Ini Cara Kaum Muda Belanda Menyukai Budaya Indonesia

Jakarta - Tampil sendirian di atas panggung, namun mampu membuat para penonton terkesima. Walau membawakan tari yang biasa dilakoni laki-laki, yaitu kuda lumping, perempuan ini mampu membawakannya dengan gerakan yang mantap dan bersemangat.

Dia adalah Anouk Wilke, warga Belanda namun juga berdarah Indonesia. Anouk saat itu dengan cukup jenaka membawakan tari kuda lumping pada Pesta Rakyat Indonesia 2015 di Sekolah Indonesia Nederland, yang berlokasi di Wassenaar, pinggir Kota Den Haag, Belanda.

Dia dengan atraktif memperagakan tari kuda lumping dengan iringan lagu hip-hop Jawa, Globalisasi Jatilan. Iramanya cepat dan menghentak. “Tarian kuda lumping ini sengaja saya pilih karena gerakannya yang enerjik dan menghibur,” kata Anouk.

Kuda Lumping ini diwarisi Anouk setelah menimba ilmu di Indonesia. Pada 2009 dia pernah beberapa bulan belajar tari dengan dukungan Darma Siswa, yaitu program bea siswa seni dan budaya dari Pemerintah RI untuk kaum muda mancanegara setiap tahun.

Saat itu Anouk menimba ilmu di Yogyakarta. "Saya belajar tari di Institut Seni Indonesia,” kata dia. Anouk mengaku sangat cinta dengan aneka ragam budaya di Tanah Air.

Dia bisa mengenali ciri khas sejumlah tarian Indonesia. Tarian khas Yogya, bagi dia, mencirikan keanggunan dan kelembutan, sedangkan jaipong asal Sunda memperlihatkan ekotisme yang menarik, sedangkan kuda lumping menyimbolkan semangat dan keuletan. “Budaya Indonesia yang beraneka ragam ini harus selalu diperhatikan dan dilestarikan. Itulah yang menguatkan minat saya untuk belajar tari-tarian nusantara,” kata Anouk.

Dia pun menyarankan sesama kaum muda Belanda untuk mengikuti langkahnya mempelajari seni dan budaya Indonesia. “Bangsa Indonesia dan Belanda ini memiliki kedekatan historis. Ini bisa menjadi faktor pendukung untuk mengenal dan menyukai budaya Indonesia,” kata Anouk.

Pesta Rakyat Indonesia 2015 yang diikuti Anouk itu turut mengundang minat banyak warga Belanda untuk datang. Di antara mereka adalah Wouter Wissink dan Gijs Verhagen.

Dua pemuda itu sama-sama menimba ilmu di Universitas Groningen. Jarak Kota Groningen dan Kota Den Haag cukup jauh. “Butuh waktu sekitar tiga jam perjalanan dengan menggunakan bus. Tapi kunjungan kami ini tidak sia-sia, karena bisa menyaksikan pertunjukkan yang luar biasa,” kata Wouter.

Menurut temannya, Gijs, banyaknya pertunjukkan dan kios makanan serta barang kerajinan di Pesta Rakyat ini menandakan kayanya seni dan budaya Indonesia. “Kekayaan seni budaya ini yang dapat menjadi modal bagi Indonesia untuk meningkatkan profilnya di tengah masyarakat internasional,” kata Gijs.

Bagi Wouter dan Gijs, kehadiran mereka di Pesta Rakyat ini menjadi pijakan untuk mempelajari Indonesia lebih dalam. “Kami berkeinginan untuk pergi ke Indonesia untuk belajar lebih lanjut. Namun kami sedang mencari bea siswa yang memadai untuk bisa menimba ilmu di sana,” kata Wouter.

-

Arsip Blog

Recent Posts