Penanganan Kasus Korupsi di Tebing Tinggi tak Berjalan

Tebing Tinggi - Berbagai dugaan kasus korupsi yang melibatkan pihak eksekutif dan legilatif di Kota Tebing Tinggi ternyata hanya sebatas pemberitaan di media massa saja. Sedangkan tindaklanjutnya, terkesan tak berjalan sama sekali.

Banyak dugaan kasus korupsi mentok di tangan pihak kejaksaan. Contohnya saja laporan dugaan korupsi dana APBD TA 2002, TA 2003 dan TA 2004 di Pemko Tebing Tinggi, sebagaimana yang dilaporkan Masyarakat Pemerhati Pemerintahan dan Korupsi Kota Tebing Tinggi dua tahun lalu.

Dalam laporannya ke Kejari Tebing Tinggi dua tahun lalu, Masyarakat Pemerhati Pemerintahan dan Korupsi Kota Tebing Tinggi menyebutkan dugaan korupsi tersebut beberapa diantaranya bantuan tunjangan hari raya (THR) tahun anggaran 2002, 2003, dan 2004 senilai Rp516 juta.

Selain itu, pengadaan pakain dinas tahun pada APBD tahun anggaran 2002, 2003, dan 2004 sebesar Rp617 juta lebih. Kemudian, pengadaan buldozer pada tahun anggaran Rp2004 senilai Rp1,2 milyar.

Masih ada lagi, yakni pembelian dump truck dalam APBD tahun 2004 senilai Rp214 juta lebih, kompressor senilai Rp60 juta, dan pembelian kompor masak aspal seharga Rp30 juta.

Merasa Kejari Tebing Tinggi tidak merespon pengaduan mereka, pada tahun 2005Masyarakat Pemerhati Pemerintahan dan Korupsi Kota Tebing Tinggi melanjutkan pengaduan ke Kejati Sumut. Lagi-lagi kasus ini mentok, karena hingga saat ini belum terlihat tindak lanjut pengusutan pengaduan.

Jika diuraikan, indikasi kasus korupsi di Pemko Tebing Tinggi deretannya terlalu panjang. Buktinya saja hasil audit BPK terhadap APBD Kota Tebing Tinggi. Dalam laporannya BPK menemukan kerugian yang besar, mencapai Rp 2,6 miliar. Kerugian tersebut muncul, akibat pengguna anggaran tidak mematuhi aturan main dalam mengelola keuangan daerah.

Kerugian tersebut berupa, pemberian dana purna bakti sebesar Rp 920 juta kepada Anggota DPRD periode 1999-2004. Kemudian penyimpangan terhadap belanja DPRD TA 2004 sebesar Rp 1,9 miliar. Selain itu, masalah pertanggungjawaban uang sewa rumah anggota DPRD sebesar Rp 540 juta.

Dalam APBD TA 2004 Pemko Tebing Tinggi menganggarkan biaya jasa tenaga kerja non pegawai sebesar Rp1.000.000.000, dengan realisasi sebesar Rp920.000.000, yang diperuntukkan bagi belanja purna bakti anggota DPRD yang telah berakhir masa pengabdiannya.

Pembayaran dilakukan pada tanggal 10 Mei 2004 kepada 23 orang nggota DPRD, masing-masing menerima sebesar Rp40.000.000. Sedangkan dua orang anggota DPRD tidak mau menerima uang purna bakti tersebut. Artinya, dana yang dibayar sebesar Rp 920 juta.

Penyimpangan yang ditemukan terhadap pemberian dana purna bakti tersebut, karena tidak memperhitungkan lama pengabdian dari masing-masing Pimpinan dan Anggota DPRD. Selain itu pemberian uang purna bakti tersebut dibayarkan sebelum PP No. 24, yang mengatur soal dana purna bakti diberlakukan. Tentu saja, ini merugikan keuangan daerah.

Penyimpangan lainnya juga terjadi di DPRD Tebing Tinggi.Hasil pemeriksaan atas Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Sekretariat DPRD TA 2004 oleh BPK menunjukkan hal-hal yang juga menyalahi aturan.

