Kegigihan Perantau Minang Mencengangkan Dunia

Bukittinggi, Sumbar - Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Irwandi, tampil sebagai pembicara pada seminar Internasional Pemikiran Alam Minangkabau, di Uni­ver­siti Tek­nologi Malaysia (UTM) Kuala Lum­pur, Malaysia yang berlangsung dari tanggal 1-3 September 2015. Irwandi tampil atas undangan Per­satuan Cendikiawan Minang Malaysia (PCMM).

Di hadapan peserta seminar yang terdiri dari para cendekiawan Malaysia asal Ranah Minang dan sejumlah tokoh adat Melayu. Irwandi memaparkan makalah bertajuk The Spirit of Minangkabau Perantau: An Inspiration for the Future Generation (Kegigihan Perantau Minang: Inspirasi untuk Generasi Pewaris).

Menurutnya, generasi muda Minangkabau mesti meneladani kegigihan para perantau Minang yang telah membuat dunia tercengang. Tak sedikit, penelitian yang membahas tentang perantau Minang dan tradisi merantau itu sendiri.

Para perantau Minang juga telah memainkan peran penting di pentas internasional untuk berbagai bidang. Selain itu, mereka juga menunjukkan perannya dalam mendorong kemajuan di Ranah Minang.

Sejarah juga mencatat bahwa sejarah modern Minangkabau yang bermula dalam rentang 1900-1930-an justru diawali dengan kembalinya para perantau Minang ke kampung halaman dengan membawa ide-ide pembaharuan untuk melawan kolonialisme. “Para perantau itu terdiri dari pedagang atau pengusaha, ulama, dan sarjana hasil pendidikan Barat dan Belanda,” tutur Irwandi yang juga penulis buku Kegigihan Perantau Minang.

Irwandi menjelaskan, ada empat hal penting yang menjadi kekuatan khas perantau Minang sehingga perlu diwarisi oleh generasi penerus. Pertama, kekuatan sosialisasi antara sesama perantau Minang di perantauan. Hampir di setiap daerah rantau kata Irwandi, ditemukan ikatan perantau Minang yang membawa nama daerah asal masing-masing.

Kedua, semangat mencari ilmu. Para peneliti di dunia mengakui bahwa orang Minang sukses karena kegigihan menuntut ilmu. Kekuatan berikutnya terletak pada karakter atau soft skills, yaitu tahu “Jo Nan Ampek”, seperti tahu pencipta diri, tahu diri, tahu dengan orang lain, dan tahu dengan alam sekitar.

Dan terakhir, perantau Minang sangat peduli dengan kampung halaman yang tercermin dalam falsafah “satinggi-tinggi bangau tabang, suruiknyo ka kubangan juo, satinggi-tinggi malantiang, jatuahnyo ka bumi juo. Hujan ameh di nagari urang, hujan batu di kampuang awak, namun kampuan takana juo”.

Acara seminar tersebut, turut dihadiri para cendekiawan Malaysia asal Ranah Minang, dan tokoh adat Melayu tampil sebagai pemakalah seperti Presiden PCMM, Prof. Dato Dr Ghazali, pengusaha sukses di Malaysia asal Pariaman, Dato Astanam, pengamat ekonomi Syariah IAIN Bukittinggi Asyari, Universitas Bung Hatta, Prof. Nasfryzal Carlo dan tokoh persatuan Minang-Negeri sembilan yang juga Presiden Organisasi Dunia Melayu-Polynesia, Kolonel Prof. Dato Dr. Kamarudin Kachar.

-

Arsip Blog

Recent Posts