Warisan Sejarah Aceh Banyak Tersebar di Luar Negeri

Banda Aceh, NAD - Aceh di bawah Kesultanan Aceh Darussalam pernah memimpin sejumlah daerah di Nusantara. Aceh juga memiliki cukup banyak manuskrip warisan sejarah. Namun, hingga kini sebagian besar manuskrip dan benda-benda sejarah tersebut masih tersebar di luar negeri.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, Reza Fahlevi, Senin (3/8), mengatakan sebagian besar benda dan manuskrip bersejarah saat masa Kesultanan Aceh Darussalam, umumnya tersimpan di perpustakaan-perpustakaan luar negeri. “Kami berniat mengembalikan sebagian besar benda-benda bersejarah tersebut ke Aceh. Kami akan membangun kerja sama dengan perpustakaan-perpustakaan yang masih menyimpan sejarah Aceh tersebut,” tutur Reza Fahlevi.

Menurutnya, sebagian besar manuskrip dan benda bersejarah milik Kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Peureulak, Kerajaan Samudera Pasai, dan lainnya dibawa keluar Aceh sebelum masa perang kemerdekaan.

“Saat perang, sebagian besar manuskrip dan benda bersejarah tidak terjaga dan dibawa orang ke luar negeri. Beberapa di antaranya memang tersimpan di pustaka-pustaka luar negeri,” katanya.

Salah satu cara pemulangan manuskrip-manuskrip bersejarah Aceh, bisa dilakukan dengan menjadikannya berbentuk digital. Ini seperti yang pernah dilakukan satu perpustakaan di Belanda.

Reza Fahlevi mengakui, memulangkan benda-benda bersejarah tersebut memang bukan perkara mudah. Ini membutuhkan biaya dan sumber daya manusia cukup banyak. Selain itu, penyimpan benda-benda bersejarah tersebut belum tentu mau menyerahkan koleksi mereka untuk dibawa pulang ke Aceh.

Dalam waktu dekat, pihaknya akan mendata benda-benda dan manuskrip bersejarah Aceh yang masih tersimpan di luar negeri. “Kami akan bekerja sama dengan semua pihak, termasuk pakar sejarah untuk mendata benda-benda warisan sejarah itu,” ujarnya.

Selain melakukan pendataan manuskrip dan benda-benda warisan sejarah Kesultanan Aceh Darussalam dan kerajaan-kerajaan lainnya, Dinas Kebudayaan Aceh sedang mendata ratusan makam dan nisan kuno yang tersebar di Aceh. Nisan-nisan kuno tersebut dapat dijadikan destinasi wisata dan tempat dilakukannya berbagai penelitian sejarah.

Tahun ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh bersama sejumlah lembaga terkait, seperti Universitas Syiah Kuala termasuk komunitas sejarah dan budaya, sedang melakukan kajian tentang jejak sejarah kerajaan-kerajaan sebelum Islam masuk ke Aceh; seperti kerajaan Hindu-Buddha di Lamreh, Kabupaten Aceh Besar yang sering disebut Kerajaan Lamuri.

-

Arsip Blog

Recent Posts