Generasi Melayu Minta Pemerintah Akui Tragedi Revolusi Sosial 46

Medan, Sumut - 70 tahun sudah tragedi berdarah di Sumatera Timur itu berlalu. Segalanya berubah sekarang. Bersama dengan bergulirnya waktu, tragedi itu pun semakin terlupakan.

Ada rasa getir bagi generasi Melayu di Sumatera Timur tiap kali mengenang dan menceritakan masa kelam itu. Masa ketika para orangtua mereka dibantai dengan keji.

Tapi mereka, generasi Melayu itu, bukannya mendendam. Mereka hanya ingin peristiwa itu tetap dikenang dan mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai satu sejarah nasional yang harus dikukuhkan, selayaknya peristiwa-peristiwa bersejarah lainnya di Indonesia.

Maka dari itu, para generasi Melayu Sumatera Timur akan mengadakan acara Kilas Balik Tragedi Revolusi Sosial, dengan tema Melawan Lupa 70 Tahun Revolusi Sosial Sumatera Timur 1946, pada 4 Maret 2016, di pelataran Masjid Raya Al Mashun, Medan.

"Acara ini kami adakan dengan harapan mudah-mudahan peristiwa itu tidak akan terulang lagi," ujar Edy Ihsan, tokoh Melayu Sumatera Utara, saat berdiskusi dengan Tribun di Kantor Harian Tribun Medan, Jalan KH Wahid Hasyim, Rabu (24/2/2016).

Dikatakan Edy, ada kesan pemerintah kurang peduli dengan peristiwa tersebut.

"Kalau kita lihat kasus-kasus yang lain selalu diangkat dan didorong untuk dibuat pernyataan. PKI, misalnya, beberapa bulan lalu melakuan tribunal. Nah, kami ada ribuan orangtua kami yang mati gak pernah dapat perhatian. Seolah-olah ada kesan didiamkan. PKI bilang ada efek trauma ke keluarga mereka. Nah, kami pun juga," ujarnya.

Menurut Edy, banyak generasi muda yang tidak pernah tahu soal tragedi Revolusi Sosial Sumatera Timur 1946. Bahkan, dalam buku-buku pelajaran sejarah di sekolah pun peristiwa itu tak tercatat.

"Jadi intinya, dengan acara ini, kami bukan hanya mengenang, tapi mesti didudukkan ini dalam konteks pembelajaran. Di masa mendatang kami mau ada semacam pernyataan formal dari pemerintah bahwa itu kejahatan kemanusiaan. Cara yang dilakukan saat itu juga sangat biadab, membunuh, memperkosa, merampas. Kita bukan mau mengeksklusifkan Melayu. Tetapi yang kami kecam adalah cara genosida itu dilakukan," kata Eddy.

Nantinya, dalam acara tersebut, akan ditampilkan selama tiga jam satu skenario utuh bagaimana peristiwa itu terjadi.

"Itu akan membawa orang dalam situasi yang dramatis. Nanti acaranya akan dihadiri oleh semua sultan yang ada di Sumatera Timur. Dari Karo dan Simalungun juga datang. Ada sekitar 500 audience yang akan datang," ujarnya.

Juga akan ada sejumlah pertunjukan seni budaya Melayu.

"Even ini juga akan seperti talk show. Ada lukisan pasir, tari-tarian, teatrikal, dan pelaku (saksi dan korban) langsung akan hadir," katanya.

"Ini tidak hanya sekadar even. Setelah ini akan ada rencana-rencana lainnya. Akan ada seminar dan lainnya. Kita juga ada rencana membuat semacam film dokumenter. Intinya kami ingin tragedi itu dikenang, tidak dilupakan," tambah Edy.

-

Arsip Blog

Recent Posts