Tradisi Mungguhan di Fiesta de Ramadhan Diaspora Indonesia Madrid

London, Inggris - Tradisi masyarakat Jawa Barat yang dikenal dengan Mungguhan yakni acara makan bersama seluruh anggota keluarga, kerabat dan sahabat untuk saling bermaafan dan mengungkapkan rasa syukur menyambut bulan suci Ramadhan digelar di Fiesta de Ramadhan yang diselenggarakan di KBRI Madrid.

Fiesta de Ramadhan, dimeriahkan dengan kehadiran ratusan tamu yang terdiri dari diaspora Indonesia, korps diplomatik negara-negara Islam, jurnalis media kuliner dan chef, demikian Pensosbud KBRI Madrid, Nona Siska Noviyanti kepada Antara London, Selasa.

Duta Besar RI di Madrid, Yuli Mumpuni Widarso, menyampaikan sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia mempunyai tradisi dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi tersebut sangat menarik karena tiap daerah atau suku berbeda. Seperti Mungguhan di Jawa Barat, Meugang di Aceh, Dugderan di Semarang, Apeman di Surabaya, dan banyak lagi.

Pada Fiesta de Ramadhan tersebut digelar tradisi Mungguhan Jawa Barat dan disajikan aneka ragam menu tradisional Indonesia. Kolak dipilih sebagai menu pembuka karena konon berasal dari kata Al Kholik. Kolak yang dimakan pada saat berbuka puasa selalu didahului dengan doa syukur kepada Al Khalik. Kolak dibuat manis karena ajaran Nabi Muhammad SAW yang mencontohkan kebiasaan berbuka puasa dengan makanan yang manis untuk mengembalikan energi. Kolak dapat dikatakan sebagai makanan khas bulan Ramadhan di Indonesia.

Sementara itu, untuk menu utamanya, dipilih yang mengandung makna, yakni untuk makanan pembukanya dipilih Bakwan Malang dengan bakso daging bulat-bulat yang merupakan simbol dari tekad yang bulat umat Islam untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Fiesta de Ramadhan dalam tradisi Mungguhan tersebut merupakan kegiatan promosi warisan budaya kuliner Indonesia, khususnya kuliner tradisi Ramadhan. Rangkaian acara Fiesta de Ramadhan diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Al Quran oleh Muhammad Hiyar, staf KBRI Madrid dan tausiah Ramadhan oleh Ir. Mohammad Risdaya, teknisi senior dari Airbus, berlangsung dengan khidmat.

Suasana berubah meriah setelah Adzan Maghrib. Para tamu ramai saling memberi komentar tentang makanan yang disantap, yang dimulai dengan Kolak Biji Salak dan makanan kecil lainnya seperti Es Cendol, Putu Mayang, Bakwan, Talam Ubi dan Lemper.

Usai sholat Maghrib berjamaah, tamu menyantap hidangan menu utama. Bakwan Malang yang disiapkan oleh pasangan Indonesia - Spanyol, Sinta dan Jose Barrios Cardona langsung diserbu tamu. Sinta dan Jose Barrios sangat bangga karena masakan mereka menjadi hidangan favorit para tamu.

Dengan penuh semangat, mereka terus mengisi mangkok-mangkok para tamu yang menunggu dengan sabar kuah daging, bakso daging, tahu isi daging, mie dan kripik khas Bakwan Malang. Pada akhir acara, Jose Barrios puas karena lebih dari 200 porsi Bakwan Malang disiapkan habis ludes disantap para tamu. Komentarnya, acara ini sangat menarik, suasananya akrab, hangat dan sekaligus memberi kesempatan kepada warga Spanyol dan yang lainnya untuk mengetahui mengenai gastronomi Indonesia.

Di meja lain, pasangan Sari Lubis dan Jose Luis Morenno memotong lontong untuk Sate Padang yang disajikan. Jose Luis dengan cekatan memotong lontong dan mengaturnya di piring, kemudian menambahkan Sate dan bumbunya. Sari Lubis sempat panik karena lontongnya hampir gagal tetapi berkat bantuan tim konsumsi KBRI Madrid, lontongnya berhasil diselamatkan dan Sate Padang menjadi menu favorit keluarga Indonesia yang hadir memenuhi halaman KBRI Madrid malam itu.

Jose Luis yang juga Ketua SpaIndo, Grup Konsultan Bisnis Spanyol-Indonesia, menyatakan sangat senang dapat ikut berpartisipasi dalam acara khusus menyambut Ramadhan ini dan menurutnya tradisi Mungguhan sangat cocok dengan sifat keluarga Spanyol yang juga dikenal sangat erat ikatan kekeluargaannya.

Komentarnya ini disetujui oleh Rosanna, warga Peru pencinta Batik Indonesia yang menikah dengan warga Spanyol, Jose Luis Martin, malam itu hadir sekeluarga. Keluarga ini menyatakan sangat nyaman berada di tengah keramahan masyarakat Indonesia dan menikmati aneka makanan yang disajikan, terutama Es Cendol, yang cocok dengan udara Madrid yang hari itu suhunya sangat panas hingga 39 derajat Celcius.

Ambassador Lang dari Gambia dan beberapa tamu dari korps diplomatik menyatakan tradisi menyambut Ramadhan yang kental dengan sentuhan sosial tersebut sangat menarik dan mereka kagum tradisi tersebut masih terus diperlihara di Indonesia.

Lain lagi komentar Temirkhon Temirzoda dan Ayhan Erik, Direktur dan Manajer Program Dialog Antar Kepercayaan Casa Turca, Pusat Kebudayaan Turki di Madrid. Keduanya mengangumi arsitektur Masjid Raya Banda Aceh yang fotonya menjadi ilustrasi undangan dan backdrop panggung dan tradisi Meugang di Aceh.

Katanya arsitektur Masjid Raya Aceh merupakan arsitektur Otoman Turki dan tradisi Meugang juga sama persis dengan tradisi masyarakat Turki dalam menyambut bulan suci Ramadhan, yakni santap bersama seluruh kampung sehari menjelang Ramadhan, dengan menu tunggal daging kambing sehingga pasar-pasar tradisional dan kaki lima pada hari itu ramai karena masyarakat mencari daging kambing untuk acara Meugang. Pada akhir acara, para tamu asing menerima brosur wisata kuliner di Jakarta.

-

Arsip Blog

Recent Posts