Kejari Sumenep Usut Korupsi Proyek Pelabuhan Rakyat

Sumenep—Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sumenep, Madura, Jatim terus mengusut dugaan korupsi proyek pelabuhan rakyat (Pelra) APBD Jawa Timur tahun 2006 senilai Rp3 miliar.

Kepala Kejaksaan (Kejari) Negeri Sumenep, Masnunah SH, di Sumenep, Selasa, menyebutkan, selama ini penyidik terus mengumpulkan barang bukti dan kasusnya telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk pembuktian. "Audit BPKP itu sangat penting, karena satu-satunya lembaga yang dapat membuktikan ada tidaknya unsur kerugian negara," kata Masnunah menegaskan.

Selama dalam audit BPKP, katanya, banyak hal yang terus ditemukan untuk melengkapi berkas. Salah satunya, saksi ahli yang sengaja dari ITS Surabaya diminta untuk melengkapi kembali hasil cek fisik proyek itu. "Saksi ahli dari ITS itu diminta turun kembali untuk memperjelas selisih antara meter persegi dengan meter kubik," kata Masnunah.

Saksi ahli dari ITS, menurut dia, sudah turun ke lokasi proyek dan saat ini hasilnya belum selesai. "Kalau dari saksi ahli itu sudah selesai akan diserahkan kembali ke BPKP dan akan dihitung ulang berapa kerugian negara," katanya.

Dalam perkembangan penyidikan yang dilakukan kejaksaan pembangunan pintu masuk seharusnya pada tahap I berukuran 250 meter x 7 meter, tetapi kenyataannya setelah dilakukan pengukuran hanya dibangun 225 meter x 7 meter.

Untuk tahap II. Dari seharusnya bangunan jalan seluas 1.050 m2, namun kenyataannya setelah dilakukan pemeriksaan hasilnya hanya terdapat sekitar 820 m2. Kejanggalan lainnya, yakni di antaranya, pembuatan tebing yang seharusnya sepanjang 60 cm x lebar 736 cm dengan tinggi 425 cm dan tebal 50 cm dengan campuran perbandingan satu semen empat pasir. Namun pelaksanaannya, hanya 140 cm dari tinggi kemiringan 425 cm dan tebal 20 s/d 25 cm dengan campuran satu semen 10 - 12 pasir.

Demikian juga pada pembangunan gorong-gorong yang seharusnya sepanjang 280 cm x lebar 685 cm tebal 25 cm dengan campuran satu semen dua pasir dan kerikil. Sedangkan dana pelaksanaan proyek itu sebesar Rp1.950.346.000 untuk pembangunan couseway tahap I. Untuk tahap II dananya sekitar Rp 973.645.000. (*/cax)

Sumber : Kapan lagi.com : 08 Januari 2008

Bupati Penajam Paser Utara Divonis Bebas

TANAHGROGOT- Bupati Penajam Paser Utara non aktif, Yusran, divonis bebas di sidang perkara dugaan korupsi, Senin (7/1), di Pengadilan Negeri Tanah Grogot, Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur. Namun di dalam putusannya, dua dari lima anggota majelis hakim berbeda pendapat atau dissenting opinion.

Majelis hakim beranggotakan Iwan Wardhana (ketua), Eduart MP Sihaloho, Imelda Herawati, Supandriyo, dan Rikatama Budiyantie. Dua terakhir yang berpendapat bahwa Yusran melakukan korupsi dalam kasus pengadaan tanah untuk kompleks perumahan pegawai negeri sipil (PNS) di Desa Babulu Darat, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).

Yusran, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Kaltim, dinyatakan tidak terbukti korupsi. Yang dimaksud, tak terbukti melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, serta tidak menyalahgunakan wewenang dalam kasus pembebasan tanah untuk kompleks perumahan PNS itu.

Selain itu, tidak ada hal-hal yang bisa memberatkan hukuman jika Yusran divonis bersalah. Sebaliknya, hal-hal yang meringankan ialah sopan dan tidak menghambat tahapan persidangan selama ini.

