Pelajar Gelar Indonesia Culture di Belanda

London, Inggris - Pelajar Indonesia yang tergabung dalam PPI Nijmegen mengelar acara Indonesian Culture Day 2013 (ICD) dengan menampilkan berbagai kebudayaan seperti tari-tarian, drama, lagu daerah, dan sajian aneka makanan tradisional di Ark van Oost, Nijmegen, Belanda.

Ketua panitia ICD, Bobby Sulistyo, kepada ANTARA London, Selasa, mengatakan bahwa acara yang digelar setiap dua tahun sekali dihadiri Dubes Indonesia untuk Kerajaan Belanda Retno L.P. Marsudi yang menyampaikan ICD merupakan momen yang tepat untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia, termasuk makanan tradisionalnya, kepada masyarakat Nijmegen khususnya.

Dubes Retno Marsudi mengatakan bahwa makanan Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Belanda. Tidak jarang orang Belanda datang ke berbagai acara yang diadakan masyarakat Indonesia untuk mencari makanan karena lidahnya sudah menyatu dengan cita rasa Indonesia dan seperti makanan kedua.

ICD 2013 dibuka dengan menampilkan The Cloves et al., grup musik yang berasal dari pelajar di Eindhoven dan dilanjutkan dengan Tari Saraswati dari Bali.

Penampilan kesenian Bali semakin semarak dengan kehadiran Made Agus yang berkolaborasi dengan "Smashing Mojo" memainkan alat musik suling dengan lagu-lagu Bali.

ICD 2013 juga dimeriahkan dengan digelarnya Angklung Workshop yang mengajak para peserta belajar bermain angklung bersama.

Pertunjukan alat musik angklung dibawakan grup Angklung Perwarindo yang anggotanya terdiri atas bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah lama tinggal di Belanda serta meneer dan mevrow Belanda.

Di tengah-tengah acara, penonton surprise dengan penampilan penyanyi Belanda yang senang mengcover lagu Indonesia serta mengupload video di Youtube, Peter Fennema yang membawakan lagu band terkenal di Indonesia.

Selain pertunjukan alat musik, juga ditampilkan tarian dari Sumatera, seperti tari saman dari Aceh dan tari tor-tor dari Sumatera Utara.

Ketua PPI Nijmegen, Rizky Lasabuda, mengatakan bahwa panitia menyediakan beberapa stan yang diisi dengan makanan tradisional Indonesia dari Deni’s kitchen, aneka produk Indonesia dari DJ’s kitchen, dan stan-stan kerajinan.

Stan makanan Indonesia menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi. Itu stan Deni’s kitchen menyediakan aneka makanan dari lontong sayur, pempek, bakwan malang, siomay, es cendol, dan aneka makanan tradisional Indonesia lainnya.

Dalam acara ICD 2013 ditampilkan kisah legenda yang mengisahkan pangeran dan putri dari kerajaan Jenggala dan Kediri bernama Ande-ande Lumut oleh anggota PPI Nijmegen.

Drama cerita rakyat menarik perhatian penonton meskipun dibawakan dengan property yang cukup minimalis berhasil memberikan kesan yang mendalam dan diakhiri penampilan The Cloves et.al yang persembahan lagu-lagu Indonesia.

Tercatat sekitar 300 pengunjung yang harus membeli tiket seharga tiga euro untuk pelajar dan umum lima euro itu 90 persen pemasukan disumbangkan ke Hibiscus Stichting, yayasan social bergerak di bidang pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendidikan bagi siswa sekolah dasar.

Stichting Hibiscus bekerja sama dengan Yayasan Puri Anak Harapan di Yogyakarta melakukan usaha bersama untuk meningkatkan sanitasi di sekolah dasar yang terletak di daerah pelosok dan mengalami kekeringan pada musim kemarau.

Festival Bakul Telur Meriahkan Maulid Nabi di Papua

Biak, Papua - Berbagai acara menarik digelar dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1434 Hijriyah. Salah satunya Festival Bakul Telur di Biak, Papua.

Bakul telur dari berbagai bahan seperti manik-manik dan benang pun tampil berwarna-warni. Ikatan Keluarga Gorontalo (IKG) Kabupaten Biak Numfor, Papua keluar sebagai juara pertama lomba pada Kamis (24/1/2013).

Juara dua adalah takmir Masjid Al Amin, juara tiga Masjid Almukminin Sorido, serta juara harapan Bohusami dan Syuhada Anglasa.

Prosesi lomba Festival Bakul Telur 2013 diselenggarakan Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Kabupaten Biak Numfor di Biak.

"Festival Bakul Telur ini merupakan pertama kali diselenggarakan PHBI guna memeriahkan perayaan Maulid," kata Ketua Panitia Hari Besar Islam Biak, Andi Firman Madjadi.

Meski kegiatan Fesival Bakul Telur Maulid merupakan pertama kali dilakukan pihak PHBI, lanjut dia, namun animo masyarakat maupun umat Islam dalam mengikuti ajang ini sangat tinggi.

"PHBI berterima kasih dengan tingginya animo kaum muslim mengikuti festival ini, ya ajang ini bisa menjalin silaturahmi sesama umat Islam di daerah ini," harap Andi Firman.

Peserta lomba bakul telur Maulid, menurut dia, terdiri pengurus takmir masjid, panguyuban kemasyarakatan serta ormas Islam di Biak sekitarnya.

"Ke depan, lomba festival telur Maulid diharapkan menjadi kegiatan tahunan, karena itu perlu mendapat dukungan berbagai elemen masyarakat di Biak sekitarnya," ujar Andi Firman.

Festival Dongdang Diharapkan Jadi Ikon Wisata Bogor

Cibinong, Jabar - Bupati Bogor H Rachmat Yasin berharap Festival Dongdang dapat menjadi ikon wisata di daerah itu. "Oleh karena itu, kita akan kembali mengadakan festival tersebut pada 9 Maret 2013," katanya melalui Diskominfo Kabupaten Bogor di Cibinong, Senin (28/1/2013).

Dongdang merupakan istilah dalam bahasa Sunda, yang berarti tempat membawa makanan atau barang hantaran saat hajatan (pesta) atau ada peristiwa istimewa.

Sementara itu, mengenai adanya kritik pada kegiatan perayaan Festival Dongdang, Rachmat Yasin membantah kegiatan itu sebagai menghambur-hamburkan APBD Kabupaten Bogor.

"Namun merupakan sebuah perayaan yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Bogor untuk kebanggaan masyarakat Kabupaten Bogor," katanya.

Rachmat mengatakan, festival ini telah melalui persetujuan DPRD Kabupaten Bogor, jadi selama perayaan tersebut bagi kepentingan masyarakat tidak ada yang protes.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor, Rudy Gunawan, pada 2012 festival itu diikuti oleh 2.012 Dongdang dengan jumlah pengiring satu Dongdang sebanyak 15 orang.

Peserta berasal dari unsur desa, kecamatan, sekolah, SKPD, perusahaaan, pondok pesantren dan aparat keamanan. Festival Dongdang diselenggarakan sejak 2010 dan penyelenggaraan pada 2013 adalah yang keempat.

Serunya Festival Kuda Menari

Majene, Sulbar - Untuk menarik wisatawan berkunjung ke Sulawesi Barat, untuk kali kedua digelar Festival Sayyang Pattuddu atau kuda menari. Festival yang mengawinkan budaya lokal dengan tradisi Islam ini diharapkan bisa menjadi ikon pariwisata di Sulawesi Barat.

Sayyang Pattudu kini makin populer di Sulawesi Barat. Kombinasi keterampilan menari dari kuda-kuda terlatih dengan seni rebana dan seni tutur khas Mandar atau Pakalindagdag menjadikan festival makin menarik.

Bahkan, tidak ketinggalan seni bela diri silat khas Mandar juga mewarnai aneka tari yang ditampilkan.

Puluhan peserta festival menampilkan kebolehanya. Dari seni busana yang dikenakan penunggang kuda, seni rebana, hingga seni pantun. Semua menyatu dalam satu rangkaian.

Setiap grup yang tampil berusaha menunjukkan kreasi di semua lini, ya tari, busana, juga seni pantun. Itu semua hasil percampuran budaya tradisi lokal khas Mandar dengan seni Islami. Tidak heran festival ini selalu digelar bersamaan dengan perayaan Maulid Nabi.

Festival yang berawal dari tradisi lokal ini, diharapkan menjadi ikon baru sektor pariwisata di Sulawesi Barat. Antusiasme warga yang mengikuti festval dari tingkat desa hingga provinsi menjadikan festival ini selalu dipadati penonton.

Apalagi festival biasanya digelar sebulan penuh bersamaan dengan perayaan Maulid Nabi yang menjadi rujukan warga dan umat Muslim di Sulawesi Barat.

Pada festival kedua yang digelar di Majene ini, beberapa turis asing asal Jepang, Malaysia, dan Belanda ikut menikmati. Kekayaan nilai tradisi Mandar yang dikolaborasikan dengan nilai-nilai dan tradisi Islam melahirkan budaya baru, yang bukan saja menarik tapi juga kaya nilai.

Anda yang ingin melihat langsung festival ini tidak usah khawatir kehabisan momen. Karena selama bulan Maulid, festival ini digelar hampir setiap akhir pekan.

"Pohon Uang" Ramaikan Maulid Nabi di Padangpariaman

Padangpariaman, Sumbar - Pohon uang atau "Bungo Lado" meramaikan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat.

"Bungo Lado di sini sudah menjadi tradisi setiap memperingati Maulid Nabi sekaligus wadah warga untuk menyumbang," kata Wakil Ketua DPRD Padangpariaman, Desril Yani Pasha di Padangpariaman, Jumat.

Desril yang juga Ketua Panitia peringatan Maulid Nabi di Nagari Parit Malintang itu menjelaskan, Bungo Lado berupa ranting-ranting pohon yang ditempelkan uang kertas.

Nominalnya beragam, ada yang hanya Rp1000 sampai Rp100 ribu ditempel di ranting-ranting yang juga dipercantik dengan kertas hias itu.

Pada Sabtu (26/1), masyarakat dari beberapa korong (desa) membawa "bunga lado" atau pohon uang, yang nantinya uang akan disumbangkan untuk pembangunan rumah ibadah.

Tahun lalu, kata Desril, uang dari "bungo lado" tersebut bisa terkumpul sebanyak RP40 juta.

Peringatan Maulid Nabi yang dikenal dengan "Mauluik" tersebut akan digelar bergantian di beberapa kecamatan selama beberapa bulan ke depan.

Tokoh masyarakat Sungai Sariak, Zahirman mengatakan, selain tradisi "Bungo Lado", Maulid Nabi juga diwarnai dengan tradisi "Malamang".

"Di setiap rumah warga membuat lemang untuk disumbangkan saat kegiatan Maulid dipusatkan di surau-surau," katanya.

Zahirman menjelaskan, masing-masing keluarga sedikitnya mengeluarkan biaya Rp500 ribu menyambut Maulid Nabi dengan "Malamang" yang dilakukan penuh keikhlasan tanpa paksaan.

Lemang itu sendiri terbuat dari beras ketan putih yang dimasukkan dalam batang bambu kemudian dibakar.

Lemang akan dibawa para ibu-ibu ke surau atau masjid tempat warga melakukan zikir dan berdoa.

"Malamang merupakan tradisi penghormatan bagi keluarga yang meninggal, selain itu juga dilakukan pada peringatan Maulid Nabi, tradisi ini akan terus kita lestarikan," tambahnya.

Selain "Malamang", Maulid Nabi yang biasa diperingati sampai tiga bulan di Padangpariaman itu, juga digelar acara berzikir di sejumlah surau suku sekaligus mengumpulkan sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah sekaligus menjalin silaturahmi.

Sumut Gelar Pawai dan Pagelaran Budaya Antar Bangsa

Medan, Sumut - Bappeda Sumut mengharapkan even Pawai dan Pagelaran Budaya Antar Bangsa (PPBAB) dapat menjadi pusat pertukaran budaya internasional sekaligus sebagai agenda resmi dalam mendatangkan wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik ke Sumatera Utara.

Harapan tersebut dikemukakan Kepala Bappeda Sumut, Ir Riadil Akhir Lubis, M.Si saat menerima audiensi Ketua Yayasan Pawai dan Pagelaran Budaya Antar Bangsa Ir. Rudi Zulham Hasibuan bersama unsur pelaksana diantaranya Sekretaris Yayasan PPBAB, Eric Murdianto,ST, Wakil Ketua Kadin Medan, Drs. Sulazy, dan Misran Ari dari Sekretariat Kadin Medan., Selasa (22/1) di Kantor Bappeda Sumut Jalan Diponegoro Medan.

