Menyatukan Bangsa Lewat Musik Melayu

Jakarta - Ketika politik memisahkan, musik Melayu menyatukan kita. Demikian pesan besar Jakarta Melayu Festival 2014. Setelah konser bertema Bulan di Pagar Bintang 16 Januari 2013, juga Konser Kemerdekaan Musik Melayu 'SEROJA', 30 Agustus 2013, Gita Cinta Production kembali menggelar pergelaran budaya Jakarta Melayu Festival 2014, yang merupakan konser tahunan musik melayu, yang kali ini bertema "Melayu Menyatukan Kita".

Konser musik melayu akan diselenggarakan pada Jumat 22 Agustus 2014 Pukul 19.00 sd 24.00 bertempat di Theater Jakarta Taman Ismail Marzuki Jalan Cikini Raya Jakarta Pusat itu, sebagaimana dikatakan Geisz Chalifah, produser Gita Cinta Production di Jakarta, menghadirkan para penyanyi dengan kemampuan olah vokal yang baik. Selain itu ada padu dengan para penari melayu dari Kosentra Sumut.

Nama sejumlah pendukung pertunjukan seperti Fadly (Padi), Uma Tobing (Juara Indonesia Mencari Bakat Trans TV), Novi Ayla (KDI), Rafly Kande, Darmansyah Ismail, Niken Astri (KDI), Duo Shahab, Amigos Band serta musisi ternama Hendri Lamiri (Biola) , Buthonk (Accordion), dibawah arahan Music Director Anwar Fauzi Orchestra, dipastikan turut serta. Yang pasti, ujar Geisz, konser nanti, paduan musik yang dinamis dan memukau.

Geisz juga mengatakan miris dengan dampak negatif globalosasi, yang menggerus budaya dan seni bangsa Indonesia. Termasuk dampak musik pop yang di matanya mengalahkan musik asli Indonesia. Oleh karenanya dia mengagas konser musik melayu yang selaras dengan semangat zamannya. "Tanpa harus menghilangkan subtansi nilai yang di kandungnya," tambah dia.

Sementara menurut Anis Baswedan, ikhtiar untuk menjaga tradisi musik melayu sepatutnya mendapatkan dukungan yang sangat besar. "Meski seringkali kegiatan festifal musik melayu perlu ditingkatkan lebih jauh, agar kita mampu membawa musik Melayu ke level global," katanya sembari menambahkan, musik Melayu bisa diikhtiarkan sebagai trend musik dunia.

Fadli menambahkan, sejak dia mengumpulkan musik melayu Indonesia dari tahun 1936, menilai musik melayu menghadapi tantangan globalisasi. "Di era globalisasi siapa yang kuat, dia yang menang," katanya sembari menekankan musik melayu adalah aset nasional, yang mempunyai identitas yang berbeda di antara genre musik yang ada.

-

Arsip Blog

Recent Posts