Namun, dalam putusan ada dissenting opinion. Menurut Supandriyo, Yusran telah menguntungkan pihak lain yakni Arifin Rauf selaku pemegang hak atas tanah 50 hektar- tempat akan dibangunnya kompleks perumahan PNS. Yusran telah membayar sejumlah uang kepada Arifin yang lalu diberikan kepada petani sebagai pemegang hak sebelumnya

Supandriyo menilai ada keuntungan yang didapat oleh Arifin hingga mencapai Rp 1 miliar dari proses tadi. Adapun Arifin dalam kasus yang sama dalam persidangan lainnya juga divonis bebas.

Atas putusan majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan pikir-pikir. Sedangkan Yusran menyambut gembira putusan itu, dan minta agar jaksa tidak melanjutkan dengan upaya kasasi.

Seusai sidang, Yusran memberi pernyataan kepada hampir 1.000 pendukungnya yang bertahan sejak awal sidang pada 11.00 Wita hingga berakhir pada 20.15 Wita. “Saya sangat terharu dengan kehadiran saudara-saudara,” katanya disambut sorak sorai pendukung.

Setelah itu, Yusran diangkat dan dielu-elukan hingga ke jalan raya. Di jalan, Yusran kembali memberi pidato dari atap truk. Dia menyatakan siap memimpin kembali PPU.

Wartawan: Ambrosius Harto

Sumber : http://www.kompas.com Senin, 7 Januari 2008

Pengangkatan Sekdes Syarat KKN

Anggota DPRD Kabupaten Enrekang, Rubing SH mengatakan bahwa proses pengangkatan Sekretaris desa (Sekdes) menjadi PNS di Kabupaten Enrekang, syarat Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN). Pasalnya kata dia, dalam daftar nama Sekdes yang diusulkan pemerintah daerah untuk diangkat menjadi Pegawai negeri Sipil (PNS), banyak di antaranya yang tidak memenuhi syarat.

"Seperti di Desa Buntu Mondong, Sekdesnya baru menjabat tahun 2006, tapi tiba-tiba sudah diusulkan menjadi PNS, padahal sesuai aturan, itu tidak memenuhi syarat, begitupun dengan Desa Salukanan dan janggurara," ujar Rubing di kantor DPRD kemarin.

Untuk diangkat menjadi PNS, salah satu syarat mutlak adalah Sekdes yang bersangkutan harus menjabat sejak April 2004 sampai sekarang, namun kata Rubing,
banyak ditemukan yang tidak memenuhi syarat, bahkan terkesan dibuatkan SK siluman.

Itu kata dia hanya contoh kecil, dan masih banyak Sekdes di Kabupaten Enrekang, yang belum memenuhi syarat tapi justru diusulkan jadi PNS.

Yang celaka lagi lanjut anggota Komisi II ini, ada Sekdes yang berhak menjadi PNS sesuai dengan masa jabatannya, tapi justru tidak diusulkan. "Jadi saya mensinyalir ada permainan kotor dalam pengangkatan Sekdesa ini," ungkapnya.

Sementara itu, Kabag Pemerintahan Desa Setda Enrekang, Muslimin yang dikonfirmasi di ruang kerjanya kemarin mengatakan bahwa, dalam pengangkatan Sekdes menjadi PNS ini, pihaknya hanya mengacu pada data base yang sudah terdaftar di pusat. Makanya dia membantah jika dikatakan ada permaianan dalam hal ini.

"Tahun 2005 lalu kan kita sudah usulkan ke pusat nama-nama Sekdes yang ada di Enrekang, kemudian disusul lagi pada tahun 2006, dan nama itulah yang akan kita
verifikasi dalam pengangkatan ini," ujar Muslimin.

Dia juga mengatakan bahwa Sekdes yang akan menjadi PNS di kabupaten Enrekang sebanyak 95 orang, dan itu akan diangkat dalam dua tahap. (k4)

Sumber : cetak.fajar.co.id 04 Januari 2008

Kajati Aceh Beri Batas Waktu Tiga Bulan

Banda Aceh - Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh A Djalil Mansyur, SH memberi batas waktu kepada para Kepala Kejaksaan Negeri di daerah itu tiga bulan hingga Maret 2008 untuk menyelesaikan maksimal tiga kasus korupsi yang telah diajukan ke pengadilan.