"Bappeda Sumut memandang PPBAB memiliki nilai strategis menjadi Pusat Pertukaran Budaya Internasional termasuk jadi sarana menampilkan kebudayaan lokal di tanah air dalam mendatangkan wisatawan, baik mancanegara maupun wisatawan domestik, untuk itu Yayasan PPBAB sebagai pemilik dan pelaksana kegiatan ini harus mampu menjadikannya sebagai even resmi tahunan", kata Kepala Bappeda Sumut sembari memberikan apresiasinya kepada Yayasan PPBAB.

Lebih lanjut kata, Riadil Akhir Lubis, dari penjelasan yang disampaikan Ketua Yayasan PPBAB tentang rencana pelaksanaan kegiatan PPBAB II, 27-30 Juni 2013 di Medan, pihaknya menilai bahwa kegiatan nantinya sangat bermanfaat menjadikan daerah ini sebagai tujuan wisata khususnya dalam konteks wisata budaya tradisional, dengan menampilkan aneka ragam budaya baik yang ada di Sumatera Utara maupun dari provinsi lain di Indonesia

"Banyak potensi budaya tradisional yang dapat ditampilkan pada even nanti, khususnya budaya tradisional di Sumatera Utara dan umumnya yang ada di Indonesia, even seperti ini penting bagi promosi daerah termasuk Indonesia dan hal penting lainnya dengan banyaknya wisatawan datang ke Sumatera Utara tentunya akan menggerakkan sektor ekonomi rakyat", tegas Kepala Bappeda Sumut itu.

Ketua Yayasan PPBAB, Ir. Rudi Zulham Hasibuan dalam kesempatan awal pada audiensi tersebut menyampaikan kesiapan pihaknya menyelenggarakan even untuk kedua kalinya, setelah kegiatan pertama Pawai dan Pagelaran Budaya Antar Bangsa I diselenggarakan 14 Juli 2012 di Medan Club Sumatera Utara berlangsung sukses terlebih diikuti 5 negara sahabat.

Menurut Rudi Zulham Hasibuan, pihaknya sangat berterima kasih atas masukan serta apresiasi dari Kepala Bappeda Sumut yang mengharapkan even mereka sebagai Pusat Pertukaran Budaya Internasional, sebab sesuai harapan Kepala Bappeda Sumut sejalan dengan yang dicanangkan pihaknya sejak awal saat digelarnya even bertaraf internasional ini, kata Rudi Zulham Hasibuan yang juga menjabat Wakil Ketua Kadin Medan tersebut.

Ironis, Kiblat Budaya Tapi Tak Miliki Gedung Kesenian

Jakarta - Meski sempat menjadi kiblat kebudayaan, dalam bidang tari, satra, teater, seni rupa, dan musik, pada era 1960-1970-an, Kota Medan, Sumatera Utara, belum memiliki gedung kesenian.

"Cukup memprihantinkan melihat nasib kesenian di kota Medan. Menyedihkan memang bila seniman di kota Medan tidak mempunyai 'rumah' tepat mereka berkarya. Bagaimana bisa melahirkan karya berkualitas jika tidak memiliki gedung kesenian? Itu mustahil!" kata Ketua Lembaga Kajian Kebudayaan Indonesia (LKKI), Rizal Siregar, di Jakarta, Jumat (25/1).

Rizal berharap, Pemerintah Kota Medan dan Pemerinta Provinsi Sumatera Utara segera menyiapkan dan menyediakan gedung kesenian di kota yang melahirkan banyak karya sastra Melayu itu. Saat ini Medan hanya memiliki satu Gedung Pertunjukan, yakni Taman Budaya Sumatera Utara, di Jalan Perintis Kemerdekaan.

"Itu pun sudah tidak terurus dan sudah tidak layak untuk dikatakan sebagai sebuah Gedung Pertujukan. Baik Teater, Tari, Musik maupun Pameran Kebudayan lainnya, sebab bangunannya sudah seperti gudang," ujarnya.

Bahkan, di Taman Budaya Sumatara Utara, kursi penontonnya seperti kursi di bus metro mini yang terbuat dari plastik keras. Lantas bagaimana mungkin penonton bisa betah menikmati pertunjukan teater berjam-jam di bangku palstik yang sakit bila lama diduduki?

Menurut Rizal, dalam sejarah kesenian Indonesia, kota Medan khususnya atau Sumatera Utara pada umumnya, pernah mencatat posisi penting dan strategis. Sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia dan kota terbesar di luar Jawa, Medan merupakan kota tempat banyak seniman terkemuka Indonesia ditempa dan dilahirkan sehingga perannya dalam khasanah kesenian negeri ini senantiasa diperhitungkan.

"Sejarah telah mencatatnya. Dalam dua hingga tiga dekade terakhir, posisi yang penting dan strategis itu secara perlahan telah memudar. Bahkan, sementara kota-kota lain yang jauh lebih kecil dan sebelumnya tak pernah diperhitungkan dalam percaturan kehidupan kesenian Indonesia, memperlihatkan geliat kebangkitan yang luar biasa. Kota Medan tidak lagi menjadi kota budaya," bebernya.

Rizal mengatakan, LKKI mengajak masyarat dan seniman di Kota Medan khususnya, dan umumnya di Sumatara Utara untuk tidak memilih para calon Gubernur Sumatera Utara yang tidak punya komitmen dengan kebudayan dan kesenian di Sumatara Utara.

"LKKI menghimbau kepada para seniman dan masyarakat untuk tidak memilih Cagub yang tidak peduli dan tidak ada komitmennya kepada kesenian di Sumatara Utara, terutama di kota Medan. Sebab, tidak akan sebuah kota atau provinsi berbudaya jika kesenian dan kebudayaan lokal di terlantarkan, seperti ilalang di padang," katanya.

Meski begitu, Rizal tetap berharap kota Medan bisa mendapatkan gedung kesenian seperti gedung kesenian di Jalan Bali, Medan, pada 1960-an.

"LKKI banyak mendapatkan laporan dari seniman Medan yang meminta Pekot Medan dan Pemprov Sumatera Utara untuk mendirikan gedung kesenian standar. Para seniman Medan terus berjuang, tapi usaha mereka akan sia-sia jika Pemkot Medan dan Pemda Sumut 'menutup kupingnya' rapat-rapat," pungkasnya.

Tradisi "ampyang" warnai peringatan Maulud Nabi

Kudus, Jateng - Warga Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Kamis, memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan menggelar tradisi "ampyang" Maulid.

Tradisi "ampyang" yang biasa dikenal oleh warga setempat merupakan tradisi memperingati hari kelahiran Nabi dengan menyajikan makanan yang dihiasi dengan "ampyang" atau krupuk yang diarak keliling desa, sebelum menuju ke Masjid Wali At Taqwa di desa setempat.

Ratusan warga terlihat memadati jalan di sepanjang jalan rute kirab yang hendak menyaksikan rombongan kirab tradisi "ampyang" yang diikuti berbagai institusi dan lembaga pendidikan, musala, organisasi masyarakat dan kelompok usaha.

Masing-masing peserta, menampilkan sejumlah kesenian, seperti visualisasi tokoh-tokoh yang berjasa pada saat berdirinya Desa Loram Kulon serta visualisasi sejarah pendirian Masjid Wali At Taqwa.

Setelah sampai di Masjid Wali, tandu yang berisi nasi bungkus, ingkung serta hasil bumi yang sebelumnya diarak keliling desa didoakan oleh ulama setempat, kemudian dibagikan kepada warga setempat untuk mendapatkan berkah.

Ketua panitia tradisi "Ampyang" Maulid, Anis Aminudin mengatakan, tradisi "ampyang" maulid merupakan tradisi turun temurun yang tetap dilestarikan oleh warga sekitar.

Adapun jumlah peserta kirab, katanya, mencapai 40-an rombongan.

Selain kirab keliling, tradisi tersebut juga turut menampilkan "Loram Expo" dan pentas seni.

Produk-produk unggulan dari Desa Loram Kulon, seperti konveksi, kerajinan tangan dan suku cadang motor antik dan mesin disel.

Jumlah peserta pameran, katanya, cukup banyak.

Dengan adanya tradisi seperti ini, dia berharap, masyarakat dapat mengingat dan instropeksi diri serta berperilaku yang mencerminkan sifat-sifat yang dimiliki Nabi Muhammad.

Selain itu, dia berharap, para pemuda juga ikut melestarikan budaya turun menurun tersebut.

"Mudah-mudahan, perekonomian masyarakat Desa Loram Kulon dan Desa Loram Wetan dapat ikut meningkat dengan diperkenalkannya kedua desa itu lewat tradisi `Ampyang Maulid`," ujarnya.

Sementara itu, Bupati Kudus Musthofa berharap, masyarakat sekitar tetap menjaga tradisi "ampyang" maulid ini agar tetap lestari.

"Nilai-nilai keluhuran tradisi ini jangan sampai luntur oleh perkembangan zaman," ujarnya.

Setiap tradisi lokal yang ada, katanya, harus dikembangkan menjadi potensi keunggulan masing-masing wilayah.

Untuk itu, kata dia, semua pihak dituntut untuk kerja keras guna mengangkat budaya lokal masing-masing daerah.

Sambut Maulud dengan "Weh-wehan"

Kendal, Jateng - Tidak cuma memasang teng-tengan (lampion dari kapal atau bintang lima). Tradisi unik lain untuk menyambut Maulud Nabi Muhammad SAW di Kaliwungu Kendal Jawa Tengah, adalah Ketuwih atau weh-wehan.

Weh wehan yang berarti saling bertukar jajan yang digelar di depan rumah masing-masing. Tumpukan jajan beraneka macam di depan rumah ini, memang untuk dijual tetapi bukan dibeli menggunakan uang. Tetapi menggunakan jajan atau makanan lainnya.

Tradisi saling tukar menukar jajan dan makanan ini sudah ada sejak masa penyebaran agama Islam di Pulau Jawa khususnya di Kaliwungu Kendal. Tradisi yang dikenal dengan tradisi ketuwin atau weh-wehan ini sebagai bentuk rasa syukur dan bangga masyarakat menyambut kelahiran Nabi Muhammad.

Makanan khas yang selalu ada pada tradisi ini adalah sumpil dan ketan beraneka warna. Menurut warga, sumpil mengandung banyak arti dan makna, sedangkan ketan beraneka warna simbol rasa syukur dan bangga serta perekat tali silahturahmi.

Salah satu warga Kaliwungu Kendal, Edy Prayitno, mengatakan, ketuwih atau weh wehan di Kaliwungu Kendal dilaksanakan setiap bulan maulud. Makanan khasnya yakni sumpil dan ketan beraneka warna. "Karena perkembangan zaman, sekarang ini tidak hanya Sumpil saja yang disajikan, tapi juga jajanan yang ngetren sekarang," kata Edy, Rabu (23/1).

Warga Kaliwungu lain, Any Fa'iqoh menjelaskan, weh-wehan dilakukan usai Ashar hingga Isya. Ia berharap, weh-wehan tetap terus ada karena sebuah tradisi yang tidak dimiliki oleh daerah lain. "Weh wehan mulai dilakukan oleh para penyebar agama Islam, bertujuan awalnya untuk silaturahim," tambahnya.

Festival Habaring Hurung Akan Digelar di Kotim, Kalimantan Tengah

Sampit, Kalteng - Setelah kegiatan di awal tahun yakni Simah Laut di Pantai Ujung Pandaran Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah (Kalteng) sukses digelar, agenda wisata selanjutnya yang akan digelar oleh Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kotim adalah Festival Seni dan Budaya Habaring Hurung.

Rencananya kegiatan ini akan digelar bersamaan dengan pelaksanaan "Sampit Expo" yang diperkirakan akan dimulai pada pertengahan bulan Februari mendatang.

Kepala Disbudpar Kotim Calon I Ranggon mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan event tahunan Pemkab Kotim sehingga memang dilaksanakan setiap tahunnya. Pada tahun ini direncanakan ada sekitar 14 cabang lomba yang akan digelar dan diikuti oleh peserta diantaranya adalah lomba Menyumpit, Gasing, Besei Kambe, serta Balogo, sedangkan untuk kesenian juga akan diadakan lomba tari-tarian tradisional, hingga pemilihan putra dan putri pariwisata Kotim.

