Jangan Rendah Diri dengan Berbahasa Indonesia

Malang, Jawa Timur - Berada di Indonesia tapi banyak sekali istilah, nama, dan ungkapan di sana-sini diutarakan dan ditulis dalam bahasa asing. Tengoklah nama-nama lokasi atau nama kegiatan (semisal Car Free Day alias Hari Tanpa Kendaraan) yang seolah keren dan menginternasional, dan lain-lain.

Karena itulah Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Kacung Marijan, mengingatkan agar masyarakat Indonesia tidak perlu rendah diri dengan bahasa yang dimilikinya, yakni bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia diatur dan disebut dalam UUD 1945.

"Masyarakat Indonesia tidak perlu terlalu rendah diri dengan bahasa Indonesia, bahkan untuk mengukuhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, perlu melakukan upaya diplomasi dan tetap digunakan seperti bahasa internasional lainnya. Tidak perlu rendah diri," kata Marijan, di Malang, Senin.

Dia katakan itu dalam seminar internasional bertajuk "Memperkokoh Bahasa Indonesia sebagai bahasa Internasional melalui Diplomasi Bahasa, Sastra, dan Budaya", di Universitas Islam Malang.

Bahkan nama-nama program kerja resmi pemerintah juga tidak sedikit dibahasaasingkan, belum lagi nama jabatan dalam banyak BUMN dan perusahaan lain. Di Jepang, kartu nama sering dicetak bolak-balik, satu sisi dalam aksara dan bahasa Jepang, dan sisi sebaliknya dalam bahasa Inggris.

Padahal bahasa Indonesia harus dilindungi dan diperjuangkan selalu dipakai karena diamanatkan tegas dalam UUD 1945.

Diperlukan kampanye besar-besaran dan panjang untuk membudayakan kembali bahasa Indonesia di dalam negeri tanpa anti bahasa asing. Bahasa Indonesia telah lama dikenal dunia internasional, yakni sejak abad ke-15.

Bukan hanya sepagai bahasa lingual, tetapi sebagai bahasa etnik, nasional dan sudah menjadi bahasa internasional. Sebagian negara-negara di dunia, sudah memakai bahasa Indonesia sebagai bentuk pembelajaran, sebagaimana di China, Jepang, Amerika, Belanda, dan Australia.

Banyak sekali negara-negara sahabat yang mensyaratkan para diplomatnya lulus pendidikan bahasa Indonesia sebelum ditempatkan di Indonesia. Mereka fasih berbahasa Indonesia.

Bahkan, lanjutnya, di Austalia sejak 1960 sudah ada pendidikan bahasa Indonesia dan masuk dalam pembelajaran. Dan, untuk menduniakan Bahasa Indonesia dan mengenalkannya pada dunia secara luas, bahasa Indonesia harus digunakan sebagai diplomasi dalam segala bentuk komunikasi dengan masyarakat manca negara.

Menurut dia, penggunaan bahasa bisa digunakan melalui kosa kata sederhana, sebagaimana kosa kata nama makanan. Contohnya, nasi goreng, sup ayam atau rawon dan hendaknya tetap diperkenalkan dalam bahasa Indonesia, bukan diterjemahkan dalam bahasa Inggris atau lainnya.

Selain itu, juga perlu dilakukan upaya dengan membuka pameran makanan di luar negeri. Kosa kata dalam penyajian makanan, seperti cara membuatnya, tetap memakai bahasa Inggris, namun penyebutan nama makanannya tetap dalam bahasa Indonesia, sehingga bisa jadi kosa kata dunia.

Bakso sebagai misal, sering dituliskan sebagai meat ball dalam daftar sajian di rumah-rumah makan di Indonesia.

"Pakai saja bahasa Indonesia, biar mereka cari sendiri maknanya agar masyarakat internasional bisa lebih mengenal bahasa Indonesia. Tarian juga begitu, jangan diterjemahkan menjadi mask dance, tetap saja gunakan tari topeng," ujarnya.

Maridjan mengakui dari makanan saja sudah banyak kosa kata yang bisa digunakan, apalagi berbagai budaya dan jenis makanan lainnya yang ada di Indonesia.

Jadi, Indonesia bisa menunjang banyak kosa kata dunia, bahkan film Indonesia saja juga masuk festival dunia. Dengan penggunaan bahasa Indonesia dalam film itu, tentunya akan memperluas jangkauan bahasa Indonesia.

"Oleh karena itu, kita sebagai bangsa Indonesia dan menggunakan bahasa Indonesia, tidak perlu rendah diri, kita harus percaya diri dan bangga dengan bahasa kita dalam hal apapun," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof Dr Mahsun, mengemukakan selama ini telah ada 97 tempat pembelajaan bahasa Indonesia di dalam negeri dan 45 tempat di negara lain.

Dari 45 negara yang mengajarkan bahasa Indonesia, 14 negara diantaranya merupakan inisiatif Kedutaan Besar Indonesia setempat, sedangkan sisanya merupakan inisiatif negara itu sendiri.

"Kami masih menyusun kurikulum dan bahan ajar untuk 45 negara yang mengajarkan bahasa Indonesia ini dan tahun ini kami akan mengirimkan 20 orang tenaga pengajar (staf ahli) kami untuk 13 negara yang mengajarkan bahasa Indonesia, di antaranta di Prancis dan Jepang," katanya.

Intinya, kata Mahsun, bangsa Indonesia sendiri harus percaya diri dalam menggunakan bahasanya, seperti dalam menyusun jurnal internasioal yang menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa Inggris.

"Gunakanlah bahasa Indonesia, tapi penyebaran dilakukan secara internasional, namun jurnal itu harus memiliki kajian yang layak, meskipun berbahasa Indonesia, tapi kajian itu banyak diburu pembaca," ucapnya.

Jadi --misalnya-- katakanlah "meminta" ketimbang memakai kata request kepada pelayan makanan di gerai sajian di satu pusat perbelanjaan, untuk memesan porsi makanan dan minuman.

-

Arsip Blog

Recent Posts