Biaya makanan dan minuman (2.01.040.1.02.007) dianggarkan sebesar Rp950.000.000,dengan realisasi sebesar Rp923.197.000.Dari realisasi tersebut terdapat pengeluaran sebesar Rp711.406.000 yang diberikan secara tunai untuk bantuan biaya rapat kepada pimpinan dan anggota DPRD. Anehnya pertanggungjawabannya tidak didukung bukti-bukti lengkap, melainkan hanya kuitansi penerimaan yang ditanda tangani oleh yang menerima.

Selain itu, biaya General Check Up (2.01.040.1.01.004.04) dianggarkan sebesar Rp500.000.000, dengan realisasi sebesar Rp500.000.000. Realisasi pengeluaran tersebut dipergunakan untuk pembayaran asuransikesehatan bagi 25 orang anggota DPRD senilai Rp20.000.000 per orang.

Ternyata berdasarkan pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban diketahui, dari 25 orang tersebut hanya satu peserta yang ada polis asuransinya, sedangkan 24 peserta lainnya yaitu senilai Rp480.000.000 tidak ada bukti polis asuransinya. Sehingga, total pengeluaran yang melanggar aturan main, yakni Kepmendari No 29 Tahun 2002 sebesar Rp1.191.406.000.Kesalahan pihak eksekutif terhadap aturan main dalam hal mengelola keuangan daerah, ternyata terulang lagi pada tahun 2005. Tim BPK berpendapat, pertangggungjawaban uang sewa rumah pimpinan dan anggota DPRD, sebesar Rp180.000.000, tidak sesuai ketentuan. Selain itu, sebesar Rp360.000.000 berpotensi merugikan keuangan daerah.

Hasil pemeriksaan atas Pos Sekretariat DPRD diketahui, biaya sewa rumah jabatan/rumah dinas Pimpinan dan Anggota DPRD (2.01.040.1.02.006.1) yang ditetapkan dalam APBD TA 2005 pada Pos Sekretariat DPRD adalah sebesar Rp180.000.000. Dana tersebut telah direalisasikan tanggal 5 Mei 2005.

Penetapan besarnya bantuan uang sewa rumah 24 orang anggota DPRD tersebut berdasarkan Keputusan Walikota Tebing Tinggi Nomor 910/104 Tahun 2005 tanggal 4 April 2005, tentang Pemberian Tunjangan Perumahan Bagi Pimpinan/Anggota DPRD Kota Tebing Tinggi yang belum memiliki rumah jabatan pimpinan atau rumah dinas, masing-masing sebesar Rp7.500.000 per tahun. Keanehan pertama yang muncul, ternyata bukti pertanggungjawaban atas belanja tersebut hanya berupa kuitansi tanda terima tanpa perikatan sewa menyewa.

Hasil pemeriksaan lebih lanjut atas bukti-bukti pertanggungjawaban pengeluaran biaya sewa rumah jabatan/rumah dinas pimpinan/anggota DPRD Kota Tebing Tinggi menunjukkan, pada bulan Desember 2005 dilakukan kembali pembayaran untuk biaya sewa rumah kepada masing-masing wakil rakyat sebesar Rp15.000.000 per orang.

Terhadap biaya sewa rumah yang kedua ini, Pemko Tetbing Tinggi mengeluarkan lagi dana Rp 360 juta. Muncul lagi keanehan, ternyata bukti pertanggungjawaban hanya kuitansi tanda terima dan daftar pembayaran kepada anggota dewan.

Pembayaran ini didasarkan pada anggaran yang dimuat dalam Perubahan APBD Tahun 2005. Hal ini juga telah ditampung dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2005 pada rekening 2.01.010.1.02.006.01.1 dengan uraian belanja “sebagai tambahan tunjangan perumahan bagi anggota DPRD sebesar Rp360.000.000,00”.

Dasar penetapan besarnya tunjangan perumahan ini yakni Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 9 Tahun 2005 tanggal 19 Desember 2005 tentang Pemberian Tunjangan Perumahan Bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Tebing Tinggi, yaitu masing-masing sebesar Rp1.500.000untuk masa satu bulan. Kondisi tersebut menunjukkan dalam satu tahun anggaran, wakil rakyat Kota Tebing Tinggi dua kali menerima biaya tunjangan perumahan.

Hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan PP No 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan/Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu juga bertentangan dengan PP No37 Tahun 2005 tentang Perubahan atas PP No 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan/Anggota DPRD. Lalu, mau dibawa kemana lagi …?(red)

Sumber: www.hariansuarasumut.com 28 Mei 2007
-

Arsip Blog

Recent Posts