Ruang Seni Tradisional Masih Minim

Yogyakarta - Ruang untuk seni tradisional di Jogja masih minim. Idealnya, pertunjukkan seni tradisional dapat digelar satu bulan sekali sebagai bentuk apresiasi dan upaya melestarikan nilai-nilai tradisi. Namun, kegiatan semacam ini baru dilakukan musiman.

Hal itu diungkapkan Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Jogja Christriyati Ariyani di sela-sela Festival Kesenian Tradisional DIY di Pendopo Taman Siswa, Kamis (11/6/2015).

Menurutnya, penyelenggaraan festival kesenian tradisional tidak hanya bergantung pada pemerintah semata, melainkan juga perlu dilakukan secara mandiri oleh masyarakat atau swasta. Sebab pengadaan ruang untuk berkesenian dapat memotivasi serta merangsang munculnya berbagai macam jenis kesenian.

“Seni yang berkembang dapat memunculkan kesenian baru dan memperkaya nilai bangsa,” ujarnya.

Ketua Panitia Festival Kesenian Tradisional DIY Noor Sulistyo Budi menilai seni tradisional terancam punah dalam kurun waktu 10 tahun mendatang jika tidak dilestarikan.

“Oleh karena itu melalui acara ini kami berusaha mengenalkan dan mempromosikan kembali seni tradisional khususnya tari supaya diketahui banyak orang,” paparnya.

Ia mencontohkan, tari Gambyong yang dimainkan untuk menyambut tamu mulai jarang ditampilkan. Disebutkannya, kegiatan ini diikuti lebih dari 150 seniman se-DIY dari berbagai kelompok tari. Festival ini, kata dia, menjadi wadah untuk mempopulerkan kembali seni tradisional.

Beberapa tari yang dipertontonkan, antara lain, Trengganon, Angguk Kipas, Sekar Putri, Lengger Tepeng, Bedhaya Kotabaru, Tayub Rinenggo, dan sebagainya.

Kasi Kesenian Dinas Kebudayaan DIY Yuliana Emi Lestari Rahayu mengatakan Pemda DIY melalui Balai Pelestarian Nilai Budaya mendukung keberlangsungan seni tradisional melalui kegiatan ini.

“Kegiatan ini dapat memperkuat identitas bangsa di tengah badai globalisasi,” tandasnya.

-

Arsip Blog

Recent Posts