Apabila sampai bulan Maret tidak bisa menyelesaikan tiga kasus korupsi hingga kepengadilan, maka para Kajari diminta mengundurkan diri atau dicopot, kata Kajati pada apel awal tahun 2008 di halaman Kantor Kejati Aceh di Banda Aceh, Rabu (2/1), seperti disampaikan Plt Kasie Ekonomi dan Moneter Kejati Aceh, Suhendar, SH.

Kejati Aceh memberikan target kepada setiap Kejari untuk bisa menyelesaikan minimal tiga kasus korupsi setiap tahunya. Jadi, Kejari yang pada tahun 2007 belum memenuhi target, maka diberi kesempatan tiga bulan lagi sampai Maret 2008, ujarnya.

Menurut Kejati, ada sejumlah Kejari yang belum memenuhi target, bahkan ada sama sekali belum menyelesaikan kasus korupsi sampai ke pengadilan.

Berdasarkan catatan Kejati Aceh, ada sepuluh Kejari dinilai telah gagal memberatas korupsi di wilayah kerja masing-masing, karena selama tahun 2007 tidak ada satu pun kasus yang berhasil diajukan ke pengadilan.

Ke-10 Kejari tersebut Kejari Sigli (Kabupaten Pidie), Idi (Kabupaten Aceh Timur), Jantho (Kabupaten Aceh Besar), Calang (Kabupaten Aceh Jaya), Meulaboh (Kabupaten Aceh Barat), Blang Kejeren (Kabupaten Gayo Lues), Sinabang (Kabupaten Simeulue), Singkil, Kutacane (Kabupaten Aceh Tenggara), dan Kejari Kuala Simpang (Kabupaten Aceh Tamiang).

Djalil menyatakan, kegagalan tersebut berdasarkan pada kreteria bahwa selama tahun 2007, jajaran Kejari di 10 daerah itu tidak satu pun kasus korupsi sampai pada penuntutan, sedangkan kasus yang masih dalam proses penyelidikan tidak dihitung.

Jadi, kalau menurut penilaian Kejagung, ada tiga Kejari di Aceh yang gagal. Itu memang tidak ada satu kasus pun yang ditangani, baik masih dalam penyelidikan maupun penuntutan, ujarnya.

Tetapi, berdasarkan pada penilaian Kejaksaan Tinggi Aceh, Kejari yang tidak mampu membawa kasus sampai penuntutan itu dianggap gagal. Dan di Aceh ada 10 Kejari dari 17 Kejari yang ada di daerah itu gagal memberantas korupsi, ujarnya.

Salah satu butir hasil rapat kerja tersebut visi dan misi Kejaksaan ke depan adalah terfokus pada pengoptimalan pemberantasan korupsi dan tindak pidana tertentu.

Kajari dan Kepala Cabang Kejari di Aceh diharapkan dapat mengerahkan segala daya dan upaya yang ada pada semua unit kerja secara optimal untuk memberantas tindak pidana korupsi dan tindak pidana tertentu, atara lain illegal loggig, illegal fishing, pencucian uang, narkoba, dan psyktropika, ujarnya.

Selama periode Januari hingga Nopember 2007, pihak Kejati Aceh telah menangani 57 perkara kasus korupsi atau sekitar 90,47 persen dari target yang ditetapkan sebanyak 63 perkara selama tahun 2007.

Kajati Djalil Mansyur menyatakan 57 perkara tersebut ditangani di tingkat Kejati dan 18 Kejari dan empat Cabang Kejari yang tersebar di Provinsi Aceh, mulai tahap penyelidikan, penyidikan, sampai penuntutan.

Sebanyak 57 perkara tersebut terdiri dari 22 perkara tahap penyelidikan, 23 perkara tahap penuntutan, dan 12 perkara tahap penyelidikan pada bidang Tindak Pidana Khusus. (ant/jon)

Sumber: HU Pelita Rabu, 2 Januari 2008

Polda NAD Terus Periksa Mantan Bupati Bireuen

Banda Aceh - Tim penyidik Polda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terus memeriksa mantan Bupati Kabupaten Bireuen, Mustafa A Glanggang, terkait dugaan korupsi dana APBD setempat.

”Tersangka masih dalam tahanan polisi di Mapolda NAD untuk pemeriksaan kasus dugaan korupsi,” kata Kabid Humas Polda NAD Kombes (Pol) Jodi Hariyadi, kepada ANTARA di Banda Aceh, Minggu.

