Tradisi Muludan, Lestarikan Syiar Islam lewat Siraman Gong Sekati

Cirebon, Jabar - Keraton Kanoman Cirebon, Selasa (30/12/2014), menggelar tradisi ritual Siraman Gong Sekati. Gong Sekati mengacu pada seperangkat gamelan sekaten yang di antaranya terdiri dari gong, slendro, dan lainnya.

Ritual ini berupa kegiatan pencucian seperangkat gamelan tersebut yang dikenal pusaka. Alat-alat musik itu kemudian mulai dimainkan malam harinya hingga puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Alat-alat musik tradisional yang diyakini peninggalan Sunan Gunung Jati itu dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di Gedong Jimat ke Langgar Alit oleh abdi dalem dan kerabat keraton.

Pencucian dilakukan menggunakan bahan-bahan alami berupa sabut kelapa, air kelapa hijau bercampur buang tujuh rupa, abu gosok, dan jeruk nipis.

Juru bicara Keraton Kanoman yang juga adik perempuan Sultan Kanoman, Ratu Raja Arimbi Nurtina, di sela kegiatan menyebutkan, pencucian menggunakan bahan alami agar kualitas suara yang dihasilkan optimal.

Proses pencucian dimulai dengan penyiraman air ke perangkat gamelan, sebelum kemudian digosok menggunakan sabut kelapa dan abu gosok beserbuk batu bata.

Usai prosesi penyiraman, Gong Sekati dibawa ke Bangsal Sekaten. Di sini, Gong Sekati mulai dibunyikan setiap malam sejak pukul 20.00 WIB hingga malam puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau dikenal dengan tradisi Panjang Jimat.

"Makna ritual mencuci Gong Sekati untuk mengingatkan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW harus dimulai dengan sesuatu yang suci dan bersih," jelas dia.

Tradisi penabuhan Gong Sekati sendiri dikenal Muni Gong Sekati oleh lebih dari selusin abdi dalem keraton yang disebut Nayaga. Penabuhan gong sekati didahului pembacaan syahadat yang merepresentasikan bentuk syiar (Islam) melalui budaya.

Para Nayaga akan memainkan lima lagu di antaranya Parianom, Bangau Butak, Cingcing Dhuwur, juga Kajongan. Kelima lagu yang dimainkan menggunakan Gong Sekati itu berisi pesan-pesan kebajikan dan ajakan untuk melaksanakan kebaikan

"Pembunyian gong hanya berhenti pada waktu-waktu salat. Sekati sendiri bermakna sesuka hati atau serela hati, jadi pembunyian gong dilakukan dengan kerelaan hati," cetus dia.

Gong Sekati sendiri merupakan barang kenang-kenangan dari Sultan Demak II Abdul Qodir atau Pangeran Sabrang Lor kepada Sunan Gunung Jati. Pangeran Sabrang Lor dikenal juga sebagai menantu Sunan Gunung Jati yang menikah dengan putri sulungnya, Putri Pulung Ayu.

Tradisi penabuhan Gong Sekati sudah berlangsung sejak sekitar tahun 1.500. Kegiatan ini lebih pada upaya mengingat perjuangan syiar Islam oleh Sunan Gunung Jati melalui pendekatan seni dan budaya, seperti halnya dilakukan Sunan Kalijaga.

Tradisi ini sendiri disaksikan ribuan orang yang memadati Keraton Kanoman Cirebon. Selain warga lokal, tradisi Siraman Gong Sekati juga menarik minat sejumlah wisatawan asing.

Salah seorang warga asal Cirebon, Abdullah (37), mengaku selama ini hanya mengetahui prosesi ini dengan membaca koran. "Tetapi, sekarang bisa lihat langsung. Kebetulan sedang menemani istri belanja di Pasar Kanoman, sekalian melihat acara ini. Apalagi ini kan tradisi, saya ingin lihat langsung," kata dia.

-

Arsip Blog

Recent Posts