Ribuan Tusuk Sate Ayam Ludes Dalam Festival Budaya di Canberra

Canberra, Australia - National Multicultural Festival (NMF) digelar di Canberra setiap tahunnya sejak 1997. Namun NMF kali ini mencatat rekor jumlah pengunjung dan pihak KBRI Canberra mengklaim ribuan tusuk sate ayam ludes dalam acara yang dimulai Sabtu (13/2/2016).

Menteri Urusan Multikultural negara bagian khusus ibukota (ACT) Yvette Berry kepada ABC menjelaskan, perkiraan awal menujukkan tidak kurang dari 280 ribu pengunjung datang ke ibukota Australia selama festival berlangsung.

Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan pengunjung tahun sebelumnya.

"Laporan yang masuk ke saya menyatakan jumlahnya lebih banyak daripada tahun lalu," kata Berry.

Menurut dia, reputasi festival NMF telah menyebar luas bukan hanya di kalangan warga Canberra melainkan bagi kota lainnya.

"Saya sendiri bertemu dengan rombongan dari Sydney, Melbourne, dan Australia Barat. Mereka selalu datang tiap tahun," kata Berry.

Stan Indonesia pada National Multicultural Festival di Canberra. (Foto: Twitter/@Erna Glassford)

Stan Indonesia pada National Multicultural Festival di Canberra. (Foto: Twitter/@Erna Glassford)

"Tahun ini merupakan yang ke-20, dan kami melihat pelaksanaannya semakin membaik," kata Berry.

Dia juga mengakui festival NMF mampu menggerakkan perekonomian Kota Canberra.

"Tahun lalu tercatat sekitar 7,5 juta dollar dibelanjakan selama tiga hari," katanya.

"Tahun ini saya mendapatkan laporan bahwa sejumlah ATM kehabisan uang kontan selama pelaksanaan acara," tambah Berry lagi.

Indonesia tidak ketinggalan ambil bagian dalam festival NMF setiap tahunnya. Menurut keterangan KBRI, Parade Indonesia dan Paviliun Indonesia selalu dipadati oleh warga Australia. Terlebih lagi, Paviliun Indonesia merupakan salah satu stall yang terbesar di Festival ini.

Tampil di urutan ke-10, tim parade seni dan budaya Indonesia yang terdiri dari staf KBRI Canberra, mahasiswa dan pelajar serta warga Indonesia dan Australia, tampil secara atraktif dengan mengetengahkan tema Indonesia yang majemuk.

Kemajemukan itu ditunjukkan melalui pelbagai pakaian daerah, mulai dari Papua, Bali, Sulawesi, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Maluku.

"Dalam parade, empat maskot wayang, yakni Gatut Kaca, Rahwana, Bhuma dan Hanoman sengaja diterjunkan untuk memperkuat Tim Parade Indonesia yang didampingi anak-anak Indonesia dengan membawa bendera Merah Putih sembari diiringi sejumlah lagu-lagu daerah, seperti Ala Tipang, Ayo Mama, Kampuang Nan Jaoh di Mato dan Soleram," demikian disampaikan KBRI.

Pengunjung dapat menikmati aneka sajian makanan dari berbagai negara. (Foto: ABC/Ian Cutmore)

Pengunjung dapat menikmati aneka sajian makanan dari berbagai negara. (Foto: ABC/Ian Cutmore)

Selain itu, Tim Solo Batik Carnival (SBC) yang membawakan kostum batik dengan desain, corak dan bentuknya yang sangat indah yang secara khusus didatangkan dari Indonesia telah mengundang decak kagum para penonton.

KBRI menyatakan bahwa di sepanjang jalan yang dilalui Tim Parade Budaya Indonesia, tercatat paling banyak yang diminta berfoto oleh para pengunjung.

Ditambahkan, dua buah becak yang dikerahkan juga menyedot perhatian warga yang tidak semuanya mengenal kendaraan khas di Indonesia tersebut.

Sementara dalam Paviliun Indonesia ditampilkan bazar makanan, gerai batik, Kids Corner, workshop gamelan dan angklung serta alat musik Sasando dari Nusa Tenggara, dan stand Garuda Indonesia. Di samping itu, ditampilkan pula demo melukis dan membuat batik oleh Solo Batik Carnival. Tak pelak, para pengunjung berebut untuk memperoleh kesempatan membuat batik.

Warung Bali yang disiapkan oleh Dharma Wanita Persatuan (DWP) KBRI Canberra menjual ribuan tusuk Sate Ayam. Uniknya, menurut keterangan KBRI, sate ayam ini ludes diserbu pengunjung, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Ketua DWP KBRI Canberra Nino Nadjib Riphat Canberra mengatakan, masakan sate Indonesia memang sangat populer di Australia. Tak mengherankan jika Warung Bali menjadi salah satu tujuan utama pengunjung yang ingin menikmati kuliner khas tersebut.

Para mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia-Australia (PPIA) dan bule-bule yang menjadi ’Friends of Indonesia’, yakni Australia-Indonesia Association (AIA) juga turut menyemarakkan Paviliun Indonesia.

Tidak kalah mengesankan, kata KBRI lagi, adalah partisipasi guru-guru Australia yang selama ini mengajar Bahasa Indonesia di berbagai sekolah dan tergabung dalam Balai Bahasa Indonesia (BBI) yang dipimpin Heath McMichael. Sejumlah guru Australia ini secara antusias menjelaskan kepada para pengunjung mengenai kegiatan pengajaran Bahasa Indonesia bagi pelajar Australia di tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.

KBRI Canberra juga menampilkan sejumlah tarian di panggung utama selama satu jam penuh, yakni Tarian Solo Batik Carnival, Tarian Nusantara, Tari Yamko Rambe Yamko dan ditutup dengan Sendratari berjudul ‘Pertarungan Kikis Tunggarana’. Yang menarik, sebagian penari yang tampil adalah bule-bule Australia yang memiliki minat yang tinggi terhadap kesenian tari dari Indonesia.

-

Arsip Blog

Recent Posts