Ia menjelaskan, mantan bupati Bireuen itu dalam keadaan sehat dan kini ditahan di salah satu sel di Mapolda NAD.

Sebelumnya, mantan Bupati Bireuen itu diperiksa di Mapolres Bireuen yang melibatkan tim penyidik Polda NAD.

”Mantan bupati itu dibawa ke Mapolda NAD di Banda Aceh pada Sabtu (29/12) petang dan pemeriksaan dugaan korupsi itu terus dilanjutkan, termasuk memeriksa sejumlah saksi lainnya,” kata dia.

Jodi menambahkan, tersangka Mustafa A Glanggang ditahan terkait dugaan korupsi dana APBD setempat yang mengakibatkan kerugian negara puluhan miliar ketika menjabat bupati.
”Tersangka diduga melakukan kesalahan dalam pengeluaran dana tanpa hak melalui cash bon 2003-2006 dan penggunaan dana tak tersangka,” tambahnya.

Perbuatan tersangka melanggar pasal 51 ayat (1) dan pasal 55 ayat (1) Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No.29/2002 tentang Pedoman Pengurusan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

”Mantan bupati itu juga melanggar surat edaran Mendagri No. 903/2429/SJ/2005 tanggal 21 September 2005, huruf A angka 4 poin D tentang pedoman penyusunan APBD 2006,” katanya.
Selain itu, masalah pertanggungjawaban 2005 dan pasal 56 Kepmendagri No.29/2002 tentang pedoman, pengurusan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, tambah Jodi. (Ant/i)

Sumber: Sinar Indonesia Baru Selasa, 31 Desember 2007

Pengusutan Dugaan Korupsi Bupati Tolitoli Dihentikan

Kapanlagi.com - Setelah lebih dua tahun melakukan pengusutan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Sulteng) akhirnya memutuskan penghentian proses penyelidikan kasus dugaan korupsi dana operasional bernilai miliaran rupiah yang melibatkan Bupati Tolitoli, Drs HM Ma`ruf Bantilan MM.

"Penghentian proses penyelidikan itu disebabkan tim pemeriksa dari Kejati Sulteng tidak menemukan bukti kuat terkait unsur-unsur yang memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi ataupun pelanggaran hukum lainnya, " ungkap Kajati Sulteng Burhanuddin Hamid SH di Palu, Sabtu.

Karena alasan tersebut, ujarnya, pihaknya memutuskan untuk menghentikan proses penyelidikan terhadap kasus Bupati Ma`ruf Bantilan.

Akan tetapi, katanya, apabila di kemudian hari pihaknya menemukan data atau fakta baru adanya unsur-unsur tindak pidana korupsi, kejaksaan setempat akan memproses kembali kasus ini dan meneruskannya sampai ke pengadilan.

Kasus dugaan korupsi dana operasional Bupati Tolitoli tahun anggaran 2004-2005 beberapa waktu lalu pernah diekspos di Kejaksaan Agung. Hasilnya, diserahkan kembali ke Kejati Sulteng untuk mendalaminya.

"Namun setelah dikaji (tim pemeriksa dari Kejati), akhirnya kasus ini dihentikan proses penyelidikannya karena tidak cukup bukti," kata dia.

Seorang jaksa senior di Kejati Sulteng kepada ANTARA sebelumnya, menyatakan tim pemeriksa kesulitan membuktikan kalau perbuatan yang dilakukan Bupati Ma`ruf Bantilan dalam menggunakan dana operasional melebihi plafon anggaran yang ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No.109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan perbuatan korupsi.

Masalahnya, kata dia, sekalipun penggunaan dana operasional oleh Bupati melebihi plafon yang ditetapkan dalam PP 109/2000, akan tetapi didasarkan pada pengalokasian melalui APBD Kabupaten Tolitoli yang sudah ditetapkan oleh DPRD setempat dan juga sebelumnya telah diasistensi oleh Gubernur ketika itu.

"Unsur niat dan melawan hukumnya sulit dibuktikan, karena penggunaan dana operasional itu memiliki landasan yang kuat," kata dia.

Jaksa ini menambahkan, kalau Bupati Ma`ruf Bantilan diproses sampai ke pengadilan, bisa jadi kasusnya tersebut berakhir dengan putusan bebas karena tidak cukup bukti.

