Tradisi Unik Cuci Tombak nan Terlarang Dilihat Wanita

Tulung Agung, Jatim - Memasuki Bulan Suro, masyarakat Tulung Agung, Jawa Timur, memiliki tradisi menjamas atau mencuci tombak Kyai Upas yang merupakan pusaka masyarakat setempat.

Upacara adat siraman pusaka ini dilaksanakan setiap tahun sekali, yaitu bertepatan pada hari Jumat antara tanggal 11 sampai 20 Bulan Suro. Puncak upacara dilaksanakan pada hari Jumat dengan mengambil waktu pukul 09.00 WIB hingga 11.00 WIB atau sebelum Salat Jumat.

Prosesi jamasan pusaka andalan Kabupaten Tulung Agung ini diawali dengan kirab pagar ayu yang terdiri dari barisan gadis remaja menuju ke Pendopokan Jenan, yang berada di Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kota Tulung Agung. Mereka membawa air yang berasal dari 7 sumber yang ada di Kabupaten Tulung Agung.

Usai penyerahan air kembang, para penggawa dan sesepuh mengeluarkan pusaka tombak Kyai Upas yang sehari-hari disemayamkan di dalam kamar Pendopokan Jenan. Pusaka yang panjangnya sekitar 5 meter dengan ujung tombak sepanjang sekitar 70 sentimeter ini, kemudian diletakkan membujur dan dipegang 5 orang. Usai tombak dilepas dari sarungnya, ujung tombak dijamas menggunakan air kembang dicampur air jeruk nipis.

Tujuan upacara adat siraman pusaka tombak Kanjeng Kyai Upas adalah untuk pemeliharaan secara tradisional, sehingga diharapkan dengan pemeliharaan ini pusaka tombak Kyai Upas akan tetap ampuh, tidak rusak, dapat melindungi masyarakat pendukungnya dari adanya gangguan atau bencana yang akan menimpanya.

"Ada pantangan saat menjamas pusaka kebanggaan warga Tulungagung ini. Yakni, wanita tidak boleh melihat langsung selama pencucian. Sebab, seperti keyakinan turun temurun, Kyai Upas berjenis kelamin laki-laki dan pantang dilihat perempuan saat dimandikan,"kata Mashudi, peserta jamasan.

Kanjeng Kyai Upas adalah pusaka yang berbentuk tombak yang panjang bilahnya berukuran 35 sentimeter dan panjang landheyan atau tangkainya 5 meter. Pada pangkal bilahnya ada tulisan dari bahan emas dengan huruf Arab berlafal Allah.

Pusaka ini diberi lurup atau ditutup berlapis-lapis dengan kain cindhe. Setiap hari Kamis oleh Kyai Emban diberi sesaji dan diberi lampu cuplak dengan minyak jarak dan sambil membakar kemenyan.

Menurut cerita yang berkembang, Kanjeng Kyai Upas berasal dari lidah seekor ular naga bernama Baru Klinthing.

Pusaka Tombak Kanjeng Kyai Upas ini berasal dari Mataram yang dibawa oleh Raden Mas Tumenggung Pringgodiningrat, putra dari Pangeran Noyokusumo di Pekalongan yang menjadi menantu Sultan Hamengku Buwono II, ketika beliau menjadi Bupati Ngrowo yang sekarang dikenal dengan Tulungagung.

-

Arsip Blog

Recent Posts