Kompetensi Penutur Jaminan Keberlangsungan Bahasa

Jakarta - Kompetensi sumber daya manusia yang baik menentukan keberlangsungan penuturan suatu bahasa lokal. Karena itu, diperlukan kerja keras dalam meningkatkan sumber daya manusia dari segi pendidikan, ekonomi, teknologi, moral, dan kemampuan berorganisasi.

I Wayan Arka, pakar bahasa dari Universitas Udayana dan Universitas Nasional Australia, memaparkan tentang pentingnya perspektif glokalisasi (global dengan konten lokal) di dalam pelestarian bahasa daerah.

"Kesuksesan sebuah bahasa tidak berdasarkan jumlah penutur, tetapi kekuatan orang-orang yang menuturkannya," kata ahli bahasa dari Universitas Udayana dan Universitas Nasional Australia, I Wayan Arka, dalam paparan yang berjudul "On the Dynamics of Glocalisation and Minority Language Conservation in Contemporary Indonesia" di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Rabu (25/11).

Ia melakukan penelitian di wilayah suku Marori di Merauke, Papua. Bahasa mereka tergeser dengan bahasa Indonesia yang dipakai para pendatang. Meskipun para pendatang berjumlah sedikit ketimbang penduduk setempat, mereka memiliki kemampuan penguasaan teknologi, ekonomi, struktur organisasi, dan politik yang kuat. Akibatnya, praktis bahasa yang mereka bawa, yaitu Melayu Bugis ataupun Melayu Jawa, lebih dominan.

Hal serupa dialami masyarakat etnis Rongga di Flores, Nusa Tenggara Timur. Terkikisnya pemahaman kebahasaan berakibat menghilangkan nilai-nilai tradisi yang mereka anut. Misalnya, sistem kedaulan (lembaga tetua adat) yang merupakan lembaga masyarakat adat pengatur norma sosial, terutama untuk mengatasi konflik, tidak bisa berfungsi lagi karena pemahaman bahasa ritual yang sudah hilang dan masuknya sistem pemerintahan desa modern.

Dalam hal ini, konteks glokalisasi (penggabungan istilah global dan lokal) berisiko berdampak negatif kepada masyarakat lokal. Padahal, semestinya hal ini bisa membuka kesempatan-kesempatan baru bagi masyarakat untuk berkreativitas.

Pada kesempatan terpisah, antropolog dan Koordinator Penelitian Bahasa LIPI Abdul Rachman Patji memaparkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia tidak mampu mempertahankan bahasa lokal mereka. "Mereka tidak menyadari bahwa bahasa memiliki keterkaitan erat dengan penjagaan norma-norma adat ataupun sistem kemasyarakatan. Makanya tidak ada regenerasi," ujarnya.

Sepaham

Guna mempertahankan bahasa lokal agar tidak tergeser arus globalisasi, diperlukan peningkatan kapasitas para penuturnya. Wayan Arka menyampaikan bahwa agar hal ini tercapai, pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat harus sepaham di dalam upaya pelestarian tersebut. Adapun langkah pertama pelestarian ialah menghidupkan kembali bahasa melalui pendidikan formal, termasuk pemahaman sejarah lokal dan konteksnya di dalam kebangsaan.

"Tentu saja para penutur perlu diberdayakan secara ekonomi, politik, dan sosial. Sebab, apabila mereka masih bisa berbahasa lokal tetapi tidak bisa mengakses ke persaingan ekonomi nasional ataupun global, bahasa tersebut akan dilupakan kembali," katanya.

Sejauh ini, menciptakan kesepahaman masih merupakan tantangan berat karena di beberapa wilayah di Indonesia, politisasi bahasa dan identitas lokal adalah isu yang sensitif.

-

Arsip Blog

Recent Posts