"Logikanya begini. Kalau dia (Ma`ruf Bantilan) diproses, maka seluruh anggota dewan yang menetapkan APBD dan Gubernur yang memberikan persetujuan saat asistensi hasil sidang anggaran dewan sebelum disahkan harus diproses juga," tuturnya.

Apabila kasus ini diusut, sambungnya, berarti APBD Tolitoli tahun 2004-2005 yang telah dilaksanakan batal demi hukum karena melanggar peraturan pemerintah.

Masalah dugaan korupsi dana operasional oleh Bupati Tolitoli ini menjadi polemik panjang di tengah masyarakat setempat. Bahkan kantor Kejari Tolitoli dan Kejati Sulteng seringkali "digoyang" aksi unjuk rasa oleh massa berbagai elemen yang diduga digerakkan lawan-lawan politik Ma`ruf Bantilan karena tidak puas dengan hasil pilkada dua tahun lalu. (*/boo)

Sumber :kapanlagi.com : 29 Desember 2007

Peringatan Tsunami di Aceh Jaya Ternoda Korupsi

Aceh Jaya, NAD — Peringatan tiga tahun tsunami yang dipusatkan di Calang, Aceh Jaya, tahun 2007 tercoreng isu korupsi. Dana bantuan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias untuk peringatan itu diduga digelapkan. Dua pejabat Dinas Pariwisata Aceh diperiksa Polres Aceh Jaya terkait kasus itu. Penggelapan uang tersebut memicu kemarahan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. ’’Saya minta kasus itu diusut tuntas,’’ tegasnya di sela santap siang dengan Kepala BRR Aceh-Nias Kuntoro Mangkusubroto di pendapa Kab Aceh Jaya keMarim (26/12).

Dari informasi yang didapat Rakyat Aceh (Grup Jawa Pos), Pemprov Aceh memberikan bantuan Rp400 juta untuk peringatan tiga tahun tsunami. BRR Aceh-Nias membantu Rp200 juta. Ternyata, bantuan BRR Aceh-Nias digelapkan. Awalnya, Kepala BRR Distrik Aceh Jaya M. Ali bertanya kepada Kuntoro soal bantuan peringatan tiga tahun tsunami di Aceh Jaya. Saat itu Kuntoro menjawab sudah menyerahkan Rp200 juta. Di dekat Irwandi Yusuf, Ketua Panitia Pelaksana Peringatan Marthin Desky mengaku baru menerima Rp35 juta. Kepala Subbag Objek Daya Tarik Wisata Dinas Pariwisata Aceh T. Aiyub dan Kepala Seksi Objek Daya Tarik Wisata Dinas Pariwisata Aceh Syukri pun dipanggil gubernur ke pendapa. Aiyub pun mengaku menerima Rp35 juta dari Syukri yang meneken cek.

Syukri menyatakan dananya belum dicairkan dan berada di brankas. Karena tidak puas atas jawaban itu, gubernur menelepon Kapolres Persiapan Aceh Jaya Kompol Masikh. Hingga berita ini ditulis, keduanya diinterogasi di Polres. ’’Meski ini baru sebatas dugaan, hendaknya menjadi peringatan dan pelajaran bagi pejabat lain. Jangan main-main dengan uang rakyat dan mencoba-coba mengorupsi,’’ kata Irwandi. (zul/jpnn/dwi)

Sumber : www.radarsulteng.com Kamis, 27 Desember 2007

Masyarakat Dayak Tidung Laporkan PT Adindo ke Presiden

JAKARTA - Masyarakat adat Dayak Tidung di Kalimantan Timur melaporkan PT Adindo Hutami Lestari kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena perusahaan itu mereka nilai telah bertindak semena-mena dengan menghancurkan sumber mata pencaharian masyarakat adat setempat.

Ketua Dewan Adat Dayak Tidung Kalimantan Timur APM Adji Radin Alam H Mochtar Basry Idris dalam pernyataan pers di Jakarta, Sabtu, mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan surat resmi dengan nomor No.24/ADAT/BSR/DT/XII/2007 tertanggal 6 Desember 2007 kepada Presiden Yudhoyono pada Jumat (14/12) melalui Sekretariat Negara RI.