"Untuk waktu mungkin Februari akan kita laksanakan kegiatan seperti tahun-tahun sebelumnya," ucapnya (23/1).

Minahasa Utara Gelar Seminar Nasional Musik Kolintang

Manado, sulut - Persatuan Insan Kolintang Nasional (Pinkan) bekerjasama dengan Universitas Negeri Manado dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Utara, menggelar seminar nasional Musik Kolintang di Minahasa Utara.

Seminar nasional musik Kolintang dalam rangka ketahanan budaya nasional dipusatkan di Hotel Sutan Raja Minahasa Utara, Kamis dibuka Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Prof Dr Ahman Syah.

Achman Syah dalam sambutannya mengatakan menyambut baik kegiatan seminar tersebut.

"Kegiatan ini untuk mendorong, memajukan dan kesuksesan seni budaya Kolintang bukan hanya sebagai seni tradisi yang mengakar kepada masyarakat Minahasa tetapi juga milik bangsa Indonesia," katanya.

Dr F J Rorong MHUm dari Universitas Negeri Manado mengatakan Salah satu ciri era globalisasi adalah terbukanya peluang untuk melakukan komunikasi budaya, yang hampir dapat dipastikan tanpa batas, baik batas wilayah maupun batas waktu.

Berkat kemajuan teknologi, sekarang orang dapat melakukan komunikasi budaya, dari suatu tempat ke tempat lainnya di dalam negeri maupun di belahan dunia lain.

"Komunikasi budaya tersebut juga dapat dilakukan kapan saja, itulah sebabnya di era global ini telah terjadi peningkatan kerja, kemudian hubungan diantara berbagai kepentingan baik dalam skala pribadi maupun negara," katanya

Dia mengatakan, musik Kolintang diasumsi dapat menjadi sarana dalam meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan ketahanan budaya nasional.

"Untuk itu sebagai bangsa yang kaya akan budaya, perlu berupaya melesatarikan memelihara budaya leluhur termasuk musik kolintang," katanya.

Ketua Presidium Pinkan, Ani Rachmat Soedibyo mengatakan mengatakan, selain seminar nasional tersebut, juga melaksanakan berbagai kegiatan lainnya yang berlangsung dari 24-27 Januari 2013 di Minahasa Utara.

Kegiatan tersebut antara lain penciptaan rekor Muri dengan bermain Kolintang terlama selama 24 jam, peletakan batu pertama monumen musik kolintang, kongres Pinkan pertama serta festival musik kolintang memperebutkan piala bergilir Ibu Negara Ani Yudhoyono.

Indahnya Danau Toba dan Legenda Terciptanya

Indonesia memang memiliki banyak tempat pariwisata yang indah. salah satu contohnya adalah danau toba. Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Danau ini merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.

Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Menurut masyarakat sekitar, danau toba memiliki cerita .

Legenda Danau Toba

Dahulu kala disekitar Gunung Toba, hiduplah seorang Pemuda yang sehari-harinya bekerja sebagai petani. Pemuda ini masih hidup sendirian alias bujangan, semua pekerjaan dilakukannya sendiri mulai dari memasak, mencuci dan lain sebagainya.

Suatu hari pergilah si Pemuda memancing ke sungai yang ada di dekat gunung tersebut. Lama tidak mendapat ikan membuat si Pemuda bosan dan ingin pulang ke rumahnya, baru beranjak dari tempat duduknya si Pemuda melihat tali kailnya diseret-seret oleh ikan. Dengan sangat hati-hati, takut ikannya lepas, si Pemuda menarik kailnya dan alangkah senangnya Dia mendapatkan seekor ikan mas yang besar.

Si Pemuda pun pulang dan Dia meletakkan ikan mas-nya di dalam wadah yang ada airnya, pikirnya biar ikannya hidup dan nanti kalau dimasak rasanya lebih manis. Bergegas Dia pun pergi ke ladang untuk memetik bumbu yang akan dipakai untuk masak ikan mas tadi.

Ketika si Pemuda masih berada di ladang, tiba-tiba ikan masnya berubah menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Melihat rumah si Pemuda berantakan, dia pun membenahi rumah tersebut, merapihkan pakaiannya, mencuci piring yang tergeletak berantakan. Kemudian Dia pun memasakkan makanan untuk si Pemuda tadi.

Tidak berapa lama si Pemuda pulang dari ladang, setiba di depan pintu rumahnya dia mendengar ada suara seperti ada orang di dalam rumahnya. Si Pemuda pun berpikir ada maling di rumahnya sebab selama ini tidak ada orang lain yang tinggal di rumah itu selain Dia. Dia pun mengambil balok kayu dan perlahan-lahan mendekati arah datangnya suara tersebut. Tetapi betapa terkejutnya Dia ketika melihat ada seorang gadis cantik berada di dapur rumahnya dan disebelahnya ada tulang-tulang ikan mas. Si Pemuda pun mendadak marah , pikirnya gadis inilah yang memakan ikan tersebut, padahal Dia sudah lapar dan capek-capek mancing ikan tersebut.

Si Pemuda pun membentak gadis tersebut, ”Hei.. Siapa kamu? Ngapain kamu di rumah saya, kamu mencuri ikan saya ya?” hardik si Pemuda dengan suara keras.

Mendengar ada suara membentaknya, si gadispun kaget dan menoleh ke arah pemuda tadi. Wow… si Pemuda pun terkesima melihat kecantikan gadis tersebut, begitu juga dengan si gadis terpana melihat wajah tampan si Pemuda.

Tetapi kemudian si Gadis berkata,”Maaf Bang, jangan marah ya, saya tidak mencuri ikan Abang tetapi ikan itu adalah Saya”.

“Hahh!!!!!”, si Pemuda itupun kaget dan tidak percaya. Tetapi si Gadis pun berusaha menjelaskan dan meyakinkan si Pemuda. Pendek kata si Pemuda pun yakin bahwa gadis tersebut adalah ikan mas hasil dia mancing pagi harinya.

Singkat cerita keduanya pun saling jatuh hati dan suatu hari si Pemuda pun meminang sang Gadis untuk menjadi istrinya. Ketika sedang istirahat sehabis makan siang, si Pemuda pun berkata,”Adik, kita kan sudah lama saling kenal, apakah kamu mau menjadi istri abang?”.

Sang gadispun merasa senang tetapi dia mengajukan syarat yang tidak boleh dilanggar si Pemuda. “Jika memang Abang serius ingin menjadikan saya sebagai istri Abang harus berjanji tidak akan pernah menyebutkan anak-anak kita anak ikan”, kata sang gadis. Si Pemudapun menyanggupinya dan akhirnya keduanya menjadi suami istri dan hidup bahagia.

Tidak berapa lama, lahirlah anak mereka seorang laki-laki. Hari demi hari si anak bertambah besar. Namun si Anak kerjanya main melulu, tidak pernah mendengarkan nasihat Bapaknya agar ikut membantu di sawah. Setiap si Bapak meminta istrinya agar menasehati anak mereka, si istri selalu membela anaknya. Sampai suatu hari karena si istri tidak bisa mengantar nasi untuk makan siang suaminya di ladang, si istri menyuruh anaknya untuk mengantar bekal ayahnya.

Ibunya berpesan,”Nak kamu antar ini ke Bapakmu di ladang ya, jangan main dulu sebelum kamu mengantarkannya”. Si anak mengiyakannya sembari pergi membawa nasi bekal Bapaknya ke ladang. Di tengah perjalanan Dia pun melihat teman-temannya bermain dan langsung lupa nasihat ibunya. Saking capeknya main bersama temannya si Anak lapar, kemudian dia memakan nasi bekal ayahnya.

Di ladang, si ayahpun sudah menahan lapar karena sudah lewat tengah hari si istri belum juga mengantar makanannya. Di memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon mangga yang ada di dekat ladangnya. Ketika dia duduk dari kejauhan dia melihat anaknya datang membawa bekal untuknya. Dengan senangnya dia memanggil anaknya,”Nak… cepatlah Bapak sudah lapar nih”. Begitu si Anak sampai si Ayah sudah tidak sabar lagi dan segera mengambil dan membuka bungkusan yang dibawa anaknya. Betapa kagetnya dia ketika dia buka ternyata bungkusannya berisi sisa-sisa nasi dan tulang ikan bekas dimakan anaknya. Karena saking kesalnya, Si Ayah pun naik pitam dia memaki-maki anaknya dengan segala perkataan-perkataan kasar. Tidak puas sampai di situ, si Ayah memaki anaknya dengan kata-kata yang melanggar janjinya. “Dasar kamu anak ikan, gak pernah bisa dinasehatin sama orang tua”, begitu si Ayah memaki anaknya. Mendengar dirinya disebut anak ikan, si anak pun menangis makin kencang sembari berlari pulang.

Sesampai di rumah si ibu bingung melihat anaknya menangis, diapun menanyakan mengapa anaknya tersebut menangis. “Nak, mengapa kamu menangis sedih begitu?”, demikian tanya si Ibu. Si Anak pun balik bertanya kepada ibunya, “Apa benar Bu, saya anak ikan? Tadi di ladang Bapak bilang kalau saya anak ikan”.

Mendengar apa yang diucapkan anaknya sontak kagetlah si Ibu dan tidak percaya bahwa Suaminya telah melanggar janji yang sudah mereka buat. Merasa sedih suaminya telah melanggar janjinya, diapun menangis terus menerus tidak henti-henti. Si Ibu menyuruh agar anaknya pergi ke tempat yang paling tinggi.

Janji sudah dilanggar, maka hukuman pun dijatuhkan. Si ibu menangis terus menerus, bersamaan dengan itu turunlah hujan badai yang begitu kencang disertai halilintar yang tidak berhenti-henti. Maka tenggelamlah seluruh daratan yang ada disekitar gunung tersebut. Karena danau tersebut berada di daerah gunung Toba, maka disebutlah Danau Toba.

Cerita ini saya ceritakan ulang menurut cerita yang pernah saya dengar dan saya tahu, mungkin ada perbedaan dari versi-versi yang sudah ada, tetapi pada dasarnya inti dari cerita ini adalah sama yaitu “JANGAN SEMBARANGAN BUAT JANJI KALAU TIDAK BISA DITEPATI”.

Sebenernnya cerita ini memberikan kita pelajaran bahwa kita harus bisa memegang janji yang kita buat. dan banyak pelajaran lain yang bisa kita dapat. ayo kita kesana melihat keindahan danau toba.

***

Wisanggeni

Wisanggeni berarti bisanya api. Berasal dari wisa = bisa dan geni = api. Tak peduli siapapun pasti dibakarnya. Musuh atau sodara, teman atau tetangga, kriteriannya hanya satu, yang dibicarakan adalah kebenaran, dan kebatilan adalah musuhnya.Kelahiran Wisanggeni dalam jagad pewayangan adalah diluar kehendak dewa. Sebab Wisanggeni adalah manusia edan dalam arti yang sebenarnya. Wong edan ngomong kebenaran bukan pada tempatnya. Wong edan tidak peduli suasana dan siapa yang dihadapi. Wong edan tidak mengenal takut. Dan keedanan Wisanggeni tidak lebih dari ketakutan para dewa akan tuah yang dibawa.

=====


Dalam wiracarita Mahabharata, Wisanggeni adalah anak Arjuna dari Dewi Dresanala. Ia lahir karena Dresanala bersikukuh tidak menggugurkan kandungannya seperti tujuh bidadari yang juga hamil karena sebagai anugerah Dewa kepada Arjuna yang telah membebaskan kahyangan dari raksasa Niwatakawaca karena menginginkan Dewi Supraba.

Pada saat lahirnya, Wisanggeni membuat ontran-ontran di Kahyangan karena hendak dibunuh oleh kakeknya Batara Brama atas perintah Sang Hyang Giri Nata atau Batara Guru karena lahirnya Wisanggeni dianggap menyalahi kodrat. Tapi karena Wisanggeni adalah titisan Sang Hyang Wenang, dia luput dari bala tersebut.

Wisanggeni tumbuh dibesarkan oleh Batara Baruna (Dewa Penguasa Lauatan) dan Hyang Antaboga (Rajanya Ular yang tinggal di dasar bumi), yang menjadikan Wisanggeni punya kemampuan yang luar biasa. Di jagat pewayangan, dia bisa terbang seperti Gatotkaca dan masuk ke bumi seperti Antareja dan hidup di laut seperti Antasena.

