Hasil Penelusuran Sejarah Banten, Ditemukan Ratusan Peta dan Sketsa

Serang, Banten - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Banten mengklaim temukan sejumlah fakta baru dari hasil penelusuran naskah dan arsip tentang sejarah Kesultanan Banten di Belanda dan Prancis, beberapa waktu lalu.

"Data-data yang diperoleh ini sangat penting untuk melengkapi buku sejarah Banten. Selama ini sejarah Banten ditulis hanya dari referensi lama saja. (Temuan) ini menjadi sumber primer, untuk penyusunan semua periode sejarah Banten," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banten M Ali Fadillah.

Penelusuran dilakukan di beberapa tempat yakni Missions Etrangères de Paris, Leiden University, dan Moyen Age. Hasilnya, beberapa temuan yang didapat yaitu foto naskah babad Banten, foto sketsa site plant kesultanan Banten, 296 peta dan sketsa masa kesultanan Banten, daftar haji orang-orang Banten pada masa lalu. Kemudian buku-buku tua tentang peperangan Sultan Haji, buku tua terbitan abad ke-16 dan ke-17, serta dokumen berbentuk microfisch mengenai birokrasi pemerintahan kolonial di Banten pada awal abad ke-19 sampai awal abad ke-20.

Sayangnya, tim peneliti tidak menemukan sketsa wajah Sultan Ageng Tirtayasa. Namun, paling tidak benda-benda yang ditemukan nantinya akan menjadi koleksi di Museum Banten.

“Kami belum menemukan sketsa wajah Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan sultan-sultan lain juga belum ditemukan. Akan tetapi, kami sedang menunggu dokumen yang baru akan dikirimkan pada Agustus mendatang. Mudah-mudahan sketsanya ada,” katanya.

Menurut dia, jika arsip sejarah tersebut sudah bisa diterjemahkan dan jika dianggap penting untuk dibaca oleh masyarakat, bisa juga disimpan di perpustakaan daerah untuk mengisi Banten Corner.

"Nanti kan dipilih mana saja untuk museum, jika dianggap tidak layak untuk museum bisa disimpan di Perpustakaan Daerah," kata Ali.

Ketua Tim Peneliti dari Bantenologi Mufti Ali mengatakan, dokumen yang diambil dengan cara direpro ini hampir semuanya tidak ada di Banten maupun nasional. “Ini menjadi referensi baru untuk mengetahui sejarah kesultanan Banten," kata Mufti Ali didampingi Helmi Fauzi.

"Selama 11 hari di Belanda dan Prancis sejak 30 Mei lalu, kami benar-benar manfaatkan waktu se-efektif mungkin untuk bisa mencari dan mengambil dokumen-dokumen sejarah ini," katanya.

"Dalam satu hari kami satu persatu memotret buku setebal 1.749 itu. Kenapa? karena membeli hasil cetak ulang di sana, harganya cukup mahal," katanya.

Dia mengatakan, butuh dana sekira Rp2 miliar agar temuan sejarah tersebut bisa dikoversi sedemikian rupa dari sisi bahasa maupun gambar, sehingga bisa dinikmati masyarakat. “Rata-rata buku tua di sana itu kan masih menggunakan bahasa Inggris tua, bahasa Prancis tua, bahasa Belanda tua. Belum tentu dalam satu tahun bisa diterjemahkan,” katanya.

-

Arsip Blog

Recent Posts