesi sebagai pemuas hidung belang ini. Berikut catatan yang ditulis wartawan Radar Minggu dari Grobogan, Jawa Tengah.

Kampung yang satu ini terkesan unik, desa yang terletak di sebelah selatan kota kecamatan, tepatnya di Desa Kropak, Kec. Wirosari Km 6 ternyata juga gudang transaksi seks.
Memang, sekilas tampak sepi dan tak satupun kelihatan bahwa desa itu terkesan ada tempat protitusi. Cara mereka praktek pun terhitung sangat rapi, sehingga petugaspun sulit untuk melacaknya. Dari hasil investigasi RM dilokasi itu, ditemukan adanya praktek pelacuran. Bahkan, dari hasil penelusuran RM, di kampung itu tersedia dari tarif puluhan ribu hingga ratusan ribu sekali pakai.

Siapa para PSK tersebut? Sebut saja Mbah Lin, 50 th, pria yang satu ini siap mencarikan PSK sesuai dengan selera para tamu. Bahkan di rumahnya yang terkesan sepi, bila para tamu menghendaki untuk dipanggilkan, hanya dengan menunggu 10 menit, sudah diperoleh pesanannya. Tempat untuk bermesum ria pun tidak perlu jauh-jauh, karena di tempat itu pun telah disediakan.

"Ngersake sinten om? Kersane kulo undangake (mau pilih yang bagaimana om? Nanti saya carikan, red)," sapa germo (panggilan orang yang menyediakan jasa mencarikan PSK) itu. Menurutnya, di kampung itu jika ibu rumah tangga nyambi PSK itu sudah hal biasa. Bahkan ada juga suami yang menawarkan istrinya pada para tamu yang datang.

"Kalau sama yang lain nggak ada, nanti sama ibunya (istrinya, red) juga nggak apa-apa. Biasa santai saja, disini aman-aman kok. Nanti saya tak ke sawah dulu," lanjutnya.

Berbeda dengan Ida (nama samaran), PSK yang satu ini dalam menjalankan profesinya berkedok sebagai penjual pakaian atau barang-barang lainnya untuk dihutangkan pada konsumennya. Bahkan wanita 35 tahun ini juga siap untuk menyiapkan pesanan sesuai selera para pria hidung belang ini. "Tinggal SMS mas, setengah jam juga datang," jelas Ida. salah satu mami yang juga sebagai istri.

Ia yang juga merupakan guru disalah satu SMP ini, tarifnya pun menurutnya tergantung dari ngobrol-ngobrol antara pasangan masing-masing. Ia juga yang bertindak sebagai penyedia ini menyetakan anak buahnya dari penyanyi hingga petani.

Dari Keropak utara, RM menuju Desa Kropak Selatan, tepatnya dekat Warung Kelinci. Ditempat ini, pria hidung belangpun bisa terpuaskan nafsunya. Baik dari tempat, maupun pelayan para PSK. Mami (germo, red) yang satu ini juga menyediakan tempat untuk melampiaskan nafsunya. Ia juga menerangkan secara rinci, biaya sewa kamar Rp 35 ribu dengan fasilitas kamar mandi di dalam plus kipas angin.

Hanya via handphone, wanita yang diinginkan sudah bisa datang. Menurut wanita berusia 50 tahun ini, mengenai tarifnya, karena sebagian besar anak buahnya dari kelompok seni, baik biduan lokal maupun ledek (sinden, red) tarifnya pun sesuai dengan tarif saat mereka manggung. Namun pelayanan dijamin longtime. "Hanya dengan merogoh kocek sekitar Rp 100 ribu hingga Rp 400 ribu, dijamin puas," kata mami setengah berpromosi.

"Untuk tempatnya terserah sampean, mau dibawa ke hotel atau cukup di sini juga nggak apa-apa. Harga sewa kamar cuma Rp 35 ribu saja," jelas Mami.

Menurut Wario, salah seorang pengusaha menyikapi masalah PSK yang semakin banyak jumlahnya di Grobogan menyatakan, bahwa sebenarnya di dunia ini asal tidak malu, tidak ada yang namanya kepepet (terpaksa, red). "Walaupun tidak jadi PSK kan masih bisa dengan bekerja lain? Itu sudah tidak benar lagi kalau hanya alasan ekonomi," tandasnya.

