Bangun Danau Toba dengan Pondasi Budaya Batak

Jakarta - Pembicaraan seputar upaya menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata berkelas internasional belakangan ini lebih dominan urusan infrastruktur dan kelembagaan. Seakan masalah pembangunan jalan tol, pengembangan jalan, Bandara Silangit, dan sejenisnya, dianggap sesuatu paling urgen. Juga ramai bicara soal Badan Otoritas Danau Toba.

Padahal, kata sosiolog Sabar Sitanggang, penyiapan aspek budaya merupakan hal terpenting. Sementara, aspek ini tidak banyak dibahas.

“Tidak pernah diulas bagaimana agar kemegahan Danau Toba nantinya tetap berada di atas pondasi kultur Batak,” ujar doktor lulusan Universitas Indonesia (UI) itu kepada JPNN kemarin (19/2).

Dia mengingatkan, pengembangan Danau Toba sudah dipastikan akan mendatangkan investor-investor pemilik modal. Arus kapital, lanjutnya, akan mengalir ke kawasan sekitar Danau Toba, seperti pembangunan hotel-hotel.

“Sementara, di manapun, budaya selalu kalah dengan kapital, selalu tersingkir oleh para pemilik modal,” terang dia.

Dia memberi contoh ekstrem di wilayah DKI Jakarta. Di mana, warga Betawi tergeser di daerah-daerah pinggiran. Budaya asli Betawi pun tergerus. “Tanah-tanah dijual ke pemilik modal, dijadikan pusat-pusat perbelanjaan, hotel, dan sejenisnya, orang Betawi mulai tersingkirkan,” ulasnya lagi.

Dia mengingatkan agar hal tersebut tidak terjadi di tanah Batak. Caranya, apabila investor datang membutuhkan tanah di sekitar Danau Toba, maka jangan asal jual saja.

“Gunakan sistem bagi hasil, sistem share, misal di atas tanah itu akan dibangun hotel, maka pemilik tanah mendapatkan bagi hasil keuntungan. Dengan begitu, warga Batak tetap bisa menjadi tuan di tanahnya sendiri,” urainya.

Di banyak daerah yang wisatanya maju, lanjutnya, tanah-tanah penduduk setempat, juga tanah adat, sudah dibeli investor asing. Para warga mantan pemilik tanah tersingkir, jauh dari pusat keramaian.

“Jual beli tanah seperti membayar PSK. Selesai, bayar, setelah itu gak ada lagi urusan. Nah, jangan sampai itu terjadi di daerah kita ini. Jangan sampai nanti setelah Danau Toba berkembang pesat, malah tidak ada lagi warga Batak di sekitar situ,” ucap Sabar Sitanggang.

Begitu pun, semua bangunan tetap harus bernuansa Batak. “Budaya itu sesuatu yang lentur, akulturasi budaya itu begitu gampang. Nah, perlu dijaga agar budaya batak tidak kalah dalam proses akulturasi dengan nilai-nilai budaya asing yang dibawa para turis bule. Intinya, budaya Batak jangan tergerus habis,” pungkasnya.

-

Arsip Blog

Recent Posts