Wisanggeni tinggal di Kahyangan Daksinapati bersama ibunya. Dan meninggal menjelang perang Bharatayuddha bersama Antasena atas permintaan Batara Kresna sebagai tumbal untuk kemenangan Pandawa atas perang tersebut.

Karakter Wisanggeni adalah mungkak kromo (tidak menggunakan bahasa kromo ketika bicara dengan siapapun) seperti halnya Bima. Dan dia punya kemampuan Weruh sadurungin winarah (mampu melihat hal yang belum terjadi).

=====

Syahdan lahirlah Bambang Wisanggeni di pertapaan Kendalisada, tempat Resi Mayangkara…
Dia berwajah tampan dan digariskan berwatak sahaja.

Lalu, bagaimanakah isi hati Wisanggeni? yang kelahirannya dituding menyelahi kodrat, sehingga Bethara Brama, sang kakek pun tega hendak mengambil nyawa nya.

Siapakah yang hendak dipersalahkan? Apakah ibu Dresanala? Perempuan dewi yang semata-mata memberi penghargaan tinggi kepada hidup jabang bayi Wisanggeni, sehingga bersikukuh menolak untuk menggugurkan kandungannya. Ataukah Sang Mintaraga atau Arjuna yang menanam benih di rahim ketujuh Dewi Kahyangan sebagai anugerah dari Sang Hyang Manikmaya, karena jasanya membebaskan kahyangan dari Prabu Winatakaca yang menginginkan Dewi Supraba?

Tiada yang berani menghakimi, namun bentuk kesalahan kodrat itulah yang harus dibinasakan, meski akhirnya gagal karena Wisanggengi dalam lindungan Sang Hyang Wenang.
Barangkali luka di hati yang tetap berakar menjadi energi yang menjadikannya satria berkemampuan luar biasa. Di bawah asuhan Sang Hyang Antaboga dan Bethara Baruna, Wisanggeni sanggup terbang layaknya Gatutkaca, ambles bumi seperti Antareja, dan berkubang tenang di lautan menandingi Antasena.

Satria Pandhawa yang mempunyai sifat mungkak kromo atau tidak mau berbahasa halus pada siapapun termasuk pada Sang Bethara Guru ini tiada tandingan dan tiada yang mampu melawan. Seringkali dicap sebagai “wong edan” karena tak mempan senjata apapun di dunia ini. Barangkali karena itulah, kematiannya dikehendaki seluruh dewa-dewa di kahyangan, dimana tekad baja dan semangat kekuatan luar biasanya kelak akan dapat membinasakan Pandhawa yang menang atas Kurawa.

Meski ia termasuk golongan weruh sakdurunge winarah (mampu melihat sebelum terjadi), tetap juga Wisanggeni menjalani takdirnya kemudian: Menjadi tumbal kemenangan Pandhawa. Sang satria Wisanggeni mati di tangan Bala Kurawa dengan legowo.

Entah semiris apa kidung Megatruh yang ditiupkan saat Wisanggeni meregang nyawa, memenuhi permintaan para dewa di kaendran Jonggring Saloka yang dititahkan pada Kresna, sebagai prasyarat kemenangan Pandhawa. Jasadnya moksa sesuai kehendak Sang Hyang Wenang.

Kahyangan Daksinapati tempat Dewi Dresanala mengasuh dan membuai Wisanggeni menangis.. menangis.. meratapi takdir yang pada akhirnya tetap terjadi…

======

Wisanggeni adalah anak dari arjuna dengan dewi dresnala. sejak lahir merupakan simbol perlawanan terhadap kebhatilan. berani menentang keputusan bhatara guru yang terkadang dipengaruhi oleh dewi durga sehingga sering merugikan pandawa. sebelum datangnya wisanggeni yang sering protes ke langit jika pandawa di buat cilaka oleh dewata adalah aki semar.

Setelah wisanggeni lahir maka wisanggenilah yang sering menggebuk para dewa jika mereka melakukan kesalahan dan ketak adilan pada para pandawa. wisanggeni memiliki kewaskitaan yang sama dengan sri kresna. di gagrak wayang banyumas sering yang menyelesaikan masalah anak anak pandawa bukan sri rkesna tapi wisanggeni. disini digambarkan wisanggeni adalah gabungan sipat sipat yang luar biasa, cerdas, mengetahui masa depan, sakti seperti dewa, tapi ngoko dan tak berbahasa halus walo dialeganya halus (disini bedanya wisanggeni dengan antasena, sama sama ngoko tapi dialeg antasena kasar, sementara dialeh wisanggeni halus), dan juga wisanggeni itu pandai berdiplomatik dan tak cepet naik darah, bisa mengikuti strategi yg dibuatnya sehingga sering dijadikan pemimpin oleh anak anak pandawa.

Wisanggeni sangat sakti, bhatara guru saja kalah oleh wisanggeni. dalam cerita kelahiran wisanggeni bhatara guru sampe lari ke dunia karena di kayangan semua dewa di buat babak belur oleh wisanggeni. wisanggeni lahir dan besar seketika di tengah api kawah candradimuka. dan langsung dimomong oleh aki semar badranaya.

Kematianya?nah ini dia. ada yg bilang wisanggeni di masukan alam jin. yang pernah saya liat lakonya adalah. wisanggeni dan antasena di jadikan wiji kembali oleh hyang bhatara wenang. sebagai bentuk wujud bhakti untuk kemenangan pandawa.

======

Pemuda tampan berambut lurus…….
Mengapa kau sembunyikan tampan wajahmu dalam caping besar…?
Mengapa kau sembunyikan gagah tubuhmu dalam kasut lusuh…?)

Wisanggeni ….., begitulah nama yang diberikan Sri Kresna
Dia telah dilahirkan….. Tangis pertamanya mengguntur bergulung – gulung menembus keheningan langit dan gunung
Menghentak ketentraman, mencabut kemapanan jagat seolah tak terbendung

Duh jabang memerah……sungguh tampan tiada terkira…..
Terlahir dari rahim Dewi Dresanala sang Dewi dari Khayangan
Dalam peluk perlindungan Hanoman raja segala kera.
Tidak dalam peluk Ayahanda tercinta, Arjuna putra Pandawa…
Ditiup ubun-ubun dengan mantra sakti Hanoman sebagai pelindung jiwa

Kekuatan mahasakti mana lagikah yang mampu menembus mantra pelindung….?
Mengambil wisanggeni dalam lelap tidur berselimut daun talas
Kemana si Jabang bayi lenyap …..?, dibawa lari cahaya putih dalam sekejap….

Tak terbayang maha kemarahan Hanoman…..

Diatas keluasan samudera…,
Batara Brama dalam gundah gulana……
Betapa berat tugas yang diemban…
Menghilangkan Wisanggeni dari peradaban…

”Duh Batara Guru….., tak mengertikah….,tolakan jiwa yang ada…..?”
”Duh batara Guru……, tak mengertikan…., Wisanggeni adalah cucu dicinta…..?”

Lalu…dengan berkaca kaca….
Dilepas jabang memerah dari atas langit samudera….

”Keluarlah dari peradaban..lenyaplah dari simpangan kodrat…., Biarlah samudera luas menjadi kubur bagimu cucuku…..”

Sungguh..
Sebagai titisan Sang Hyang Wenang…….
Samuderapun seolah menyingkap…., dan batara baruna penguasa semua lautan menangkap….

Wisanggeni tumbuh dalam bimbingan Batara baruna dan Antaboga (raja segala ular)

Pemuda tampan berambut lurus……

Mengapa kau sembunyikan wajah tampanmu dalam caping besar…?
Mengapa kau sembunykan gagah tubuhmu dalam kasut lusuh..?

Dan hari harimu adalah pelarian….., pertempuran….., perlawanan…..diburu dan terus diburu……..

Seperti air yang mengalir tak berhenti…, datang berulang berganti ganti….
Begitu sabda Batara Guru…..
Yang menyalahi kodrat merusak tatanan
yang menyalahi kodrat harus ditiadakan
Betapa lelah………

Duh batara jagat dewata……
Mengapakah aku harus ditiadakan, atas kodrat yang tidak pernah aku pilih…?

Sungguh Wisanggeni tak mengerti. …
Ber Ayah Arjuna manusia, beribu Dewi Darsanala dari Sang Hyang jagat Dewa dewi…
Lantaran Sang Manusia dan Dewi…., tak sepantasnya berlahir Anak.
Pakem yang menyinggung harkat tertinggi kemanusiaan Arjuna….
Justru dibiarkanya Sang Dewi Hamil dan dibawa lari turun ke alam manusia….

Sungguh bukan mau Wisanggeni terlahir menyalahi kodrat…
Sungguh bukan mau Wisanggeni membalik tatanan…
Sungguh tak Mengerti, jika Wisanggeni harus ditiadakan….

Lalu kenapakah Sang batara Guru, menghadirkan Dewi Dresanala dalam sisian hidup Arjuna…?

Apakah karena Arjuna telah mengalahkan Raksasa Niwatakacana yang mengobrak obrik Khayangan karena menginginkan Dewi Supraba..?.

Tapi Mengapakah Hanya boleh Bersanding namun tidak boleh bertalian……

Duh Biyung…….., dalam lelah setiap pertempuranya..
Selalu Wisanggeni tak mengerti…….
Kenapa Putera Arjuna ini selalu diburu…dan diburu oleh para Utusan Dewa.
Sungguh bukankah Dewa adalah pengatur dan pelindung segala….
Siapakah yang membuat kodrat …. dan siapakah yang menyalahi kodrat..?

(Pada Akhir cerita……., Wisanggeni…mati bersama sang Antasena menjadi tumbal untuk kemengan Pandawa dalam perang Bharatayudha…..

Dalam pewayangan Wisanggeni adalah maha kesaktian, bisa terbang laksana Gatotkaca, menembus bumi laksana Antareja, dan hidup di lautan laksana Antasena…..)

***

Sumber: http://bharatayudha.multiply.com/journal/item/325

Putri Cermin Cina (Cerita Rakyat Dari Jambi)

Dahulu di daerah Jambi ada sebuah negeri yang diperintah oleh seorang Raja yang bernama Sutan Mambang Matahari. Sutan mempunyai seorang anak laki-laki bernama Tuan Muda Selat dan seorang anak perempuan bernama Putri cermin Cina. tuan Muda Selat adalah seorang pemuda yang berwajah tampan tapi sifatnya sedikit ceroboh. Sedangkan Putri Cermin Cina adakah seorang putrid yang cantik jelita, baik hati, dan lemah lembut.

Pada suatu hari, dating saudagar muda ke daerah itu, saudagar muda itu bernama Tuan Muda Senaning. Mula-mula tujuan Tuan Muda Senaning hanya untuk berdagang, namun saat penjamuan makan Tuan Muda Senaning bertamu dengan Putri Cermin Cina. seketika itu Tuan Muda Senaning jatuh hati pada Putri Cermin Cina. Demikian pula, diam-diam Putri Cermin Cina juga menaruh hati pada Tuan Muda Senaning. Putri Cermin Cina menyarankan untuk Tuan Muda Senaning dating kepada ayahandanya Sutan Mambang Matahari untuk melamarnya.

Tidak lama kemudian tuan Muda Senaning datang mengahadap Sutan Mambang Matahari untuk melamar Putri Cermin Cina. Sutan Mambang Matahari dengan senang hati menerima lamaran Tuan Muda Senaning karena memang Tuan Muda Senaning mempunyai perangai yang baik dan sopan. Tapi Sutan Mambang Matahari terpaksa menunda pernikahan Tuan Muda Senaning dengan Putri Cermin Cina selama tiga bulan karena Sutan harus berlayar untuk mencari bekal pesta pernikahan putrinya. Sebelum berangkat berlayar, Sutan Mambang Matahari berpesan pada Tuan Muda Selat untuk menjaga adiknya dengan baik.

Pada suatu hari, selepas keberangkatan Sutan Mambang Matahari, TuanMuda Senaning dan Tuan Muda Selat asyik bermain gasing di halaman istana. Mereka tertawa tergelak-gelak makin lama makin asyik sehingga orang yang memdengarpun turut tertawa senang. Hal itu mebuat Putri Cermin Cina penasaran dan ingin melihat keasyikan kakaknya dan calon suaminya, ia melihat dari jendela. Kehadiran Putri Cermin Cina terlihat oleh dua orang itu, sambil menoleh kearah jendela, Tuan Muda Senaning melepas tali gasingnya. Gasing Tuan Muda Senaning mengenai gasing Tuan Muda Selat. Karena berbenturan keras sama keras, gasing Tuan Muda Selat melayang dan terpelanting tinggi.