Dalam surat tersebut, Dewan Adat Dayak Tidung meminta Presiden Yudhoyono agar memerintahkan Menteri Kehutanan mencabut SK No.88/Kpts-II/1996 tentang izin operasional PT Adindo Hutami Lestari di Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Nunukan.

Alasannya, PT Adindo dalam kegiatan operasionalnya telah menghancurkan mata pencaharian masyarakat adat setempat seperti kebun buah-buahan, tanaman padi, serta goa-goa sarang burung.

Dewan Adat Dayak Tidung juga memprotes ulah PT Adindo yang menggunakan racun insektisida sehingga membuat sungai-sungai yang biasa digunakan masyarakat setempat menjadi tercemar.

Menurut Mochtar Basry, jauh sebelum PT Adindo mendapatkan izin Hak Pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) dari Menhut, areal PT Adindo seluas 201.821 hektare di Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Nunukan telah dihuni oleh masyarakat adat Dayak Brusu, Agabaq, dan Tidung.

Jadi, katanya, sesuai SK Menhut No.88/Kpts-II/1996, jika dalam areal HPHTI ditemukan tanah milik masyarakat, perkampungan, tegalan (sungai), persawahan, situs-situs, maka lokasi tersebut tidak termasuk dalam areal HPHTI dan harus dikeluarkan dari areal HPHTI.

"Pihak PT Adindo tidak pernah melaksanakan ketentuan tersebut, sebaliknya areal tanah yang secara turun-temurun dikuasai masyarakat serta lahan pertanian dan persawahan, diratakan secara paksa dengan alat berat tanpa ganti rugi," kata Mochtar Basry.

Selain itu, ia juga menyesalkan tindakan PT Adindo yang menggunakan aparat kepolisian untuk mengamankan kegiatan penggusuran yang kerap dilakukan pada malam hari sehingga masyarakat setempat tidak dapat menghalang-halangi kegiatan penggusuran tersebut.

Oleh karena itu, dalam suratnya kepada Presiden, Dewan Adat Dayak Tidung meminta PT Adindo membayar ganti rugi terhadap seluruh areal tanah pertanian dan perkebunan, goa-goa sarang burung, serta makam dan situs bersejarah yang telah digusur..

Dewan Adat Dayak Tidung juga meminta agar PT Adindo mengosongkan dan menyerahkan kembali areal tersebut kepada masyarakat setempat.

Selain kepada Presiden, Dewan Adat Dayak Tidung juga menyampaikan surat yang sama kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang intinya meminta KPK untuk mengusut adanya dugaan penggunaan adana reboisasi oleh PT Adindo Hutani Lestari untuk mendanai proyek penanaman Pohon Akasia di Kaltim tersebut. (*)

Sumber: Antara, Sabtu, 15 Desember 2007

Kejati Limpahkan Kasus Jalan Sanggi-Bengkunat

Berkas perkara kasus dugaan korupsi pembangunan jalan Sanggi (Tanggamus)-Bengkunat (Lambar) bernilai miliaran rupiah berikut tiga tersangkanya dilimpahkan Kejati ke Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungkarang, Kamis (13-12), sekitar pukul 11.00.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejati Lampung Hutamrim kepada Lampung Post mengatakan ketiga tersangka itu Ir. Firdaus, Wawan Siswanto, dan Zulkarnain. Berkas perkara itu diterima Panitia Muda Pidana Pengadilan Negeri Tanjungkarang Suryadi. Menurut Hutamrin, kasus itu paling lambat disidangkan bulan Januari.

Hutamrim menjelaskan dalam sidang nantinya Ir. Firdaus akan dituntut tiga jaksa, yaitu Syarifudin, Yusna Aida, dan Elis Mustika.

Terdakwa Wawan Siswanti dituntut Jaksa Ferdian, Hutamrin, dan A. Kohar. Sementara itu, terdakwa Zulkarnain dituntut Jaksa Maryono, Jaenuddin, dan Farhan.

Diberitakan sebelumnya, berdasar pada hasil penyidikan kasus proyek pembangunan jalan Sanggi--Bengkunat, Kejati Lampung menahan Ir. Firdaus (Kepala Satuan Kerja) dan Wawan Siswoyo (Direktur PT Usaha Remaja Mandiri) sebagai tersangka, dan Zulkarnain (dari Konsultan). Penahanan dilakukan setelah tim penyidik memeriksa sejumlah saksi dan mengindikasi keterlibatan ketiganya karena pelaksanaannya diindikasi tidak sesuai dengan bestek. Akibat ulah para tersangka, jalan tersebut rusak parah dan negara rugi miliaran rupiah.

