DPRD Kalbar Didesak Undang Kejati

Tuntaskan Kasus Korupsi

PONTIANAK--BEM Kota Pontianak mendesak DPRD Kalimantan Barat segera melakukan pemanggilan atau mengadakan pertemuan dengan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat untuk meminta kejelasan atau mendukung Kejati untuk segera menuntaskan kasus-kasus korupsi di Kalbar. Demikian dikatakan Juru Bicara BEM Kota Pontianak Suryani.

"Bahkan sampai dengan hari ini pihak DPRD Provinsi juga belum meberikan respon sedikitpun terhadap aspirasi mahasiswa yang mengharapkan adanya perbaikan di Kalimantan Barat," ujarnya.

Beberapa waktu lalu belasan mahasiswa yang tergabung dalam BEM Kota Pontianak, HMI Cabang Pontianak, dan KOMID Anti Korupsi melancarkan aksi di DPRD Kalbar. Pada aksi itu mereka mengangkat isu 'Mosi Tidak Percaya terhadap DPRD Kalbar'.

Aksi itu dilakukan karena mereka merasakan adanya kejanggalan yang terjadi di tubuh DPRD Provinsi Kalimantan Barat. Kejanggalan terkait aksi tutup mulut wakil rakyat untuk mengomentari stagnannya proses hukum masalah korupsi yang melibatkan pejabat publik di daerah ini.

"DPRD Provinsi seakan-akan tidak pernah tahu dan tidak mau tahu dengan kritisnya situasi politik Kalimantan Barat saat ini. Lebih menakutkan sebagian tersangka korupsi itu akan maju dalam pesta demokrasi yang akan dilaksanakan November 2007. Kenapa DPRD Provinsi bugkam terhadap proses hukum yang sedang berlangsung terhadap para koruptor berseragam tersebut? Sangat disayangkan, ketika mengomentari PP 37 atau pengadaan laptop, semua berorasi layaknya orator demonstrasi?" katanya.

Ia berharap, DPRD Kalimantan Barat segera melakukan pemanggilan atau mengadakan pertemuan dengan pihak kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat untuk meminta kejelasan atau mendukung kejati untuk segera menuntaskan kasus-kasus korupsi di Kalbar.

Sesuai UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang SUSDUK MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 66 ayat 1 yang berbunyi: DPRD Provinsi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat Negara tingkat provinsi, pejabat pemerintah provinsi, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan Negara.

"Kenapa wewenang yang demikian jelas tidak dipergunakan semestinya? Jika pertemuan dengan pihak Polda Kalimantan Barat terkait dengan kasus illegal logging dapat tercetus, kenapa pertemuan dengan pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat tidak pernah terpikirkan? Keduanya sama-sama lembaga vertikal akan tetapi kenapa mesti ada perbedaan dalam proses pengawasan terhadap keduanya?" katanya.

Yani menambahkan, bungkamnya DPRD Provinsi dan lambatnya kinerja Kejaksaan Tinggi mengundang tanya besar di kepala masyarakat. "Apa keadaan ini memang sengaja diciptakan sebagai skenario untuk menyukseskan tujuan yang lebih besar yang diinginkan oleh kekuatan politik yang kita tidak tahu siapa pelakunya? Ibarat setali tiga uang, pihak kejati, kejagung dan DPRD Provinsi sama-sama menghilang ibarat ditelan bumi dari konstalasi hukum dan politik saat ini," katanya. (*)

Sumber: Pontianak Pos, Senin, 30 April 2007
-

Arsip Blog

Recent Posts