Panen Menurun, Festival Durian di Jogja Diganti Festival Makanan Tradisional Sompil

Gunung Kidul, Yogyakarta - Pemerintah Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan menggelar festival makanan tradisional sompil pada 24 April untuk memperkenalkan makanan tradisional masyarakat setempat.

Camat Patuk Haryo Ambar Suwardi di Gunung Kidul, Rabu (13/4/2016), mengatakan festival durian sudah dilakukan sejak 2013 tidak bisa digelar tahun ini karena produksi durian petani tahun ini menurun derastis.

"Biasanya festival durian dilakukan di Dusun Ngasemayu, Salam, Patuk. Tahun ini, panen jauh menurun, jadi tidak bisa menyelenggarakan festival durian. Sebagai gantinya, kami menyelenggarakan festival makananan tradisional," kata Haryo.

Haryo mengatakan festival durian akan diganti dengan makanan tradisional Patuk yakni sompil. Festival sompil akan dilakukan pada 24 April di Desa Ngasemayu. Sompil berjumlah 1001 buah ini akan diolah masyarakat Desa Ngasemayu, dan sayur yang disajikan bahannya juga lokal.

"Kami ingin memperkenalkan makanan tradisional Patuk, agar semakin dikenal masyarakat luas," katanya.

Dengan membayar Rp 5.000, wisatawan akan diberikan seporsi sompil dicampur kuah sayuran. Nantinya juga ada kesenian tradisional masyarakat setempat untuk memeriahkan acara. Sompil merupakan makanan tradisional sejenis lontong yang disajikan dengan lauk sayur berkuah.

"Harapannya untuk menarik wisatawan di Patuk, sekaligus memperkenalkan destinasi wisata di sini, seperti Gunung Api Purba Nglanggeran, Kampung Emas Plumbungan, dan masih banyak yang lainnya," ucapnya.

Sementara itu, Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Gunung Kidul mengapresiasi sejumlah upaya desa untuk menarik wisatawan. Namun demikian perlu adanya penguatan sumber daya manusia.

Kepala Bidang Pengembangann Produk Wisata Disbudpar Gunung Kidul Hary Sukmono mengatakan saat ini desa wisata tersebar di seluruh wilayah Gunung Kidul. Hampir semua kecamatan memiliki desa wisata. Namun demikian, beberapa diantaranya tidak berkembang.

"Sejumlah desa wisata sempat dibuka namun sekarang mati suri. Namun secara kepengurusan masih ada," kata Hary.

Menurut dia, ada berbagai faktor yang menyebabkan desa wisata menjadi tidak berkembang, salah satunya karena pengelola salah dalam memanagemen. Euforia wisata disambut antusias oleh warga.

"Itu bagus, namun dalam menjalankan harus secara profesional juga. Tidak cukup dengan mengandalkan potensi alam saja," katanya.

Hary mengungkapkan membangun pariwisata harus sejalan membangun citra. Citra postif bisa dbangun dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Dengan kata lain jika kekayaan sudah dimiliki harus didukung dengan kearifan lokal.

"Wisata itu tidak hanya bicara bisnis namun juga mempertimbangkan aspek lain, misalnya potensi sumber daya manusianya," katanya.

-

Arsip Blog

Recent Posts