Seribu Tumpeng Dikirab Saat Tradisi Malam Selikuran di Solo

Solo, Jateng - Keraton Kasunanan Surakarta melakukan tradisi malam selikuran. Ratusan orang berbaris sambil membawa seribu tumpeng dan ting (lampu) pada Selasa malam. Barisan tersebut terdiri dari pajurit keraton, sentana, abdi dalem, serta grup rebana dari Keraton Surakarta, dan Ki Ageng Selo, Purwodadi.

Kirab menempuh rute kurang lebih dua kilometer. Dimulai dari halaman Keraton Kasunanan Surakarta mengelilingi kawasan keraton dan berakhir di Masjid Agung Surakarta.

Barisan tersebut diiringi shalawat dan tabuhan rebana oleh regu santi suara atau grup rebana. Sinar puluhan lampu/ting yang dibawa peserta kirab pun menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang menyaksikan tradisi malam selikuran.

KPA Winarno Kusumo selaku Sentana Keraton Kasunanan Surakarta menceritakan mengenai asal muasal tradisi tahunan ini. Tradisi ini dilaksanakan untuk memperingati saat Nabi Muhammad SAW turun dari Jabal Nur setelah memperoleh wahyu.

Pada saat itu, tepatnya pada malam 21 Ramadan, para sahabatnya menyambut dengan membawa obor yang menerangi kegelapan malam. "Obor tersebut kemudian disimbolkan dengan ting yang turut mewarnai kirab dalam tradisi malam selikuran," katanya.

Adapun seribu tumpeng menyimbolkan, bagi siapa saja yang berbuat kebaikan di bulan Ramadan akan mendapatkan ganjaran bagaikan mendapatkan seribu bulan. “Tumpeng yang berisi nasi gurih, daging ayam, timun, dan cabe hijau bermakna permohonan dan doa agar masyarakat mendapatkan kedamaian dan ketentraman,” tuturnya.

Sesampainya di Masjid Agung Surakarta, tumpeng dibacakan doa dan dibagikan kepada masyarakat. Winarno mengatakan tradisi malam selikuran ini telah ada sejak zaman para wali.

-

Arsip Blog

Recent Posts