Sejarah pelacuran artis, sosialita & model seksi di Jakarta

Seorang artis berinisial AA ditangkap saat hendak melayani tamu di Hotel Berbintang Lima di Jakarta. Polisi menangkap RA, sang mucikari. RA ternyata memiliki stok sekitar 200 wanita cantik untuk melayani pria hidung belang. Kebanyakan di antaranya adalah artis atau foto model panas.

Kasus ini mengungkap prostitusi di kalangan artis dan model. Modus pemasarannya lewat grup BBM atau WhatsApp. Hanya orang-orang berduit yang bisa masuk grup ini. Maklum tarif para artis ini berkisar antara Rp 80 juta hingga Rp 200 juta.

Artis nyambi jadi pelacur sebenarnya bukan hal baru. Sudah sejak lama praktik ini jadi bisik-bisik dan rahasia umum. Untuk menunjang hidup yang wah, kadang pendapatan sebagai artis tak cukup. Apalagi buat pendatang baru atau artis yang sudah kurang laku.

"Untuk memenuhi kebutuhannya dalan memenuhi gaya hidupnya yang glamor artis butuh biaya hidup yang besar" kata Musni Umar dalam perbincangan dengan merdeka.com, Minggu (10/5).

Lalu dari kapan praktik ini berlangsung di Jakarta?

Rupanya sejak tahun 1970an, prostitusi artis sudah muncul di Jakarta. Hampir sama seperti sekarang, tarifnya sangat mahal dan terbatas untuk kalangan tertentu.

Tahun 1970-an, Wartawati Sinar Harapan Yuyu AN Krisna melakukan liputan mendalam soal prostitusi di Jakarta. Baik yang terselubung hingga yang terang benderang. Karya Yuyu ini kemudian diterbitkan dengan judul Remang-remang Jakarta oleh penerbit Sinar Harapan tahun 1979. Buku ini kemudian diangkat ke layar perak dengan judul sama.

Salah satu hal yang disorot Yuyu adalah prostitusi artis ini. Dia menceritakan germo para artis ini adalah seorang wanita sosialita yang kaya. Rumahnya di Kebayoran, Jakarta Selatan. Untuk menutupi modusnya, wanita ini pura-pura berjualan barang antik.

Wanita berinisial F itu mengaku punya 80 anak asuh. Ada juga wanita bule. Tapi kebanyakan adalah artis, foto model dan figuran di film.

"Tarifnya Rp 100 ribu sampai Rp 1 juta," kata wanita itu pada Yuyu.

Yuyu sedikit terkejut. Pada tahun 1970an jumlah itu sangat besar. Sebagai perbandingan, PSK kelas rendah yang biasa mangkal di Ancol tarifnya cuma Rp 4.000 sampai Rp 7.500. Wanita yang menjajakan diri di Kafe, tarifnya Rp 25.000. Jadi artis ini tarifnya puluhan kali PSK biasa.

F mempunyai dua album foto. Isinya para wanita dengan pose sensual persis di Majalah Playboy. Tentu tidak sembarang orang bisa melihat album ini. Hanya untuk bos-bos kelas atas. Ada juga majalah untuk pria dewasa. Rupanya sebagian besar wanita yang berpose di sana bisa dibooking.

"Ini ikut dalam Film Sembilan Janda Genit. Yang ini pernah main di Jembatan Emas, tapi dia agak mahal lho Rp 600 ribu," kata F mempromosikan anak asuhnya.

Yuyu sempat juga mewawancarai beberapa wanita yang bergabung dalam kelompok F. Ada juga ibu-ibu sosialita yang bisa dibooking. Tentu bagi wanita ini uang bukanlah hal utama. Mereka hanya mencari sensasi dari rutinitas harian sebagai nyonya dan ibu rumah tangga. Karena itu para wanita ini tak mau pergi dengan sembarang pria.

"Saya tidak mengerti apa yang mereka cari. Kecantikan ada, kebahagiaan ada. Harta ada. Keluarga dan anak-anak yang manis juga ada. Semuanya ada, bahkan bisa dikatakan sempurna. Tapi apa pula maunya dengan melakukan hal-hal yang aneh ini. Sex maniac? Suatu penyakit jiwa atau kecenderungan atau impuls untuk menipu lelaki?" tulis Yuyu soal bisnis prostitusi kelas atas ini.

-

Arsip Blog

Recent Posts