Firdaus Djaelani: Kami Tak Tahu Uang Itu ke Mana

SETAHUN lebih setelah Bank Century menjadi ”pasien” Lembaga Penjamin Simpanan, masalah penanganan bank hasil penggabungan Bank CIC, Danpac, dan Bank Pikko itu tak kunjung terang. Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan juga masih menyisakan banyak pertanyaan.

Selain soal ongkos penyelamatan Century yang berulang kali menggelembung, dari semula hanya Rp 632 miliar hingga melesat menjadi sepuluh kali lipatnya, Rp 6,762 triliun, pertanyaan terbesarnya adalah ke mana saja uang itu mengalir. Berembus kabar, duit itu mengalir ke partai politik. Di Senayan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat sudah bersepakat menggunakan hak angket, yakni hak melakukan penyelidikan atas suatu masalah.

Sebagai ”dokter” Century, Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan, Firdaus Djaelani, mengatakan tak tahu ke mana dana nasabah Century mengalir setelah uang itu berpindah bank. Hanya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang bisa menelusurinya. ”Sebelum disuntik, uang di kas bank hanya Rp 20 juta,” kata Firdaus.

Namun dia menjamin, tak ada transaksi dari nasabah Century langsung ke rekening partai politik. Kamis dua pekan lalu, Firdaus kembali menjelaskan soal penanganan Century ini kepada Padjar Iswara, Sapto Pradityo, dan Anton Aprianto dari Tempo di kantornya, Jakarta.

Sebenarnya kapan persisnya Lembaga Penjamin Simpanan mengetahui Bank Century bermasalah?

LPS sebenarnya sudah punya alat analisis perbankan, cuma data yang dipakai masih sederhana. Biasanya, fokus analisis kami pada sepuluh bank dengan rasio kecukupan modal paling rendah yang berpotensi suatu saat akan jatuh. Century memang sudah masuk daftar bank yang ada dalam pengamatan kami, bersama Bank IFI. Sebelum Century ditetapkan sebagai bank gagal, kami memang melihat kondisinya memburuk, tapi belum sempat minta penjelasan detail dari Bank Indonesia.

Jadi pertama kali diberi tahu ketika Century masuk pengawasan khusus?

Pada 6 November, Century masuk pengawasan khusus BI. Kami mendapat surat pemberitahuan dari BI empat hari kemudian, walaupun suratnya bertanggal 7 November. Ada beberapa data sementara dari BI, tapi belum cukup banyak.

Apa kesimpulan analisis LPS ketika itu?

Walaupun kemungkinan gagal berdampak sistemik belum diketahui, kami tetap mengantisipasi. Sebab saat itu sedang krisis ekonomi global. Nilai dolar sudah lebih dari Rp 12 ribu, indeks harga saham gabungan jatuh, demikian pula nilai obligasi pemerintah. Semua indikator ekonomi menunjukkan krisis ekonomi sudah terjadi. Tapi, seandainya ketika itu Century ditawarkan kepada LPS, mungkin kami akan mengatakan bank ini tak usah diselamatkan.

Bagaimana LPS bisa berkesimpulan Century tak perlu diselamatkan?

Kami waktu itu berpendapat, Century tak perlu diselamatkan karena jangan-jangan nanti malah di-rush, dan kami malah kebobolan Rp 9 triliun. Jadi, menurut LPS, kalau Century diselamatkan, biayanya akan lebih besar daripada jika tak diselamatkan. Tapi itu kan data per akhir September. Jadi kami belum terlalu yakin dengan angka-angka itu.

Menurut perhitungan LPS, berapa biaya penyelamatan Century (berdasarkan data 30 September)?

Yang pasti biaya penyelamatannya lebih besar daripada membiarkan Century ditutup. Asumsinya, jika diselamatkan, Century akan di-rush habis-habisan. Pada 13 November, BI menyampaikan kabar kondisi bank itu memburuk. Kami kemudian minta BI mengirim data lebih lengkap. Ada 20 item data yang kami minta. Tapi, sebelum data itu kami terima, pada 20 November, bank sentral sudah menyatakan Century sebagai bank gagal.

Bagaimana kemudian Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik?

Setelah BI menyatakan Century sebagai bank gagal, hari itu juga diadakan rapat konsultasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Di rapat konsultasi, BI mengajukan usul supaya Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Dalam keadaan normal, suatu bank dinyatakan berdampak sistemik jika too big to fail. Misalnya asetnya sangat besar, nasabah dan kantor cabangnya banyak, dan pinjaman antarbanknya besar. Tapi, dalam keadaan krisis ekonomi, bank kecil pun bisa memicu dampak sistemik.