Sementara Kapolsek Wirosari, AKP Sugianto menyatakan pihaknya sudah lama mengadakan pemantauan perkembangan PSK di wilayahnya. "Masalah adanya prostitusi yang ada di Desa Kropak, kami sudah lama mengadakan pemantauan. Namun sampai sekarang masih belum bisa menemukan bukti," paparnya.

Ia juga menyatakan pihaknya juga sudah mengadakan pendekatan pada tokoh-tokoh masyarakat agar bisa terbantu dalam menyelesaikan masalah itu. Pihaknya juga meminta agar siapapun kalau mengetahui saat ada yang bermesum di Desa Kropak agar segera melapor ke Polsek Wirosari.

Itulah cara-cara PSK berpraktek dan berlindung dari endusan aparat. Lalu apa komentar masyarakat umum, aparat dan dinas terkait di Kab. Grobogan? Dan bagaimana respon Pemkab Grobogan tentang menjamurnya PSK Grobogan?

Ternyata, alasan ekonomi bukan hal yang pas untuk dijadikan alasan oleh mereka (PSK, red). Terbukti dari adanya para seniwati yang nyambi, baik itu biduan maupun ledek (sinden). Bahkan dari PSK yang dikatakan kelas bawahanpun mereka tidak pernah lepas dari pegang HP. Apakah ini bisa dikatakan kurang ekonomi?

Untuk itu apa komentar masyarakat dan dinas terkait di Kabupaten Grobogan? Seperti diungkapkan Totok sucipto, 30 th, pria asli Grobogan yang sering mengamati adanya PSK tersebut. "Bahwa mereka kalau hanya beralasan mencari ekonomi tidak masuk akal. Itu hanyalah merupakan pembelaan diri saja. Kenapa mereka juga sering pesta-pesta miras dalam setiap harinya? Apakah itu bukan membuang buang uang? Kalau karena ekonomi kenapa tidak ditabung saja?," tanya Totok.

Andik, 25 th, aktivis Ikatan Mahasiswa Purwodadi Grobogan juga memprihatinkan adanya PSK di Grobogan yang semakin berkembang. Pihaknya yakin bahwa PSK di Grobogan masih bisa ditekan agar tidak pesat berkembang, tentunya tak lepas dari kerja sama antara ulama dan dinas terkait.

"Kami yakin bahwa hal ini bisa diminimalkan walaupun tidak dihilangkan. Karena ini juga merupakan fenomena alam yang berlangsung sejak jaman dulu. Bahkan jaman Nabi pun sudah ada," harapnya.

Sementara Kis Munandar, Ketua Forum Analis Sosial mengatakan, bahwa permasalahan PSK itu perlu adanya penanganan yang serius dari pemerintah daerah dan masyarakat sekitar.

"Karena ini bisa berdampak psikologis dan pertumbuhanm anak anak. Apalagi kita lihat lokasinya saja sudah tidak etis, yaitu di jantung kota juga ada," ungkapnya. Pihaknya juga meminta agar khususnya bidang Sosial Dan Satpol PP segera mengambil langkah yang serius agar masalah ini tidak menjalar ke tempat lain.

Moh. Qomarudin anggota DPRD Grobogan dari Komisi A saat dikonfirmasi tentang hal ini, menyatakan hal itu merupakan PR bagi anggota Dewan. "Selama ini sudah sering dikoordinasikan pada dinas terkait untuk menekan volume maraknya PSK di Grobogan. Namun bagaimana lagi mas? Kenyataanya juga masih ada saja yang praktek?," tandas Qomarudin dari FPPN ini.

Sementara itu saat dikonfirmasikan ke Kasatpol PP Drs. Yudhi Sudarmunanto, pihaknya menilai bahwa salah satu yang menambah maraknya volume PSK ini adalah kecanggihan elektronik juga sangat pengaruh.

"Misalkan dari tayangan-tayangan televisi yang sering menampilkan acara fullgar, adanya HP kamerapun yang begitu banyak juga berpengaruh. Termasuk kebijakan-kebijakan pemerintah pusat tentang bebasnya penayangan TV juga berpengaruh besar. Namun apapun alasanya, kami juga akan segera mengagendakan lagi dalam razia-razia untuk meminimalisirkan adanya PSK di Grobogan," tegasnya.

-

Arsip Blog

Recent Posts