Pemuda Kurang Bangga Terhadap Bahasa Indonesia

London, Inggris - Sejumlah pakar mengamati kehidupan pemuda saat ini kurang bangga terhadap bahasa Indonesia. Hal ini ditandai dengan kebiasaan mereka memakai sejumlah istilah asing yang sebenarnya bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kebiasaan ini dinilai sebagai gejala melunturnya penggunaan bahasa Indonesia.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI London, Prof E Aminudin Aziz, mengatakan, pegiat bahasa Indonesia perlu dukungan pemerintah untuk mempertahankan tradisi menggunakan bahasa asli Tanah Air tersebut dalam percakapan sehari-hari. "Harus semakin digiatkan," ujarnya dalam diskusi Indonesia Kontemporer (Ikon) di School of Oriental and African Studies (SOAS) University of London, Inggris, pekan lalu.

Ikon 2016 merupakan festival promosi seni dan budaya Indonesia yang diselenggarakan sebanyak enam kali sejak 2011. Kali ini diselenggarakan di SOAS London, salah satu kampus terbesar di Inggris yang memiliki kajian Indonesia dan Melayu. Tahun ini, kegiatan tersebut mengusung tema "How the world is inspired by the Indonesian art and culture". Acara ini dihadiri sekitar 2.000 orang pencinta Indonesia di Inggris.

Aminuddin pernah membuat penelitian mengenai judul program televisi dan iklan selama sepekan, mulai September hingga Oktober 2013. Hasilnya, ada 80 judul acara yang menggunakan bahasa asing.

Iklan di pinggiran jalan juga banyak yang menggunakan bahasa asing. Papan reklame menggunakan istilah, seperti join now, good choice, the next major, dan banyak lagi. "Kita ini bukan berada di jalan sekitar Oxford, tapi Indonesia," ujarnya dalam acara tersebut.

Iklan tersebut bertujuan untuk memasarkan produk tertentu. Ada juga yang mempromosikan figur untuk dipilih dalam ajang pemilihan kepala daerah. Iklan tersebut dapat dilihat pada sejumlah ruas jalan utama yang dilewati jutaan orang setiap harinya.

Guru Besar Kajian Indonesia dan Melayu SOAS, Univerity of London, Dr Ben Murtagh, mengatakan, ada banyak pengunaan kata asing, khususnya bahasa Inggris, pada buku atau novel terbitan Indonesia. Dia mengatakan, seharusnya banyak padanan kata dalam bahasa Indonesia yang bisa menjadi penggantinya. Namun, mau atau tidak, ia menjelaskan, bahasa itu berkembang dan saling memengaruhi seperti dalam konsep lingua franca.

Dia mengatakan, ada saja penggunaan bahasa asing dalam literasi, sebagaimana ditemukannya dalam sejumlah buku berbahasa Indonesia. Penggunaan tersebut menandakan bahasa asing semakin memengaruhi bahasa Indonesia.

Saling memengaruhi, menurutnya, adalah hal wajar dalam interaksi budaya dan peradaban. Ketika mengetahui dan memahami kebudayaan asing, tidak menutup kemungkinan budaya tersebut diterapkan dalam keseharian di negeri sendiri.

Sementara, Pemilik Sekolah dan Penguji Bahasa Indonesia, Cambridge International Exam, Geoff Roberts, menjelaskan, gejala pelunturan bahasa Indonesia tidak bisa dibendung, tetapi kalau ada padanan kata seharusnya bisa dipakai. Penggunaan bahasa sendiri dalam literasi ataupun percakapan diperlukan sebagai identitas.

Masyarakat dinilainya perlu mendalami khazanah bahasa Indonesia lebih baik lagi. Mereka perlu menggali kosakata yang mungkin sudah jarang digunakan. Kosakata tersebut dapat kembali diterapkan dalam percakapan sehari-hari.

Dia mengatakan, gejala melunturnya penggunaan bahasa Indonesia tidak hanya terjadi di kota besar, tetapi juga sudah merambah ke daerah perdesaan. Bukan hanya pada ranah bahasa lisan-informal, melainkan juga pada bahasa tulis-formal. Padahal, sejatinya bahasa Indonesia dapat menjadi bagian dari jati diri bangsa Indonesia.

Hal ini menandakan masyarakat di perdesaan sudah mulai menggunakan istilah asing dalam percakapan sehari-hari. Istilah itu mereka campur dalam kalimat yang mereka lontarkan dalam percakapan sehari-hari.

-

Arsip Blog

Recent Posts