Gasing itu terpelanting kearah Putri Cermin Cina yang melihat dari jendela. Gasing itu berputar diatas kening Putri Cermin Cina. Putri Cermin Cina menjerit kesakitan. Kening Putri Cermin Cina berlumuran darah, ia jatuh ke lantai tak sadarkan diri. semua orang panik dan berusaha menolong Putri Cermin Cina. Namun takdir berkata lain, Putri yang cantik jelita itu akhirnya menghembuskan nafas yang terakhir.

Tuan Muda Senaning sangat merasa bersalah atas kematian Putri Cermin Cina, dia menjadi putus asa dan gelap mata. Dia melihat dua tombak bersilang di dinding, dengan cepat tombak itu di tarik dan di tancapkan ke tanah dengan posisi mata tombak mencuat ke atas. Kemudian Tuan Muda Senaning melompat kearah mata tombak dan seketika itu mata tombak menembus perutnya hingga punggungnya. Tuan Muda Senaning meninggal untuk menyusul Putri Cermin Cina.

Semua warga membantu mengurus dua jenazah orang yang saling jatuh cinta itu. Tuan MudaSelat begitu kalut dan bingung. Ayahandanya pasti marah besar apabila mengethui keadin itu. kedua jenazah itu akhirnya dikuburkan. Jenazah putri Cermin Cina dikubur di tepi sungi, Sedangkan jenazah Tuan Muda Senaning dibawa anak buahnya ke kapal, dan kapal itu berlayar ke seberang. Jenazah Tuan Muda Senaning dikuburkan di tempat itu diberi nama dusun Senaning.

Tuan Muda Selat juga merasa bersalah atas kematian adik tercintanya, dia terus menyalahkan dirinya karena gasingnya, Putri Cermin Cina meninggal dunia. Akhirnya Tuan Muda Selat pergi meninggalkan negerinya bersama orang-orang kampung. Orang-orang yang ikut dengannya ditinggal di suatu tempat dan tempat itu di sebut Kampung Selat. Namun Tuan Muda Selat pergi tanpa memiliki tujuan yang jelas.

Tidak lama kemudian Sutan Mambang Matahari tiba di kampungnya. Sutan bingung karena kampungnya begitu sepi, dia menuju istanan namun hanya tersisa beberapa orang yang menjaga istana beberapa orang yang menjaga istana. Setelah Sutan tahu tentang kejadian sebenarnya, Sutan Mambang Matahari merasa sedih, kemudian ia beserta pengikutnya pergi meninggalkan kampungnya, mereka pergi ke dusun seberang dan mendirikan kampung disana. Kampung itu terletak diantara kubur Tuan Muda Senaning, dan kapal Tuan Muda Selat. Kampung itu bernama Dusun Tengah Lubuk Ruso.

Legenda cerita ini oleh rakyat Jambi dianggap benar-benar terjadi karena ada hubungannya dengan nama-nama kampung di Kabupaten Batanghari, Jambi.

Tema dari cerita rakyat diatas adalah kehidupan muda-mudi yang saling mencintai hingga akhir hayat mereka. Tokoh yang terdapat pada cerita rakyat ini adalah Putri Cermin Cina, Tuan Muda Senaning, Tuan Muda Selat, Sutan Mambang Matahari, pengikut Tuan muda Senaning, dan orang-orang kampung. Putri Cermin Cina mempunyai watak baik hati dan lemah lembut, tuan Muda Senaning Berwatak sopan dan baik, Tuan Muda Selat berwatak agak ceroboh dan hormat pada ornag tuanya, Sutan Mambang Matahari berwatak bijaksana, baik hati dan sangat menyayangi kedua anaknya, sedangkan pengikut Tuan Muda Senaning berwatak setia pada Tuannya dan orang kampung berwatak setia menemani Tuannya, membantu sabisa mungkin. Cerita rakyat yang berjudul Putri Cermin Cina ini menggunakan alur maju karena disepanjang cerita dari awal hingga akhir berjalan secara urut dan teratur. Dan juga menggunakan alur tertutup karena akhir cerita telah diketahui bahwa Putri Cermin Cina meninggal dunia kemudian Tuan Muda Senaning juga ikut bunuh diri karena tidak bisa hidup tanpa Putri Cermin Cina, Tuan Muda Selat pergi meninggalkan kampungnya, dan Sutan Mambang Matahari juga pergi meninggalkan kampungnya karena merasa sedih atas kematian Putrinya dan atas semua yang telah terjadi.

Setting/latar cerita yang terdapat dalam cerita rakyat ini adalah setting waktu disaat Tuan Muda Senaning tiba di kampung Putri Cermin Cina, saat jamuan makan, saat Tuan Muda Senaning melamar Putri Cermin Cina, saat bermain gasing. Sedangkan setting tempatnya adalah di negeri yang yang di pimpin Sutan Mambang Matahari, di halaman istana, di kapal pelayaran, di tepi sungai tempat makam Putri Cermin Cina, Kampung Selat, Dusun Senaning, Dusun Tengah Lubuk Ruso. Setting suansana yang terdapat dalam cerita rakyat ini adalah suasana gembira dan bahagia saat lamaran Tuan Muda Senaning diterima oleh Sutan Mambang Matahari, saat Tuan Muda Senaning dan Tuan Muda Selat bermain gasing bersama, suasana sedih dan haru saat kematian Putri Cermin Cina dan Tuan Muda Senaning. Sudut pandang yang digunakan adalah pencerita serba hadir karena di dalam cerita menggunakan kata ganti “ia atau dia” dan juga dengan menyebutkan nama tokohnya. dalam cerita ini terdapat beberapa majas, yaitu majas metafora dalam kata-kata “ jatuh hati, menaruh hati, dan gelap mata” juga ada majas personifikasi dalam kata “ takdir berkata lain”. Amanat yang terkandung dalam cerita rakyat ini adalah apabila melakukan sesuatu jangan ceroboh karena sedikit kecerobohan akan dapat menimbulkan akibat yang fatal, saat mendapat musibah harus di terima dengan ikhlas karena itu kehendak Yang Kuasa, jangan menghadapi sesuatu dengan gelap mata, semua harus dipikiran dengan matang dan pikiran yang tenang, dan juga jangan melepas tanggung jawab yang telah di bebankan pada kita.

Itulah sinopsis cerita rakyat yang berjudul “Putri Cermin Cina, cerita rakyat dari Jambi” dan analisis cerita rakyat yang mengupas unsure-unsur intrinsic yang terdapat dalam cerita rakyat tersebut. Setiap cerita pasti mengandung amanat yang akan disampaikan pada pembaca, dan semoga amanat yang terkandung dalam cerita rakyat ini dapat bermanfaat bagi kehidupan kita selanjutnya.

***

Sepenggal Hikayat Panji Semirang

Bertumpuk-tumpuk, bertindih-tindih derita menekan jiwa menyesakkan napas Cendera Kirana. Matahari tampak seperti semakin lamban beredar, memanjang-manjang langkah menyongsong hari malam.

Bagi Cendera Kirana siang hari serasa lebih lama dari pada malam. Andaikata ia mampu mendesakkan keinginannya; andaikata ia berkuasa mengatur jalan matahari, pastilah dia hapuskan hari siang. Dia buat hari malam yang abadi. Peduli apa hari siang yang penuh derita, penuh siksa bagaikan neraka! Tetapi hari malam? O, itulah hari nikmat. Hari pembebasan dari segala gangguan serigala-serigala istana, Paduka Liku dan Galuh Ajeng. Pembebasan dari murka Sri Baginda Ah, dia raja sareatnya, namun hakikatnya budak Paduka Liku dan Galuh Ajeng!


Darah tersirap ke kepala Cendera Kirana. Kegemasan mengejangkan urat-urat syaraf. Namun napsu amarah lekas pula menjadi reda, kendur karena pengaruh rasa diri lemah. Karena tak sanggup mendobrak kekuasaan pihak lawan yang jauh lebih besar itu, Cendera Kirana melepaskan angan-angannya. Kembali kepada pikiran-pikiran vang wajar. Sampailah ia pada persoalan mendapatkan jalan ke luar dari tekanan perasaan.

Pada suatu malam sunyi di suatu ruang tertutup, Cendera Kirana berunding dengan Mahadewi dan paman Menteri kepercayaan. Masalah yang dirundingkan tentu gawat, melihat cara mereka berbicara. Sedikit pun tak ada kata-kata yang dapat didengar orang dari luar ruangan.

Mahadewi mengangguk-anggukkan kepala sambil berkata bisik-bisik. “Ibunda setuju dengan maksud anakanda. Ibunda pasti ikut ke mana pun anakkanda pergi. Lebih-lekas kita tinggalkan istana lebih baik.”

Mahadewi dan Cendera Kirana memandang kepada paman Menteri seolah-olah ingin mendengarkan pendapatnya.

“Mamanda bersedia mengantarkan sampai ke tempat yang dikehendaki. Dan rahasia ini akan mamanda simpan baik-baik. Sekarang mamanda mohon diri untuk menyiapkan kendaraan dan perbekalan.”

Ken Bayan dan Ken Sanggit, serta inang pengasuh yang setia kepada Cendera Kirana pada bangun lalu berkemas-kemas. Hampir semua dayang dan inang pengasuh bersatu padu hendak ikut lari dengan Cendera Kirana, putri raja yang mereka cintai. Tengah malam itu mereka sibuk bersiap-siap. Pakaian, senjata, alat-alat dan makanan dimasukkan ke dalam peti atau dibungkus dengan kain lalu dimuat ke dalam kereta.

Setelah segala persiapan selesai, di kala orang-orang masih tidur nyenyak, keluarlah Cendera Kirana dan rombongannya dari istana.

Kereta yang dihela beberapa ekor sapi itu berjalan tanpa dian; menempuh jalan yang diterangi hanya oleh sinar cahaya bintang-bintang di langit.

Sepanjang jalan Galuh Cendera Kirana dan Mahadewi merenung, memikirkan nasib hidup masing-masing. Kejadian-kejadian, suka duka hidup di masa silam, terbayang kembali di depan ruang mata; tampak bermain seperti baru terjadi di hari kemarin. Perasaan yang beraneka ragam timbul tenggelam, bercampur aduk dalam kalbu. Kini kedengaran suara mengeluh, nanti kedengaran suara sedu sedan, ditingkah bunyi roda kereta berderak-derak dan derap kaki sapi. Kereta berjalan perlahan-lahan masuk hutan ke luar hutan, melintasi jalan-jalan sempit, menyusur sungai, menuruni lembah, mendaki bukit. Penghuni hutan terbangun sejenak di malam buta, karena kaget mendengar bunyi kereta. Kera, lutung, dan siamang mengerih-ngerih membangunkan kawan, menggaruk-garuk kepala seperti orang kehilangan akal; menggaruk-garuk kulit perut seperti orang kegatalan karena gangguan kutu busuk. Ada pun yang melompat-lompat, berayun dari dahan ke dahan karena takut. Si burung hantu suaranya menceluk-celuk menyeramkan hati, hingga bulu kuduk tegak berdiri. Keluang, kampret, dan codot pada kaget, terbang berkepak-kepak, meninggalkan buah-buahan yang sedang digerogoti.

Akan tetapi, begitu kereta sapi Cendera Kirana lewat, begitu hilang pula perasaan takut penghuni hutan. Si lutung tidur lagi, ingin meneruskan impiannya yang belum habis. Keluang pun bergantungan lagi pada cabang pohon sambil makan buah-buahan. Sedang si kukukbeluk mengumandangkan suaranya supaya hutan tidak tenggelam dalam kesunyian.

Fajar menyingsing; hari malam hendak berakhir, menyongsong kedatangan sang Batara Surya. Samar-samar kedengaran di kejauhan kokok ayam berbalas-balasan. Suaranya melengking menembus udara, meri saukan hati kelana Galuh Cendera Kirana. Dengan pasti matahari timbul di ufuk sebelah timur, menyinarkan cahaya sepanjang hari, kemudian silam di ufuk sebelah barat.

