Pementasan "Nyora", Hadirkan Tradisi Leluhur

Suasana Dusun Batununggul II, Desa Balimbing, Kecamatan Pagaden Barat Kabupaten Subang, pekan lalu tampak semarak dengan adanya pementasan seni bertajuk 'Nyora' buah karya Gempur Santosa.

Warga pun antusias mengikuti tiap acara yang disajikan, termasuk arak-arakan dan berbaur menari bersama.

Setelah acara pembukaan, rangkaian pementasan pun langsung digelar. Pementasan yang merupakan revitalisasi seni tradisi saat syukuran panen disajikan dalam empat bagian, diawali dengan arak-arakan membawa padi (pare indung), diiringi angklung buncis dan genjring bonyok keliling pemukiman warga.

Selain itu dihadirkan pula. iringan tutunggulan berbaur suara lingkungan dari aktivitas memasak serta vokal beluk.

Setelah itu masuk ke sajian, tatalu dengan garapan ensambel toleat, sambil menunggu prosesi ngadiukeun pare sebagai bentuk persembahan nyi pohaci di area pemukiman warga.

Kemudian saat. persembahan dewi sri (nyi pohaci) yaitu ngadiukkeun pare ka leuit (menyimpan padi ke lumbung), diiringi kacapi pantun, serta balutan gembyung dan vokal beluk.

Pada bagian akhir disajikan hiburan tarian belentuk ngapung (doger), dan warga pun ramai-ramai berbaur ikut menari bersama.

Selain warga setempat, hadir pula sejumlah pelaku seni. dan budaya di Subang, termasuk tamu Mahasiswa dari beberapa negara seperti Meksiko, Amerika Serikat, Polandia, Wales, Spanyol, dan Argentina, serta dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.

"Pementasan Nyora yang terbagi empat segmen ini merupakan bentuk revitalisasi seni tradisi saat syukuran panen, kebetulan momentnya bersamaan dengan ujian S2. Walaupun pelaksanaan tidak pada saat panen, tapi tujuannya ingin menghadirkan lagi kebiasaan tradisi leluhur yang saat ini sudah jarang," kata Gempur.

Dia mengatakan pementasan yang ditampilkan merupakan bagian Karya Saji Ujian akhir tingkat magister (S2) dirinya pada Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Dalam menggarap Nyora, dirinya mendapat bimbingan Prof. Dr. Rahayu Supanggah, S.Kar., Kemudian mendapat dukungan dari pelaku seni di Subang, termasuk siswa SMK kesenian Subang, dan warga setempat, sehingga pada saat pementasan bisa melibatkan 70 orang dari berbagai kalangan usia, remaja hingga orang tua.

"Saya juga dibantu tim produksi Svarapati Art Project dan warga serta guru SMP 2 Subang," ujarnya.

Dijelaskan Gempur, nyora ini merupakan seni pertunjukan hasil revitalisasi tradisi dari realitas sosial masyarakat agraris, dalam konteks syukuran panen di Kabupaten Subang.

Nyora berasal dari istilah Sunda, dalam bahasa Indonesia berarti bersuara atau berbunyi. Dalam pementasan Nyora ini diartikan sebagai senyawa beragam bunyi yang komplek dari suara lingkungan dan kesenian lokal, serta erat hubungannya dengan syukuran panen padi.

Itu semua disusun dalam dimensi ruang dan waktu. Dari komposisi, nyora ini menghadirkan aktivitas lama dimasa kini, seperti persembahan dewi sri dan kesenian-kesenian yang hampir punah di antaranya kesenian genjring bonyok, belentuk ngapung, tutunggulan, beluk, kacapi pantun, dan gembyung. (Yusuf Adji/A-88)***

-

Arsip Blog

Recent Posts