Kasus tersebut mencuat setelah Kejati menyelidiki dan menyidik proyek itu sejak bulan Januari lalu. Kejati memanggil beberapa saksi, di antaranya Toto Hartowibowo (pelaksana lapangan), Dwi Farida (bendahara dari PU), Erwan Tito (dari kontraktor), dan Ir. Nazuar Erlian (konsultan). Selain itu Kejati menyita dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proyek. "Ada juga upaya-upaya paksa," tegas dia.

Nilai awal proyek yang dilakukan Direktorat Jenderal Bina Marga tersebut senilai Rp11,136 miliar lebih. Jalan sepanjang 7,5 kilometer yang dibiayai dana APBD tahun 2006. Indikasi korupsi tercium setelah Kejaksaan Tinggi menyelidiki proyek itu.

Dalam proses penyidikan, tim penyidik Kejati yang terdiri dari Maryono, A. Kohar, M. Syarifudin, Hutamrin, dan Misna Adia, dibantu tim ahli independen memanggil pelaksana proyek, yaitu dua kontraktor besar; PT Usaha Remaja Mandiri (URM) dan PT Bumi Lampung Persada (BLP). n RIS/R-2

Sumber: Lampung Post, Jumat, 14 Desember 2007

Petani Sorong Mengadu ke KPK

Jakarta—Petani tambak Sorong Daratan, Papua Barat melaporkan dugaan tindakan korupsi pemerintah kota Sorong ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (13/12).

Dugaan tersebut terkait dengan pembebasan tanah bandar udara Domini Edward Osok Sorong Daratan. Para petani tambak tersebut terdiri dari empat orang yang mewakili 41 kepala keluarga.

Mereka mengaku sudah mendiami tanah bandara itu sejak 1956. Pembebasan tanah tersebut sebenarnya sudah rampung pada tahun 2003. Tanah yang disengketakan itu seluas 287700 meter persegi.

Menurut perwakilan warga Jhon Sawiyaey, pemerintah sudah menganggarkan dana ganti rugi sebesar Rp 28 miliar. Tapi, kata dia, yang dibayarkan baru Rp 13 miliar. “Kami mempertanyakan uang Rp 15 miliar itu,” tegas dia.

Jhon bersama teman-teman menuntut penyelesaian uang ganti rugi yang belum dibayarkan. Pengaduan ini telah diterima oleh bagian pengaduan dan KPK berjanji akan mengusut masalah ini.(Purborini)

Sumber: tempo.co.id, Kamis, 13 Desember 2007

Wali Kota Pekalongan Targetkan Bebas Korupsi

PEKALONGAN--Pemerintah Kota Pekalongan menargetkan tahun depan tidak terjadi kasus korupsi di wilayahnya. ''Kalau tahun ini ada satu kasus yang diproses ke pengadilan, tahun depan tidak boleh lagi,'' kata Wali Kota HM Basyir Ahmad.

Ditemui Suara Merdeka CyberNews di ruang kerjanya, Kamis (13/12), Wali Kota mengatakan satu kasus yang diproses di pengadilan adalah kasus mantan Kepala Dipenda yang diduga korupsi Rp 36 juta. Namun, dalam persidangan akhirnya Budiyanto dibebaskan. ''Jadi, meski Kota Pekalongan tercatat ada satu kasus yang diproses, namun akhirnya bebas,'' katanya.

Soal Kota Batik bisa menjadi daerah yang korupsinya terendah dibanding dengan kota/kabupaten di Jateng, Basyir menegaskan, karena pengawasan oleh Bawasda begitu ketat. ''Dalam pengawasannya mereka tidak main-main, sehingga dinas/instansi tidak akan main-main untuk melakukan korupsi,'' katanya.

Selain itu, kata dia, upaya untuk mencegah korupsi adalah dengan memecah anggaran ke beberapa bagian. Misalnya, anggaran pembangunan yang besar akan dipecah-pecah sehingga tidak lebih dari Rp 2 miliar, sehingga pelaksana anggaran tidak bisa menggunakan uang itu untuk kepentingan diri sendiri. ''Minimal, uang yang dikorupsi sangat kecil,'' katanya.