Namun perjalanan Cendera Kirana tanpa kepastian, tanpa tujuan yang direncanakan; menyongsong masa depan yang lepas tanpa pegangan. Sebaliknya, ia menyerahkan diri kepada kehendak Dewata yang maha mulia, menuruti gerak nurani hatinya.

Kereta bergerak terus, melewati tapal batas Daha, masuk wilayah kerajaan Kuripan. Kereta berhenti di suatu tempat yang sama jauh letaknya antara Daha dan Kuripan.

Galuh Cendera Kirana memeriksa keadaan sekitar tempat itu, lalu timbul keinginannya untuk membuat pesanggrahan di sana. Alat-alat segera dikeluarkan dan lekas pula masing-masing bekerja menurut kecakapan dan keahliannya. Semangat rame ing gawe, sepi ing pamrih, semangat bekerja giat bergotongroyong tanpa mengharapkan upah jasa, melekaskan selesainya pekerjaan, memelihara semangat senang bekerja.

Penghuni hutan kiri kanan tempat pesanggerahan pada menyingkir jauh ke dalam rimba, karena takut jika akan timbul huru-hara.

Galuh Cendera Kirana tersenyum puas melihat hasil kerja dayang-dayang dan inang pengasuhnya, lalu mengajak mereka bersukaria sambil makan-makan dan minum-minum.

“Mamanda Menteri,” kata Galuh Cendera Kirana, “pada hemat hamba tempat ini baik sekali hamba pakai sebagai pangkal usaha mendirikan hidup baru. Hamba berangan-angan hendak menjadikan tempat ini suatu kerajaan. Bagaimana pendapat mamanda Menteri dan ibunda Mahadewi?”

Paman Menteri dan Mahadewi sangatlah bersukacita mendengar maksud Galuh Cendera Kirana dan berjanji hendak membantu sekuat tenaga. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.

Malam hari tiba dan tibalah pula saatnya untuk mengaso. Angin sejuk, cuaca terang, menenteramkan hari penghuni pesanggrahan baru. Sang Bayu meniupkan semangat hidup baru, menambah keberanian dan ketabahan hari Cendera Kirana untuk melanjutkan perjuangan hidupnya.

Galuh Cendera Kirana berdendang sambil menciumi boneka kencana kesayangannya. Hatinya senang dan tenang; pikirannya melayang mengenangkan si pencipta boneka emas, Raden Inu Kartapati.

Pagi-pagi buta Galuh Cendera Kirana bangun, terus menuju pemandian Pusparawan, lalu bersiram dengan air bunga yang serba wangi. Tanpa kelihatan orang, Galuh Cendera Kirana mengenakan pakaian pria. Putri ayu luwes sekarang menjelma menjadi seorang remaja putra yang elok parasnya.

Mahadewi, paman Menteri, dayang-dayang, dan inang pengasuh bukan alang kepalang kaget melihat kesatria cantik tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka. Disangkanya sang Batara Kamajaya turun dari kayangan. Mereka menyembah dengan khidmat sambil menunggu titah sang Batara.

Galuh Cendera Kirana tertawa di dalam hati melihat tingkah laku Mahadewi, paman Menteri, dayang-dayang, dan inang pengasuh demikian, lalu berkata, “Ibunda, mamanda Menteri! Tuan-tuan kiranya tak mengenal hamba. Hamba si anak piatu, Galuh Cendera Kirana.”

Mula-mula Mahadewi tidak percaya; masih juga ia melihat keheran-heranan. Akan tetapi akhimya Mahadewi yakin, bahwa kesatria itu betul-betui Galuh Cendera Kirana. Mahadewi bangkit dari tempat duduknya, lalu memeluk Cendera Kirana sambil tertawa girang dan memuji-muji.

Akan tetapi paman Menteri, dayang-dayang, dan inang pengasuh tampaknya masih ingin bertanya, “Apakah maksud Tuan Putri menyamar?” Cendera Kirana berkulum senyum sambil menundukkan kepala, menahan geli hatinya. Kemudian Putri berkata dengan sungguh-sungguh, “Ibunda Mahadewi dan mamanda Menteri. Hari ini hamba bermaksud hendak meresmikan tempat kedudukan kita ini sebagai suatu kerajaah. Kerajaan baru di bawah perintah hamba. Selain itu hamba resmikan pula nama hamba yang baru, yaitu Panji Semirang Asmarantaka.”

Hening sebentar. Tampak mata Mahadewi cemerlang karena kegirangan. Paman Menteri mengangguk-anggukkan kepala menandakan setuju. Dayang-dayang dan inang pengasuh berpandang-pandangan sambil tersenyum girang.

“Mamanda Menteri,” kata Panji Semirang. “Hamba mohon mamanda menyimpan baik-baik rahasia hamba. Biarkanlah orang-orang di Daha melupakan hamba. Hamba hendak berkelana, hendak membuat lembaran baru dalam lakon hidup hamba. Sekarang selesai sudah maksud mamanda Menteri menyelamatkan hamba ke luar dari istana, neraka dunia bagi hamba itu. Hamba tak lupa mengucapkan terima kasih banyak-banyak atas jasa mamanda Menteri. Semoga Dewata yang maha mulia melimpahkan karunia kepada mamanda Menteri. Dengan hantaran doa selamat hamba ikhlaskan mamanda Menteri pulang ke Daha.”

Paman Menteri Daha terharu hatinya mendengar kata-kata Panji Semirang sedemikian. Maklumlah, sebab ia mengenal Tuan Putri sejak kecil, sejak masih dalam asuhan mendiang permaisuri Puspa Ningrat. Sesungguhnya, berat hatinya meninggalkan Tuan Putri. Namun apa boleh buat!

Setelah paman Menteri Daha mundur, mulailah Panji Semirang mengatur pekerjaannya, dibantu oleh ibunda Mahadewi.

***

Putri Serindang Bulan

Tersebutlah dalam kisah, pada zaman dahulu sebelum ada nama Muara Ketahun, ada nama Sungai Serut. Setelah ditinggali oleh Putri Serindang Bulan, selama setahun, maka dinamailah wilayah itu Muara Setahun (sekarang Ketahun).

Konon pada zaman dahulu ada seorang putri raja yang cantik jelita bernama Putri Serindang Bulan. Oleh karena kecantikannya yang tiada taranya, maka banyak orang yang jatuh hati kepadanya. Sudah banyak pemuda yang tertambat hatinya ingin mempersunting Putri Serindang Bulan. Tetapi Putri Serindang Bulan sendiri belum memikirkan untuk hidup berumah tangga. Walaupun pada saat itu, usia Putri Serindang Bulan sudah cukup dewasa untuk hidup berkeluarga.


Sebagai anak bungsu, Putri Serindang Bulan selalu menunjukkan rasa hormatnya kepada keenam kakak kandungnya. Karena keenam kakak kandungnya belum juga menikah, maka Putri Serindang Bulan tidak mau mendahului. Oleh sebab itulah Putri Serindang Bulan belum bersedia menerima pinangan.

Tentu saja sikap Putri Serindang Bulan itu mengecewakan banyak orang, termasuk pula keenam kakaknya. Keenam kakak kandungnya merasa kecewa dan menanggung malu, karena adiknya tidak mau segera menikah. Padahal keenam kakaknya berniat kawin beleket, setelah Putri Serindang Bulan menikah dahulu. Oleh sebab itulah, pada suatu hari dipanggilnya Putri Serindang Bulan oleh keenam kakaknya.

Di sebuah Balai Panjang Istana, duduklah berkumpul tujuh kakak beradik mengadakan rapat keluarga. Dalam rapat tersebut, keenam kakaknya mendesak agar Putri Rindang Bulan segera menikah. Sebagai adik bungsu yang selalu hormat kepada kakak-kakaknya, Putri Serindang Bulan pun tak kuasa menolaknya. Walaupun dalam hati sebenarnya, Putri Serindang Bulan belumlah menemukan jodohnya.

Rupanya sikap Putri Serindang Bulan yang sudah lunak itu segera tersiar keseluruh penjuru wilayah kerajaan. Tentu saja banyak yang menyambutnya dengan sukacita. Terlebih anak para raja yang sudah lama memendam rasa cintanya ingin mempersunting Putri Serindang Bulan.

Tak seberapa lama kemudian, datanglah utusan dari seorang Pangeran Muda yang tampan menghadap Sang Baginda Raja Wawang. Kedatangannya tak lain bermaksud mempersunting Putri Serindang Bulan yang terkenal eloknya. Raja Wawang dan keenam kakak-kakaknya itupun segera menerima dengan penuh suka cita. Maka, segeralah disusun rencana hari bimbangnya.

Ketika dipertemukan kedua calon mempelai, tiba-tiba paras Putri Serindang Bulan yang semula cantik berubah amat buruk. Wajah dan kulit Putri Serindang Bulan telah terkena penyakit kusta yang menjijikkan. Dilihatnya wajah Putri Serindang Bulan yang amat menjijikkan itu, maka bergegaslah Pangeran Muda itu meninggalkan Balai bimbang. Utusan Pangeran Muda itupun segera membatalkan acara pernikahan, dan pulang dengan hati kecewa.

Apa hendak dikata, jikalau batang sudah berarang, itulah kenyataannya. Keluarga Raja Wawang dan keenam kakaknya pun tak dapat menyalahkan pembatalan utusan Pangeran Muda itu. kecuali hanya menanggung malu dan rasa sedih akan kejadian yang sungguh diluar jangkauan akal manusia.

Akan tetapi, tak lama kemudian setelah para utusan itu pulang, tiba-tiba penyakit kusta Putri Serindang Bulan itu hilang seketika. Wajah dan kulit yang buruk dan menjijikkan itu kini telah menjadi bersih dan cantik kembali. Raja Wawang dan keenam kakaknya menyambutnya dengan gembira. Dan kabar telah sembuhnya Putri Serindang Bulan dari penyalit kusta itu pun segera menyebar ke segala penjuru kerajaan.

Pada hari berikutnya, datanglah seorang pemuda gagah dan tampan bersama rombongannya masuk ke istana. Pemuda dan rombongannya itu segera menyatakan maksudnya untuk mempersunting Putri Serindang Bulan. Perundingan segera dilakukan, acara bimbang pun telah diserapatkan.

Suatu hari ketika kedua mempelai dipertemukan, kejadian aneh terulang kembali. Tiba-tiba wajat dan kulit Putri Serindang Bulan berubah buruk dan menjijikkan. Semua yang melihat sangat terkejut, terlebih calon mempelai laki-laki. Setelah dilihatnya seluruh wajah dan kulit Putri Serindang Bulan berubah buruk dan menjijikkan, maka berlarilah calon mempelai laki-laki itu meninggalkan Balai Panjang Istana. Demikian juga dengan rombongannya. Maka batallah rencana perkawinan Putri Serindang Bulan untuk kedua kalinya. Keluarga Raja Wawang beserta keenam kakaknya pun menanggung rasa malu yang amat besar.

Peristiwa itu sungguh luar biasa anehnya. Sebab begitu dibatalkan, tiba-tiba penyakit kusta Putri Serindang Bulan hilang seketika. Wajah dan kulitnya yang amat buruk dan menjijikkan itu telah kembali seperti semula. Bahkan wajah dan kulitnya pun tak berbekas sedikitpun. Peristiwa itu sungguh mentakjubkan banyak orang.

Peristiwa itu terus terjadi tanpa disadarinya. Jikalau dihitung, sudah ada sembilan orang yang membatalkan pernikahannya dengan Putri Serindang Bulan. Raja Wawang dan keenam kakaknya pun kian lama kian murka dibuatnya. Keenam kakaknya pun mulai menaruh curiga buruk terhadap adik bungsunya, Putri Serindang Bulan.

Dibuang Setahun

Akibat pembatalan pernikahan yang terus menerus itu, hubungan antara Putri Serindang Bulan dengan keenam kakaknya itu semakin jauh. Putri Serindang Bulan mulai dimusuhi oleh kakak-kakaknya. Bahkan ada yang berniat untuk menyingkirkannya, karena dianggap menjadi sumber petaka bagi keluarga kerajaan.

Pada suatu hari berkumpullah keenam kakaknya di sebuah ruangan istana yang dirahasiakan. Pertemuan keenam kakak-kakaknya itu membahas rencana menyingkirkan adik bungsunya. Salah satu kakaknya mengusulkan agar adik bungsunya di bawa ke hutan lalu dibunuhnya. Kemudian diusulkan pula, bahwa yang membawa si bungsu itu sebaiknya Karang Nio. Sebab, Karang Nio adalah kakak si bungsu yang kelima, yang dinilai lebih dekat dengan adik bungsunya.

