Anggota DPRD Malang Diduga Korupsi Proyek Kimbun

Malang—Korupsi dana Kimbun senilai Rp 1,18 miliar dalam proyek pabrik gula mini (PGM) Kigumas oleh Pemerintah Kabupaten Malang, ternyata ikut dinikmati anggota DPRD setempat. Hal ini terungkap dalam sidang perdana korupsi APBD tahun 2004 Pemkab Malang di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Senin (8/5).

Sidang itu mengadili dua terdakwa, yakni mantan Kepala Dinas Perkebunan dan Pertanian (Kadis DPP) Freddy Talahatu dan mantan Kadisbun Hendro Soesanto.
Dalam dakwaan yang dibacakan Kasi Pidum Kejari Kabupaten Malang AM Arifin, sebanyak 17 anggota panitia anggaran DPRD menerima dana Rp 170 juta sebagai pemantau proyek Kigumas.

Dana itu diminta dewan dalam rapat dengar pendapat antara panitia anggaran dengan terdakwa lain Soetarto HP, penanggung jawab pelaksana proyek, dan Nehrudin, asisten II Sekdakab, pertengahan Desember 2003.

Sekda A Santoso yang menerima laporan langsung menyetujui permintaan itu, dan menugaskan Soetarto dan Freddy meminjam uang tersebut kepada H Samian (CV Samijaya). Samian memberikan dana itu dalam bentuk cek BRI Cabang Jl Kawi Kota Malang. Uang itu kemudian dicairkan dan diserahkan Freddy kepada Ketua DPRD Kabupaten Malang Ali Hasan.

Utang ke Samian itu dibayar Freddy menggunakan anggaran biaya operasional pemeliharaan (BOP) Kimbun berbasis tebu TA 2004 sebesar Rp 40 juta. Sisanya Rp 130 juta dilunasi Hendro Soesanto selaku Kadisbun menggantikan Freddy. Dana BOP inilah yang menjadi masalah, karena sebenarnya merupakan dana fiktif yang pembuatannya direkayasa. Misalnya, untuk anggaran perjalanan dinas dan keperluan makanan-minuman yang sebenarnya pengeluarannya tidak ada.

Freddy didakwa tidak bisa mempertanggungjawabkan dana total Rp 873 juta. Rinciannya, selain dana BOP Rp 40 juta, ada dana Rp 259 juta untuk proyek pabrikasi yang ditangani Samian; Rp 489 juta diberikan kepada Ketua LPM Universitas Brawijaya Syamsul Bahri; serta untuk kepentingan pribadi Rp 84 juta. Atas perbuatannya itu Freddy dijerat dakwaan berlapis, Pasal 2:1 UU 35/1999 jo UU 20/2002 tentang Tipikor, jo pasal 55 dan pasal 64 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (eka susanti)

Sumber: Sinar Harapan, Selasa, 09 Mei 2006
-

Arsip Blog

Recent Posts