Bukankah Century hanya bank kecil dan pinjaman antarbanknya juga sedikit?

Ya, dana pihak ketiga Century juga hanya Rp 9,9 triliun. Tak besar. Sementara jumlah simpanan yang nilainya kurang dari Rp 2 miliar totalnya sekitar Rp 5,2 triliun. Kami berdebat soal itu. Tapi tak ada gebrak-gebrak meja. Di rapat konsultasi ini tidak ada kesimpulan, karena memang hanya rapat dengar pendapat. Baru kemudian, sekitar pukul 4 pagi, rapat Komite Stabilitas mengambil keputusan. Setelah Komite Stabilitas memutuskan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, rapat Komite Koordinasi yang juga melibatkan Ketua Dewan Komisioner LPS, Rudjito, menyerahkan penanganan Century ke LPS.

Kapan sebenarnya LPS pertama kali menyetorkan dana penyertaan modal untuk Century?

Senin pagi, 24 November. Setelah Century diserahkan ke LPS, kami segera menggelar rapat pemegang saham dan mengganti manajemen. Karena dalam rapat Komite Stabilitas data yang dipakai masih per 31 Oktober, kami minta BI memberikan data terbaru, per 20 November. Minggu sore, BI memberikan data Century per 20 November. Ternyata rasio kecukupan modalnya anjlok menjadi minus 35,92, sehingga biaya untuk menaikkan rasio menjadi 8 persen (syarat minimal kesehatan bank) membengkak menjadi Rp 2,6 triliun. BI juga mengatakan hingga Desember kebutuhan likuiditas Century Rp 7 triliun hingga Rp 9 triliun. Jauh lebih besar daripada hasil perhitungan berdasarkan data per 31 Oktober, ketika rasio modal Century minus 3,53 persen dengan biaya penanganan Rp 632 miliar dan kebutuhan likuiditas Rp 4,7 triliun.

Kenapa rapatnya pada Minggu?

Setelah manajemen baru masuk Century, saya tanya mereka, berapa dana yang ada di kas bank. Ternyata hanya ada Rp 20 juta. Waduh, lebih banyak uang saya dong… (tertawa). Sementara dana di cabang-cabang juga nyaris nol. Menurut BI, kliring nasabah yang gagal bayar sudah menumpuk hampir Rp 500 miliar. Jadi kami putuskan pada hari itu supaya menaikkan rasio modal Century menjadi 10 persen, untuk memberi kelonggaran likuiditas.

Jadi berapa yang ditransfer ke Century pada Senin itu?

Kami tanya manajemen Century berapa kebutuhan mereka untuk Senin itu. Mereka mengatakan lebih dari Rp 1 triliun, terutama untuk menutup kliring yang tertunda itu. Saya katakan jangan lebih dari Rp 1 triliun. Pagi itu kami transfer Rp 1 triliun. Pada sorenya uang itu ternyata sudah hampir habis karena di-rush.

Menurut audit BPK, pembengkakan biaya penanganan karena banyak surat berharga yang macet tak ada pencadangannya. Apa ini tidak terdeteksi di neraca per 31 Oktober?

Pertanyaan itu lebih tepat dialamatkan ke BI. Karena pengawasan bank tanggung jawab mereka. Mungkin saja mereka sudah setengah jalan memeriksa surat-surat berharga itu dan baru selesai Minggu. BI sebenarnya sudah memberikan indikasi kondisi Century akan memburuk dalam rapat 20 November.

Data BI sepertinya sangat minim?

Ibarat dokter memeriksa pasien, awalnya yang ditemukan hanya flu, tapi kemudian ternyata juga ada penyakit jantung.

Sebagai penyandang dana, apa LPS tidak mempertanyakan data BI?

Kami selalu bertanya ke BI, karena yang berhak menghitung rasio modal kan mereka. Dalam penyetoran tahap kedua, BPK mengatakan LPS menuruti permintaan manajemen Century. Padahal tidak. Saat BI memberikan angka Rp 2,66 triliun, BI sudah menyatakan kebutuhan likuiditas Century Rp 7 triliun hingga Rp 9 triliun. Kami suntik hanya Rp 2,2 triliun, lebih kecil dari perkiraan BI.

Penyuntikan dana tahap kedua, Rp 2,2 triliun, untuk mencukupi likuiditas Century. Bukankah dana LPS hanya boleh untuk penyertaan modal?

Dalam Perpu Jaring Pengaman Sektor Keuangan, sebenarnya sudah disebutkan, LPS bisa menangani masalah solvabilitas dan juga likuiditas. Di penjelasan Pasal 33 Undang-Undang LPS disebutkan LPS menangani bank hingga bank itu menjadi sehat sesuai dengan Undang-Undang Perbankan.

