Upacara Perkawinan Suku Sasak

Menurut adat suku sasak ada beberapa cara perkawinan yaitu perondongan (perjodohan), kawin lamar (mepadik lamar) dan selarian (merarik). Yang saya tulis kali ini tentang merarik., merupakan cara perkawinan yang sering dan biasa dilakukan oleh suku sasak karena dianggap cara yang paling terhormat.

Seorang pemuda bila tertarik pada seorang gadis maka pemuda tersebut akan mendatangi rumah si gadis dalam bahasa sasak midang, biasanya kedatangan si pemuda ini tidak langsung bisa bertemu dengan si gadis. Selama midang, mereka harus menjaga sopan santun. Hubungan antara pemuda dan dan gadis ini disebut Beberaya (bepenyayang).

Semakin cantik seorang gadis, maka akan semakin banyak yang datang untuk midang, setiap orang yang datang terlebih dahulu harus pulang lebih dahulu dari pada orang yang datang belakangan. Pada waktu pulang harus minta izin pada semua teman duduknya demikian pula pada saat datang bila datang belakangan harus memberi salam (tabe) pada orang yang telah terlebih dahulu datang. Dan selama bertamu harus menjaga pembicaraan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain, sebab apabila sampai terjadi ada yang tersinggung maka hanya dapat diselesaikan oleh ujung senjata. Tiap datang midang biasanya para pemuda itu membawa oleh-oleh disebut Pereweh. Pereweh ini tidak memiliki daya pikat karena sifatnya hanya sebagai oleh-oleh.

Bila pemuda telah merasa yakin bahwa gadis yang diidamkan juga menaruh hati padanya maka sang pemuda akan memberikan bingkisan berupa uang, pakaian atau perhiasan. Pemberian serupa ini disebut “pengumbuk”. Pengumbuk ini mempunyai daya pikat berbeda dengan pereweh, karena pengumbuk ini dapat diminta kembali apabila ternyata sang gadis menikah dengan orang lain.

Akan tetapi bila si gadis memang benar menyukai pemuda tersebut maka sang pemuda akan berusaha mencari kata sepakat dengan menggunakan kata-kata kiasan untuk mengetahui isi hati sang gadis yang sebenarnya, demikian juga si gadis akan mengunakan kata-kata kiasan untuk mengetahui isi hati si pemuda. Hal demikian disebut “ Nenari” dan bila telah dicapai kata sepakat maka kemudian dipadulah janji diantara keduanya.

Pepaduan janji itu akan dirahasiakan sampai saat untuk selarian (merarik) tiba, yaitu mencuri gadis yang hendak dinikahinya. Dalam pencurian itu terdiri dari orang perempuan yang tujuannya untuk menjaga kehormatan gadis yang dicuri dan laki-laki waktunya malam hari dan dicari bulan baik, serta hari baik, dan si gadis pada saat dicuri harus berada di rumahnya sendiri pantang untuk merarik pada saat si gadis sedang menginap di rumah orang lain sebab bila terjadi demikian dianggap menghina keluarga si gadis dan oleh adat ditetapkan sanksi denda.

Gadis yang diculik tersebut tidak dibawa pulang ke rumah calon suaminya, tetapi ditempatkan di rumah kerabat calon suaminya. Pada saat tiba di rumah persembunyiannya kaki gadis tersebut dibasuh dengan air yang telah disediakan sebelum ia naik keserambi.

Dari pihak keluarga gadis yang merasa kehilangan anak gadisnya melaporkan kepada kepala kampung atau kepala desa, disebut mesejati. Tiga hari setelah merarik pihak lelaki memberi kabar atau nyelabar pada keluarga gadis bahwa anak gadisnya kawin lari, di beberapa desa urusan ini menjadi tugas desa, maka kepala desa mempelai laki-laki memberitahu kepala desa pihak wanita, yang selanjutnya disampaikan kepada keluarga mempelai wanita. setelah acara nyelabar maka bagi penduduk yang masih memeluk Islam Waktu Telu calon pengantin yang selama ini tidak boleh saling bertemu dan berbicara maka pihak orang tua lelaki mengusahakan agar mereka bisa saling bicara untuk membicarakan pernikahannya, dengan cara pihak mempelai pria mengirim utusan kepada pihak orang tua mempelai wanita untuk minta izin menobat rapah kedua mempelai, dan sebagai tanda redhanya ia mengirimkan 9 buah uang kepeng kepada utusannya dan selanjutnya uang itu digunakan menjadi selawat ketika kedua mempelai ditaubat rapah.

Sore hari kedua mempelai setelah berwudu dihadapkan pada kyai yang maksudnya dengan disaksikan kyai mereka mengikrarkan pengakuannya kepada Allah dan Rasulnya serta sejak itu mereka mengaku taubat kepada – Nya, dan dengan berakhirnya ucapan taubat mereka maka mereka boleh berbicara akan tetapi mereka masih tetap belum boleh berkumpul.

Bagi yang sudah memeluk Islam waktu lima tidak dilakukan Taubat rapah, dan bersamaan dengan nyelabar dikirim pula satu utusan yang dipimpin oleh seorang penghulu, selanjutnya dilaksanakanlah pernikahan secara Islam dengan akad nikah dengan meminta keridhaan mempelai wanita terlebih dahulu, sedangkan walinya boleh datang sendiri atau dijemput.

***

Sumber: http://nusamutiara.wordpress.com/2011/08/07/adat-perkawinan-suku-sasak/

-

Arsip Blog

Recent Posts