Semula Karang Nio keberatan dengan usulan kakak-kakaknya yang merencanakan akan membunuh si bungsu. Tetapi karena yang lainnya menyetujui, maka Karang Nio tak dapat berbuat banyak kecuali melaksanakannya. Kemudian dibuat kesepakatan sebagai tanda bukti, bahwa Karang Nio harus membawa setabung darah si bungsu, dan bukti penigasan (irisan) bagian telinganya.

Setelah segala sesuatunya telah dipersiapkan, maka pergilah Karang Nio menemui adiknya si bungsu Putri Serindang Bulan. Kemudian diajaknya Putri Serindang Bulan pergi jalan-jalan. Putri Serindang Bulan mulanya tak menaruh curiga kepada kakaknya, tetapi setelah perjalanannya semakin jauh masuk ke hutan, perasan Putri Serindang Bulan semakin takut tak karuan.

Setibanya di tengah hutan, Karang Nio segera mengajak Putri Serindang Bulan untuk beristirahat sejenak. Disaat beristirahat itulah, Putri Serindang Bulan bertanya kepada kakaknya. “Tiadalah pernah sekali-kali kakak membawaku sampai sejauh ini. Adakah gerangan hingga kakak membawaku ketengah hutan yang amat sunyi ini?” Mendengar pertanyaan yang amat menyentuh hati itu, tiadalah Karang Nio mampu menjawab barang sepatah katapun. Bibirnya seperti terkunci rapat, hingga tak keluar suara sedikitpun dari rongga mulutnya. Dalam lubuk hati yang terdalam, Karang Nio sungguh tiada sanggup untuk membunuh adik bungsunya.

Setelah dipikirkannya masak-masak, lalu berceritalah Karang Nio kepada adik bungsunya. Dikatakannya terus terang, bahwa ia disuruh oleh kakak-kakaknya untuk membunuh Putri Serindang Bulan. Kakak-kakaknya merasa menanggung malu akibat perbuatan si bungsu. Untuk menghapus rasa malu, maka diputuskan untuk membunuh Putri Serindang Bulan di tengah hutan. Dan kelak jikalau kakak kembali harus membawa tanda buktinya, irisan sebagian dari telinganya.

Mendengar pengakuan tulus dari kakaknya itu, Putri Serindang Bulan segera menyadari akan nasibnya. Maka berkatalah Putri Serindang Bulan dengan bijaknya: “Jikalau demikian adanya, lakukanlah segera kanda. Adik serahkan sepenuhnya nyawa ini kepada kakanda.” Maka Karang Nio pun segera membalasnya, “Sungguh hati kecil kakanda tiadalah tega untuk melakukannya. Sebab, kakanda amat kasih dan sayang semata kepada adinda.”

Setelah berpikir sejenak, Karang Nio lalu memotong seekor anjing. Darah anjing itu kemudian ditempatkan pada sebuah tabung yang dibawanya. Maka berkatalah kepada adiknya; “inilah bukti yang akan aku tunjukkan kepada mereka. Oleh karena harus ada tanda bukti lain, maka izinkanlah kakanda melukai barang sedikit daun telinga sebelah belakang adinda. Kelak jikalau kita dipertemukan kembali, kakanda dapat menemukan tanda itu pada diri adinda. Sebaliknya, kakanda juga akan melukai telunjuk jari kakanda sendiri, sebagai tanda pengingat pada adinda.”

Kemudian Karang Nio mengajak Putri Serindang Bulan pergi menuju ketepian sungai keramat Ulau Deus. Karang Nio segera membuat rakit untuk melepas Putri Serindang Bulan. Setelah rakit jadi, lalu dilepaslah Putri Serindang Bulan hingga terbawa arus sungai.

Konon ceritanya setiap daerah yang dilewati Putri Serindang Bulan itu menjadi sebuah dusun. Maka jadilah sebuah dusun yang bernama Dusun Raja. Tak terasa setahun sudah Putri Serindang Bulan menyisiri sungai dengan rakitnya. Setelah sampai di sebuah muara, maka diberilah nama daerah dengan itu nama Muara Setahun ( sekarang menjadi Ketaun).

Setibanya di muara Setahun, Putri Serindang Bulan segera menaikkan rakitnya ketepian sungai. Selanjutnya Putri Serindang Bulan menaiki tebing dan membuat tempat tinggal disana. Tempat tinggal Putri Serindang Bulan diatas tebing itu, kemudian diberi nama Tepat Masat. Di tempat inilah Putri Serindang Bulan tinggal dalam waktu yang cukup lama.

Bertemu Raja Indrapura

Pada suatu ketika, ada sebuah perahu yang melewati muara sungai Setahun. Pemilik perahu itu adalah seorang raja dari Indrapura yang bernama Tuanku Raja Alam. Ketika perahu melewati muara, Tuanku Alam Raja melihat cahaya kemilau yang memancar di atas tebing. Oleh karena rasa penasarannya, maka segeralah Tuanku Raja Alam mendekati dan menaiki tebing itu.

Sesampainya di atas tebing, cahaya yang kemilau itu tiba-tiba hilang, dan yang ada hanyalah sebuah bangunan rumah. Maka segeralah Tuanku Raja Alam mendekati bangunan rumah itu, lalu mengetuk pintunya. Tak lama kemudian, muncullah Putri Serindang Bulan dari dalam rumah itu. Tuanku Raja Alam sangat terkejut melihat Putri Serindang Bulan yang memiliki paras nan elok dan jelita.

Keduanya pun saling berkenalan. Kemudian Putri Serindang Bulan menceritakan asal mula kejadiannya hingga terdampar di muara Sungai Ketahun. Mendengar penuturan kisah Putri Serindang Bulan yang amat lembut itu, Tuanku Raja Alam menjadi terharu dan kian terpikat olehnya. Tuanku Raja Alam juga menceritakan tentang kegemarannya pergi berburu kehutan-hutan, hingga akhirnya bertemu dengan Putri Serindang Bulan.

Setelah keduanya saling bercerita, Tuanku Raja Alam kemudian mengutarakan niatnya untuk membawa Putri Serindang Bulan ke istana Indrapura. Putri Serindang Bulan pun menyambutnya dengan penuh sukacita. Maka segeralah mereka berangkat menuju istana kerajaan Indrapura.

Calon Permaisuri Raja

Tak seberapa lama kemudian, tibalah rombongan Tuanku Raja Alam bersama Putri Serindang Bulan di istana kerajaan Indrapura. Maka segeralah Tuanku Raja Alam mengumpulkan para hulubalang, serta memanggil empat penghulu kerajaan untuk mengadakan kerapatan.

Di hadapan para pembesar dan empat penghulu kerajaan Indrapura, Putri Serindang Bulan segera menceritakan kembali kisah sedih hidupnya hingga akhirnya bertemu dengan Tuanku Raja Alam. Mendengar kisah hidup Putri Serindang Bulan itu, para pembesar kerajaan beserta empat penghulu menjadi terharu karenanya.

Tuanku Raja Alam kemudian menyatakan niatnya untuk mempersunting Putri Serindang Bulan. Oleh karena takut akan terjadi peristiwa yang sama, maka empat penghulu itu minta waktu tiga hari. Setelahj genap waktu tiga hari, maka menghadaplah keempat penghulu itu. mereka menyetujui perkawinanTuanku Raja Alam dengan Putri Serindang Bulan. Dan menjamin tidak akan terjadi apa-apa, karena Tuanku Raja Alam sudah mempunyai enam orang istri. Tetapi untuk terlaksananya sarana adat perkawinan itu, wali dari calon mempelai harus didatangkan. Itulah sa;ah satu syarat yang harus dilaksanakan agar perkawinan itu sah adanya. Setelah mendapat keterangan dari keempat penghulu itu, Tuanku Raja Alam pun dapat memakluminya.

Bimbang Besar

Tak seberapa lama lagi, kerajaan Indrapura akan menyelenggarakan acara pesta pernikahan antara Tuanku Raja Alam dengan Putri Serindang Bulan secara besar-besaran. Menurut adat tradisi yang berlaku di kerajaan Indrapura, pesta pernikahan secara besar-besaran itu disebut bimbang besar atau bimbang gedang.

Sesuai dengan syarat adat yang berlaku di negeri itu, calon wali mempelai wanita harus dihadirkan sebagai wali saksi. Oleh sebab itulah, Putri Serindang Bulan segera mengirim kabar kepada ayahanda dan keenam kakaknya.

Raja Wawang dan keenam kakaknya sangat terkejut mendapat kabar bahwa si bungsu Serindang Bulan masih hidup. Bahkan keluarga kerajaan merasa senang mendapat kabar Putri Serindang Bulan akan dipersunting oleh Tuanku Raja Alam dari kerajaan Indrapura. Ingin rasanya Raja Wawang menghadiri acara bimbang besar di kerajaan Indrapura.

Akan tetapi, apa hendak dikata. Maksud hati ingin memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai. Oleh karena usianya yang sudah lanjut, maka Raja Wawang tak dapat menghadiri acara bimbang besar putrinya. Maka Raja Wawang segera mengutus keenam anaknya (kakak-kakak Putri Serindang Bulan) untuk mewakili pernikahan si bungsu.

Pada hari yang telah disepakatkan, berangkatlah keenam kakak Putri Serindang Bulan ke negeri Indrapura. Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya tibalah mereka di negeri Indrapura. Sesampainya di istana kerajaan Indrapura, mereka segera menghadap Tuanku Raja Alam. Setelah memperkenalkan diri, mereka lalu menyampaikan maksud kedatangannya. Mereka bermaksud meminta uang beleket, yaitu uang tebusan sebagai pengganti si bungsu yang akan diambil oleh Tuanku Raja Alam.

Mendengar permintaan keenam kakak Putri Serindang Bulan itu, Tuanku Raja Alam akan mengabulkan permintaan kakak beradik itu, dengan syarat mereka harus dapat mengenali Putri Serindang Bulan.
Apabila mereka masih dapat mengenali Putri Serindang Bulan, Tuanku Raja Alam akan memenuhi permintaannya, dan akan diberi berbagai macam hadiah.

Sebaliknya, jikalau tak satu pun dari mereka yang bisa menebak, maka uang beleket itu tak akan diberikan. Bahkan Tuanku Raja Alam mengancam akan menghukum mereka. Karena sudah kepalang basah, maka mereka pun menyatakan kesediaannya.

Tak seberapa lama. Tuanku Raja Alam segera memanggil tujuh wanita yang wajahnya mirip dengan Putri Serindang Bulan untuk dihadapkan kepada mereka.

Keenam kakak-beradik itupun segera mengamati satu persatu ketujuh wanita yang amat jelita parasnya. Kakak yang pertama menyerah, karena tidak dapat mengenali lagi wajah si bungsu Putri Serindang Bulan. Selanjutnya, disusul oleh kakak keduanya. Kakak keduanya juga tidak mampu mengenali lagi wajah si bungsu adiknya.

Kini giliran kakak yang ketiga. Ternyata kakak yang ketiga pun tak mengenal lagi mana adiknya yang sebenarnya. Demikian juga kakak keempat dan kelima. Keduanya sama-sama tidak mampu menebaknya. Suasanapun menjadi amat menegangkan, perjanjian sudah disepakati bersama. Jikalau tak satupun ada yang bisa menebak siapa adiknya, maka tamatlah riwayat mereka, sebab mereka akan dibunuhnya.

Kini mereka bergantung kepada Karang Nio. Ketika giliran jatuh pada Karang Nio, yaitu kakaknya yang keenam, Karang Nio tiba-tiba teringat pada peristiwa masa silam. Bahwa ia pernah memberikan sebuah tanda pada diri adiknya, yaitu dengan melukai daun telinga adiknya dibagian belakang. Maka, segeralah Karang Nio memeriksa satu-persatu daun telinga ketujuh wanita itu. ketika Karang Nio memeriksa daun telinga salah satu dari ketujuh wanita itu, ternyata diketemukan sebuah tanda. Setelah Karang Nio dapat menemukan tanda itu, maka Karang Nio semakin yakin bahwa wanita itu tidak lain adalah si bungsu Putri Serindang Bulan. Karang Nio pun segera menghadap Tuanku Raja Alam. Lalu berkata : “Tuanku Raja Alam, inilah si bungsu hamba Putri Serindang Bulan. Sebab hambalah yang memberikan tanda itu, sebelum hamba menghanyutkannya ke sungai.” Kemudian Karang Nio kembali lagi mendekati Putri Serindang Bulan, seraya berkata: ”Oi Dindaku sayang engkau seorang, kini jodoh sudah ada di depan. Tentunya, Dinda pun telah mengenali kami.” Karang Nio pun segera memperlihatkan tanda pengenal, yaitu luka yang ada pada telunjuk jarinya.

