Terganjal Isu Korupsi: Perdagangan Lintas Batas Bengkalis dengan Malaka

Bengkalis—Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, menghidupkan perdagangan lintas batas dengan Negara Bagian Malaka, Malaysia. Salah satu upayanya adalah membangun pelabuhan internasional di Selat Baru, Kecamatan Bantan.

Akan tetapi, pelabuhan internasional yang dibangun dengan biaya Rp 67 miliar itu kini menjadi polemik karena belum ada izin operasi dari Menteri Perhubungan RI. Bahkan, sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bengkalis mencium adanya indikasi korupsi dalam proses pembangunannya. "Melalui Pelabuhan Internasional Selat Baru, perjalanan antara Bengkalis ke Malaysia bisa ditempuh hanya dengan waktu 45 menit hingga satu jam perjalanan laut. Nantinya, masyarakat Malaysia dan Bengkalis bisa bebas berdagang melalui pelabuhan ini," kata Bupati Bengkalis, Syamsurizal, Rabu (3/5) pekan lalu.

Menurut Syamsurizal, pelabuhan internasional yang telah mendapat persetujuan dari Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Negara Bagian Malaka itu akan dilengkapi sarana penunjang, seperti hotel, tempat hiburan, outlet (tempat penjualan) produk-produk lokal, kebun binatang, dan lapangan golf. "Semua berada dalam kawasan wisata Selat Baru," paparnya.

Pelabuhan yang dibangun sejak tahun 2003 itu dalam jangka panjang, menurut Syamsurizal, diharapkan bisa menarik investor masuk ke Bengkalis. Selain Pelabuhan Selat Baru, Pemkab Bengkalis juga membuka pintu masuk dari luar negeri di Teluk Belitung di Pulau Padang, Tanjung Samak di Rangsang, Tanjung Medang di Pulau Rupat, dan Pelabuhan Sungai Pakning, Kecamatan Bukit Batu di Pulau Sumatera.

Proses pembangunan pelabuhan itu kini dipertanyakan sebagian anggota DPRD Bengkalis. Mereka menilai pembangunannya tidak sesuai prosedur pembangunan pelabuhan internasional.

Studi kelayakan

Ketua Komisi III DPRD Bengkalis, Azmi RF, mengatakan, mestinya pelabuhan internasional dibuat berdasarkan studi kelayakan terlebih dahulu. Selain itu, pembangunannya harus mendapat izin dari Menteri Perhubungan (Menhub), kemudian baru dibangun. "Setelah kami tanya ke eksekutif, mereka belum pernah melakukan studi kelayakan. Begitupun dengan izin operasi dari Menhub. Lalu, apa namanya ini jika bukan pemborosan anggaran," katanya.

Menurut Azmi, pelabuhan internasional harus terlebih dahulu mendapatkan penetapan lokasi dari Menhub berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan. Dalam ketentuan itu disebutkan, lokasi pelabuhan ditetapkan menteri setelah mendapatkan rekomendasi pemprov dan pemkab sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Azmi mengatakan, tidak mungkin meratakan kembali pelabuhan yang sudah dibangun 80 persen itu. Namun, kesalahan prosedur pembangunan tetap harus ditebus dengan mengaudit dan menyelidiki dari awal. "Semua proses pembangunan ini berjalan tidak transparan. Kami sedang mengumpulkan bukti- bukti untuk dilaporkan ke komisi pemberantasan korupsi (KPK)," tutur Azmi.

Menanggapi itu, Syamsurizal menyebutnya sebagai hal yang wajar terjadi dalam sistem pemerintahan yang demokratis. "Mereka belum melihat jauh ke depan, pembangunan pintu masuk luar negeri di Bengkalis sangat penting bagi masyarakat untuk mengejar ketinggalan pembangunan," ujarnya. (ndy)

Sumber: Kompas, Rabu, 10 Mei 2006
-

Arsip Blog

Recent Posts