Untaian Gurindam di Batik Bengkulu Nyaris Padam

Jakarta - Selain di Jawa, batik juga dikenal di Sumatra. Bengkulu, misalnya, terkenal dengan batik basurek yang dalam bahasa setempat berarti bersurat atau tertulis.

Batik basurek lazimnya bermotif bunga raflesia arnoldi dan aksara Arab. Warnanya cenderung gelap, seperti biru atau merah. "Tapi ada juga beberapa yang cerah," ujar Lili Ridwan Mukti, istri Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti belumlama ini.

Tulisan Arab tersebut tentu bukan bagian dari ayat-ayat suci Alquran. "Walaupun mungkin pada awalnya tulisan Arab yang digunakan memang dari ayat suci karena dulunya batik ini ada di upacara tutup jenazah," papar Amy Wirabudi, fashion PR.

Seiring berjalannya waktu, menurut Amy, tulisan Arab tersebut berubah menjadi sebuah lagu atau syair.

"Salah satu batik karya Dudung Alie Syahbana ini diambil dari surat-surat. Tapi bukan surat dari ayat suci, melainkan Gurindam 12, makanya kainnya panjang sampai lima meter," ia menambahkan.

Amy menyebutkan bahwa tujuan Dudung mengutip gurindam di atas kain lantaran untuk meyakinkan masyarakat agar tak perlu khawatir mengenakan batik besurek.

Amy berkata, "Biasanya masyarakat takut memakai yang bertuliskan Arab, karena takut salah. Makanya pada batik ini dijelaskan kalau tulisan Arab ini bukan ayat suci, tapi lagu atau syair. Jadi yang digunakan ini adalah Arab Melayu atau disebut pegon."

Memang, beberapa batik Bengkulu yang dipamerkan di acara Selisik Batik Pesisir di Bentara Budaya Jakarta memiliki makna tulisan Arab yang unik, seperti lagu Indonesia Raya, Padamu Negeri dan Gundul-Gundul Pacul. Ada pula yang berisi nasihat-nasihat agar senantiasa bersabar.

Sayangnya, perajin batik besurek sudah semakin menipis. Kini, hanya tersisa dua kelompok perajin batik saja di Bengkulu.

"Tapi dia bukan asli dari Bengkulu, justru dari Sunda, Jawa Barat," kata Lili. Ia pun merasa prihatin dengan kepunahan para perajin batik besurek di Bengkulu. Menurutnya, hal tersebut terjadi lantaran industri kain printing dengan motif batik semakin berjaya.

"Untuk itu," papar Lili, "kami berencana untuk membawa beberapa orang Bengkulu ke Pekalongan. Tujuannya, agar mereka belajar cara membatik yang benar. Komitmen kami adalah tetap melestarikan besurek, dan supaya besurek bisa dibuat oleh masyarakat Bengkulu dan bukan dari luar"

Masyarakat Bengkulu sendiri pun sebenarnya sangat mencintai besurek. Mereka kerap mengenakannya sebagai busana harian. Namun lagi-lagi, "yang saya lihat bukan batik, tapi printing dengan motif batik Bengkulu," kata Lili.

Maka dari itu, warga Bengkulu biasanya tidak menyebut besurek sebagai batik, melainkan kain.

"Masyarakat menerjemahkan batiknya sudah kebablasan," kata Musa Widyatmojo, perancang busana. "Makanya kami ingin mengembalikan akar dari batik seperti apa."

-

Arsip Blog

Recent Posts