Kedua kakak beradik itupun segera berangkul melepas rasa rindu. Melihat kedua kakak beradik yang telah bertemu, maka suasana dalam istana karajaan Indrapura seketika menjadi penuh haru. Tuanku Raja Alam pun dapat memakluminya. Maka, legalah hati kakak beradik itu, karena tidak jadi dihukum oleh sang raja. Tuanku Raja Alam pun tiada jadi menghukumnya. Sebaliknya, Tuanku Raja Alam segera membayar uang jujur sebesar enam ruas bambu emas kepada masing-masing kakak beradik Putri Serindang Bulan itu.

Pesta perkawinan antara Tuanku Raja Alam dan Putri Serindang Bulan pun segera diadakan. Bimbang besar telah digelar selama tujuh hari tujuh malam lamanya. Seluruh rakyat negeri itu pun turut bersuka cita menyambut acara bimbang besar. Segala perabot bimbang. Musik gong, kulintang, redap, dan gendang pun dibunyikan bertalu-talu. Tua muda, bujang dan gadis pun turut mengisi berbagai macam tarian.

Muara Urai

Usai pelaksanaan bimbang besar, keenam kakak beradik itu segera berpamitan kepada Tuanku Raja Alam dan Putri Serindang Bulan. Mereka pulang dengan masing-masing membawa setabung bambu berisi emas. Tetapi sayang tabung bambu berisi emas itu jatuh di dasar laut, ketika biduk yang ditumpanginya pecah di tengah laut. Kecuali tabung bambu emas milik Karang Nio. Kemudian mereka mendarat di Serangai, dan terus berjalan menyisiri sebuah muara. Disanalah mereka saling bertikai dan berebut tabung emas milik Karang Nio yang selamat. Ketika mereka saling berebut, tabung emas milik adiknya itupun jatuh terurai. Tempat jatuhnya emas yang terurai itu, kemudian dinamakan Muara Urai. Melihat emas telah jatuh terurai, maka segeralah mereka berebut mendapatkannya. Akhirnya mereka pun mendapat bagian emas dari adiknya.

Setelah mendapatkan emas secukupnya, kemudian mereka saling berpisah. Adiknya yang keenam, yaitu Karang Nio segera menuju ke sebuah tempat yang dianggapnya aman dari segala gangguan. Akhirnya sampailah Karang Nio tiba di sebuah muara dan menetap disana. Tempat menetap Karang Nio itu kemudian diberi nama Muara Aman.

Melahirkan Anak Calon Raja

Sementara itu kehidupan Putri Serindang Bulan, tampak selalu bahagia. Meskipun raja sudah memiliki enam orang isteri, tetapi perhatian dan kasih sayangnya lebih banyak dicurahkan kepada Putri Serindang Bulan. Karena Putri Serindang Bulan adalah permaisurinya. Sedangkan yang lainnya hanyalah isteri selirnya.

Waktu terus berlalu dengan cepatnya. Jalinan kasih sayang Tuanku Raja Alam dan Putri Serindang Bulan kian menunjukkan buahnya. Tak seberapa lama, maka mengandunglah Putri Serindang Bulan. Tuanku Raja Alam pun menerimanya dengan amat suka citanya. Setelah menuju kesembilan bulan lewat sepuluh hari, Putri Serindang Bulan pun akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu kemudian diberi nama Raja Bendar Panglimo Koto.

Sebagai ibu yang amat kasih dan sayang kepada anaknya, maka Putri Serindang Bulan tak henti-hentinya membuai dan menimang-nimang si kecil Raja Bendar Panglimo Koto. Walaupun sudah ada segenap inang dan dayang-dayang kerajaan yang siap mengasuh dan melayani si kecil, tetapi Putri Serindang Bulan lebih senang merawat dan mendidiknya sendiri. Oleh sebab itulah Putri Serindang Bulan tidak mau menyerahkan anaknya kepada inang dan dayang-dayangnya.

Rupanya Putri Serindang Bulan ingin sekali agar si kecil Raja Bendar Panglimo Koto kelak hingga dewasa selalu menghormati dan menghargai kedua orang tuanya. Dibawah asuhan kasih sayang ibundanya, Raja Bendar Panglimo Koto semakin tumbuh dan berkembang menjadi seoarng anak remaja dengan kepribadian yang baik.

Menjadi Raja di Ketahun

Setelah beranjak dewasa, Tuanku Raja Alam berkehendak agar Raja Panglimo Koto dapat menggantikan kedudukannya menjadi raja di Indrapura. Akan tetapi, sang anak yang telah mendapatkan pendidikan dan ajaran ibunya, tidak ingin mengharap warisan sang ayah. Raja Bendar Panglimo Koto, lebih senang jikalau dapat dengan bebas menentukan nasib jalan hidupnya sendiri.

Atas kebijaksanaan Putri Serindang Bulan, Raja Bendar Panglimo Koto kemudian disuruhnya pergi ke daerah Ketahun untuk membuat dusun. “Duhai Anakanda pujaan Bunda, jikalau Anakanda hendak merantau di negeri lain dan ingin menjadi raja di sana, maka pergilah ke Ketahun. Kelak anakanda akan menjadi raja disana. Sebab ibunda pernah tinggal berlama di sana”. Mendengar penuturan ibunya yang penuh bijaksana itu, maka semakin terbukalah tekad Raja Bendar Panglimo Koto.

Pada hari yang baik, maka berpamitlah Raja Bendar Panglimo Koto kepada kedua orang tuanya. Tuanku Raja Alam pun tak kuasa menahan keinginan anaknya. Sebagai orang tua yang amat sayang kepada anaknya, tentu saja Tuanku Raja Alam tidak ingin anaknya mendapat kesulitan dijalan. Oleh sebab itulah, Tuanku Raja Alam memerintahkan hulubalang dan anak buah secukupnya untuk turut menyertai keberangkatan anaknya. Segala macam bekal keberangkatan juga telah dipersiapkan oleh Putri Serindang Bulan.

Sebelum berangkat, Putri Serindang Bulan berpesan kepada anaknya, agar kelak setelah berhasil membuat dusun disana, segera memberikan kabar ke Indrapura. Putri Serindang Bulan juga berjanji, jikalau kelak Raja Bendar Panglimo Koto telah menjadi raja disana, maka ibunya akan segera datang berkunjung.

Setelah segala macam bekal telah dipersiapkan, maka Raja Bendar Panglimo Koto segera mohon do’a restu kedua orang tuanya untuk merantau ke negeri Ketahun. Dengan disertai do’a restu oleh kedua orang tuanya, berangkatlah Raja Bendar Panglimo Koto beserta anak buahnya menuju Muara Ketahun.

Perjalanan yang amat panjang dan penuh rintangan, memerlukan semangat dan perjuangan yang keras. Dengan semangat dan perjuangan yang keras itulah pada akhirnya rombongan Raja Bendar Panglimo Koto sampai di Muara Ketahun. Sesampainya disana, kemudian ia mendirikan sebuah dusun yang diberi nama Dusun Muara Dua ( sekarang Kualalangi ). Dan dusun itu kemudian berkembang menjadi sebuah negeri yang amat subur dan makmur. Disitulah Raja Bendar Panglimo Koto memerintah rakyatnya dengan amat bijaksananya.

Sementara itu, anak buahnya yang menyertai dari negeri Indrapura disuruh menempati dusun disebelahnya, yaitu Dusun Raja. Dusun itulah yang dulu pernah disinggahi Putri Serindang Bulan ketika hanyut terbawa oleh arus sungai yang amat deras.

Sesuai dengan pesan ibundanya, maka Raja Bendar Panglimo Koto segera mengirim utusan ke negeri Indrapura untuk mengabarkan tentang keberhasilannya membangun sebuah dusun. Di damping itu, Raja Bendar Panglimo Koto juga membawakan bermacam bingkisan untuk kedua orang tuanya.

Setelah menempuh perjalanan yang amat jauh, sampailah utusan dari negeri Muara Dua itu di negeri Indrapura. Maka segera menghadap Tuanku Raja Alam dan Putri Serindang Bulan. Kemudian diceritakan kabar baik tentang Raja Bendar Panglimo Koto yang kini telah menjadi raja di negeri Muara Dua. Mendengar kabar baik dari anaknya, Tuanku Raja Alam dan Putri Serindang Bulan menjadi amat suka cita hatinya.

Dari Indrapura Hingga Ketahun

Putri Serindang Bulan pun teringat akan janjinya. Sebagai seroang ibu yang amat bijak dan berpegang teguh pada janjinya, maka Putri Serindang Bulan ingin segera datang ke negeri anaknya. Sebetulnya Tuanku Raja Alam berat hati jikalau isterinya itu bepergian jauh. Akan tetapi, karena sudah berpegang janji, maka sang raja tak dapat menahannya.

Pada hari yang baik, maka berpamitlah Putri Serindang Bulan kepada sang raja. Atas kebijaksanaan sang raja, Putri Serindang Bulan dikawal oleh segenap hulubalang dan anak buah secukupnya. Segala bekal untuk perjalanan telah dipersiapkan. Demikian juga dengan beberapa tabung bambu berisi emas sebagai hadiah dari raja Indrapura. Maka segeralah rombongan Putri Serindang Bulan itu berangkat meninggalkan negeri Indrapura menuju Muara Ketahun.

Konon kisah selanjutnya, sampailah Putri Serindang Bulan di sebuah pantai. Terlihat oleh Putri Serindang Bulan, ada sebuah pohon besar yang tumbuh dekat pantai itu yang berbentuk seperti muka orang. Oleh karena pohon tersebut seperti muka orang, Putri Serindang Bulan segera menyebut tempat itu dengan nama Muko-Muko. Sebelum Putri Serindang Bulan melanjutkan perjalanannya, disuruhlah anak buahnya untuk mencari sebuah sungai untuk membersihkan muka dan badannya. Kemudian ditunjukkanlah sebuah sungai yang ternyata airnya amat sedikit. Melihat air sungai yang amat sedikit itu, maka sungai itu di beri nama Sungai Air Dikit.

Perjalanan segera dilanjutkan. Setelah menempuh perjalanan yang amat berliku dan banyak rintangan, sampailah rombongan Putri Serindang Bulan di wilayah Ketahun. Putri Serindang Bulan amat terkejut ketika memasuki sebuah dusun. Ternyata kedatangannya telah lama dinanti-nantikan oleh penduduk dusun itu. Oleh Putri Serindang Bulan, dusun itu kemudian diberi nama Dusun Suka Menanti.
Setibanya di Muara Dua, Putri Serindang Bulan segera disambut dengan suka cita oleh Raja Bendar Panglimo Koto. Setelah dapat bertemu kembali, ibu dan anak itupun segera melepas kerinduannya. Konon ceritanya, Putri Serindang Bulan cukup lama tinggal di Muara Dua, karena ingin mengenang kembali kisahnya. Putri Serindang Bulan juga mengunjungi tempat-tempat yang pernah dilaluinya. Putri Serindang Bulan cukup lama tinggal di negeri anaknya, dan masih belum ingin kembali ke Indrapura. Tiba-tiba timbul perasaan rindu kepada kedua orang tuanya dan kakak-kakaknya. Oleh sebab itulah, maka segeralah Putri Serindang Bulan pergi mengunjungi kedua orang tuanya serta keenam kakaknya.

Terhadap kakaknya yang keenam, yaitu Karang Nio, Putri Serindang Bulan banyak menyimpan kenangan tersendiri. Oleh sebab itulah Putri Serindang Bulan tidak dapat melupakan kebaikan hati kakak keenamnya.

Suatu hari, Putri Serindang Bulan pernah mengirimkan berbagai macam hadiah kepada anak-anaknya Karang Nio. Anak-anak Karang Nio pun menerimanya dengan suka cita. Bahkan Putri Serindang Bulan sering datang berkunjung ke tempat tinggal Karang Nio di Muara Aman.

Diceritakan kembali oleh :
Agus Setiyanto Z

***

-

Arsip Blog

Recent Posts