Warga Ampek Koto Gelar Tradisi Masak Gulai Bukek

Agam, Sumbar - Masyarakat Nagari Ampek Koto, Keca­matan Palembayan melaksanakan tradisi makan gulai bukek bersama di rumah ibadah pada Kamis (24/9) dan Jumat (25/9) kemarin.

Tidak kurang 10 ekor sapi korban yang dipotong untuk acara tradisi tersebut pada enam rumah ibadah yakni surau Bateh Aka, Kam­­puang Tanjung, Surau Galuang, Surau Gantiang, Musala Tanah Luruah dan Musala Padang Datar.

Acara tradisi tersebut berlangsung meriah dihadiri warga setempat, pegawai yang betugas di sekitar lokasi dan para perantau yang pu­lang kampung.

Gulai bukek merupakan kuliner khas Palembayan yang biasa dihidangkan pada acara perhelatan perka­wi­nan dan upacara adat lainnya.

Bahan gulai bukek ter­diri dari daging, cabe,tepung beras, sedikit santan dan bumbu masak lainya, boleh dicampur dengan nangka dan pisang muda, namun untuk gulai bukek daging korban tidak ada campuran, kuah gulainya kental mirip kuah sate padang. Pelak­sanaan makan gulai bukek dilakukan setelah shalat zuhur sampai sore. “Makan gulai bukek boleh sekenyang perut, gulainya daging se­mua, siapa saja boleh ikut,” kata salah seorang warga Palembayan bernama Lelo kemarin.

Menurut salah seorang ahli pembuat gulai bukek, Indra Krisna Dt Putiah, pada acara makan gulai bukek di Musala Padang Datar kemarin, tradisi ini telah berlangsung lama dan hingga kini masih bertahan terutama pada jorong Pa­lem­bayan Tangah dan jorong Pasa nagari Ampek Koto.

“Setiap hari raya idul adha tadisi makan gulai bukek masih merupakan acara menarik di Palembayan, bahkan warga yang merantau dekat di ber­bagai tempat di Sumatra Barat banyak yang pulang kampuang untuk mengikuti tradisi ini” kata Dt Putiah.

Menurut sejarahnya tra­disi makan gulai bukek semula berlangsung di Kam­puang Tanjuang Palembayan Tangah, dimana pada waku itu orang yang berkorban sedikit, kalau daging korban dibagi beronggok seperti sekarang banyak yang tidak akan mendapat, karena itu ninik mamak dan ulama setempat memutuskan agar daging itu digulai saja, lalu dimakan bersama, sehingga warga sekitar dapat mera­sakan enaknya daging korban.

Namun sekarang karena warga yang berkorban sema­kin banyak, daging korban tidak semuanya dijadikan gulai, ada juga yang dibagi-bagikan ke rumah warga.

Dalam acara tradisi ma­kan gulai bukek terjalin keber­samaan antar sesama, dimana para lelaki bertugas mencari kayu dan mengacau gulai, sedangkan perempuan bersama-sama memotong da­gingnya, para keluarga peserta korban membawa nasi untuk makan bersama.

-

Arsip Blog

Recent Posts