Badan Pemeriksa Keuangan berkesimpulan LPS mengubah aturan supaya bisa menyuntik likuiditas Century?

Pasal 6 Peraturan LPS Nomor 5 Tahun 2006 perlu diubah supaya tidak disalahtafsirkan. Keputusan Komite Stabilitas dan Komite Koordinasi juga tidak membatasi soal penggunaan biaya penanganan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.

BPK menyatakan suntikan modal setelah 18 Desember 2008 tak sah. Bagaimana?

Itu multitafsir. Tapi, jika dihitung, per 18 Desember, LPS sudah menyetor duit ke Century Rp 3,8 triliun, karena model setorannya dicicil. Jika pada saat itu Century ditutup (karena tidak ada tambahan modal lagi), berarti modal kami hilang. Karena, dalam proses likuidasi, hak pemilik modal ada di urutan terakhir.

Setelah diambil alih LPS, kok masih banyak dana yang ditarik?

Rush itu tidak bisa dicegah. Itu kan uang mereka. Yang tak boleh adalah selama masuk pengawasan khusus BI, bertransaksi dengan pihak-pihak terkait Century, misalnya pemilik atau direksi. Masalahnya, pihak terkait ini luas sekali, termasuk karyawan Century.

Audit BPK menemukan ada transaksi dengan pihak terkait Rp 939,6 miliar selama Century dalam pengawasan khusus. Bagaimana bisa?

Anda harus memisahkan, apakah transaksi itu dilakukan saat Century di bawah manajemen baru. Transaksi dengan pihak terkait saat manajemen baru hanya sekitar Rp 48 miliar. Itu pun karena data pihak terkait dari BI agak lambat. Datanya baru datang pada Januari, sementara kami minta pada akhir November 2008.

Ada penarikan dana nasabah Rp 4,02 triliun. Ke mana dana itu?

Mereka semua murni nasabah. Dari 8.577 nasabah yang menarik simpanannya, 90 persen nasabah perorangan dan sisanya perusahaan.

Berapa banyak yang di atas Rp 2 miliar?

Nilai total penarikan oleh nasabah yang simpanannya lebih dari Rp 2 miliar adalah Rp 1,8 triliun. Ada 328 nasabah yang menarik dananya.

Perusahaan negara juga ada?

Ada 20 BUMN yang menarik uangnya, nilai totalnya Rp 273 miliar, tapi sebagian hanya menarik Rp 50 juta. Itu uang mereka, bukan uang yang bersumber dari LPS.

Kok, banyak BUMN menaruh uang di Century?

Century ini kan bank persepsi. Misalnya, kenapa Telkom dan PLN punya rekening, karena orang membayar listrik atau tagihan telepon lewat Century. Total dana BUMN (enam perusahaan BUMN plus dana pensiun) di Century hanya Rp 700 miliar.

Ada tudingan uang itu ada yang mengalir ke partai politik. Apa benar?

Duit Rp 4 triliun sedikit sekali yang ditarik tunai. Sebagian besar dipindahkan ke rekening di bank lain. Artinya, mengalir dari rekening ke rekening. Tidak ada nama partai di situ.

Berapa dana di Century yang dicairkan Budi Sampoerna?

Dia sudah mencairkan Rp 300 miliar. Yang Rp 200 miliar untuk menutup kredit di Century, sisanya untuk keperluan bisnis dia. Kalau dia punya dana Rp 2,15 triliun, mencairkan Rp 100 miliar kan wajar saja.

Ketika Century hendak ditutup, dicurigai para deposan besar yang takut kehilangan uangnya melobi pengambil kebijakan. Bagaimana?

Itu kan hanya dugaan. Silakan dibuktikan saja apakah keputusan Komite Stabilitas diintervensi. Kalau ada intervensi, mestinya ujung-ujungnya pasti uang. Yang saya rasakan pada saat rapat konsultasi Komite Stabilitas, tidak ada suasana intervensi itu.

FIRDAUS DJAELANI

Lahir: Jakarta, 17 Desember 1954

Pendidikan: S-1, Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1981), S-2, Ekonomi, Ball State University, Indiana, AS (1988)

Pekerjaan: (1) Kepala Subdirektorat Pemeriksaan, Direktorat Asuransi, Departemen Keuangan (1993), (2) Direktur Asuransi, Departemen Keuangan (2000), (3) Direktur Lembaga Penjamin Simpanan (2005), (4) Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (2008)

Sumber : Majalah Tempo, Senin, 14 Desember 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts