Regulasi Cagar Budaya Di Yogya Belum Maksimal

Yogyakarta - Kalangan DPRD Kota Yogyakarta mendesak pemerintah segera menerbitkan acuan regulasi. Ini untuk mendukung perlindungan kawasan cagar budaya, yang telah dituangkan dalam rancangan peraturan daerah tentang Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kota Yogyakarta.

"Kami meminta ada satu kepastian dasar hukum dalam penataan kawasan cagar budaya, sehingga wilayah itu bebas dari aspek komersilisasi," kata anggota Komisi C DPRD Kota Yogyakarta saat bertemu tim pemerintah Kota Yogyakarta Senin 26 Januari 2015.

Dari naskah RDTR yang mengatur penataan tata ruang Kota Yogya 2015-2035 dan telah dievaluasi Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, setidaknya ada lima kawasan cagar budaya di Kota Yogyakarta yang jadi prioritas. Yakni Kotabaru, Keraton, Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro.

Khusus untuk kawasan Malioboro, meskipun bangunan cagar budaya telah terlanjur bersanding dengan pusat kegiatan komersial perbelanjaan dan hotel, DPRD meminta pemerintah memberikan kepastian wilayah mana di Malioboro yang menjadi sasaran pengembangan lanjut pembangunan pemerintah.

"Pemerintah sejauh ini belum memberikan batasan pasti mana wilayah di kawasan cagar budaya yang bisa dikomersialkan dan tidak, hingga selalu rancu dalam pengawasan," kata dia.

Suwarto pun menyatakan, pada empat kawasan lain yang telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya seperti Kotabaru, Kotagede, dan Pakualaman, tidak ada patokan jelas dimana bangunan komersial bisa dibangun di wilayah itu. Khususnya perhotelan.

"Yang jelas sejauh ini hanya Keraton, dengan batas benteng-benteng yng mengelilingi, tidak boleh ada hotel," kata dia.(Baca : Yogyakarta Bicara Hotel dan Kampung di Belakangnya)

DPRD meminta pemerintah pun segera membuat pemetaan wilayah dari kawasan yang ditetapkan mendapatkan kucuran dana keistimewaan dari Pemerintah DIY. Dan memasukkan dalam naskah akademi raperda RDTR sebelum disahkan.

"Jadi ketika ada pembanguan hotel atau bangunan komersial di lima kawasan itu, gampang penindakannya, melanggar zona peruntukan atau tidak," kata dia.

DPRD merasa khawatir dengan adanya kucuran dana keistimewaan tahun ini, sebesar Rp 9,1 miliar untuk lima kawasan itu. Pemerintah pun serampangan dalam melaksanakan kegiatan revitalisasi.(Baca : Malioboro, Saksi Bisu Perkembangan Yogyakarta)

"Wong patokannya hanya bangunan peninggalan budaya, bukan kawasannya secara utuh," kata dia. Ia pun menyatakan, dana keistimewaan bakal banyak mubazir dan tak termanfaatkan ketika peta penataan kawasan secara utuh belum jelas.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Yogyakarta Aman Yuriadhijaya menyatakan, soal regulasi peruntukan kawasan cagar budaya ini masih menunggu koordinasi dengan Pemerintah DIY.

"Saat ini seluruh kajian penataan yang baru dievaluasi baru kawasan Malioboro-Keraton, untuk kawasan lain belum kami dapatkan," kata Aman.

Pihak pemerintah pun menyatakan, pemanfaatan dana keistimewaan akan mendasarkan pada prioritas bantuan budaya karena untuk kawasan secara utuh menjadi kewenangan provinsi.

-

Arsip Blog

Recent Posts