Selain itu, penggunaan anggaran untuk masyarakat sekarang, sebagian diserahkan di tingkat kelurahan untuk pembangunan di wilayahnya. Dengan penggunaan dana seperti itu, ternyata mendapatkan hasil yang lebih baik. Sebab, dengan dana itu, tidak akan ada korupsi karena pengawasan oleh masyarakat sangat ketat. Justru sebaliknya, dengan dana yang ada, masyarakat mengadakan swadaya untuk membangun daerahnya dengan dana dari pemerintah.

Selain itu, pihaknya juga terus menekankan kepada pejabat di wilayahnya untuk menghindari korupsi. Sebab, jika penyimpangan itu dilakukan, maka sanksinya sangat berat. Selain penurunan pangkat/golongan juga bisa dipecat dari PNS. Untuk itu, maka pada tahun 2008, dia akan menerapkan penggunaan anggaran berbasis kinerja. Maksudnya, pejabat akan ditanyakan hasil kerjanya dan bukan sekedar menghabiskan anggaran. ( trias purwadi/cn05 )

Sumber: Suara Merdeka, Kamis, 13 Desember 2007

Gubernur Riau Diduga Korupsi Senilai Rp521 Miliar

JAKARTA-Lumbung Informasi Rakyat atau LIRA menemukan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Riau Rusli Zaenal senilai Rp521 miliar dari berbagai proyek antara lain pembelian dan penggelapan pajak pesawat terbang Riau Airlines, penyimpangan dana APBD Tahun Anggaran 2004 dan dana APBD Tahun Anggaran 2005 selama menjadi pejabat di propinsi Riau.

"Ia diduga melakukan penyimpangan penggunaan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dari total proyek Rp1,938 triliun mulai dari tahun 2003-2007," ungkap Presiden Lira Jusuf Rizal saat jumpa pers di Graha LIRA jalan Dr. Sahardjo No111 Jakarta, Rabu (12/12/2007).

Menurutnya hasil temuan LIRA tersebut akan segera dilaporkan ke Kepolisian, Kejaksaan, Sekretaris Kabinet dan juga KPK.

"Data ini akan kami sampaikan kepada pejabat KPK yang baru terpilih. Ini akan jadi kado buat pejabat KPK yang baru untuk dapat membuktikan bahwa pejabat KPK yang terpilih memang menjadi putra-putra bangsa yang pro perubahan dan anti korupsi," jelasnya.

Lebih lanjut Rizal yang didampingi oleh Wasekjen LIRA Frans Watu mengatakan bahwa LIRA dengan hasil temuannya telah mendapat arahan dari Seskab.

"Pak Sudi meminta agar LIRA terus membantu pemerintahan dwitunggal SBY-JK dalam memberantas korupsi menuju pemerintahan yang bersih," jelasnya.

Namun Sudi juga meminta agar temuan-temuan LIRA terkait dugaan kasus korupsi harus disertai dengan data dan fakta yang akurat.

Selain itu Jusuf menambahkan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh Rusli Zaenal namun hingga kini seakan sulit tersentuh oleh hukum. LIRA menduga kuat ada pejabat daerah maupun pusat yang membekinginya.

"Berdasarkan investigasi dan intelejen LIRA diduga kuat sejumlah pejabat ikut membekingi sehingga kasusnya tidak pernah terkuak tuntas," ujar dia.

Sumber : news.okezone.com : 12 Desember 2007

Pejabat Kota Surabaya Diadili Kasus Korupsi

TEMPO Interaktif, Surabaya—Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang Linmas) Kota Surabaya Suyitno Miskal diadili di Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan kepada partai sebesar Rp 1,67 miliar pada Rabu (12/12). Dia disidang bersama Kepala Bidang Hubungan Antarlembaga Bakesbang Linmas, Gelar Tjahjo Noegroho.

Dalam sidang dakwaan yang dipimpin ketua majelis hakim Berlian Damanik, jaksa penuntut umum Muhaji menyatakan bahwa Suyitno telah melanggar tentang bantuan keuangan kepada partai. "Akibatnya negara dan Pemerintah Kota Surabaya dirugikan Rp 937,98 juta," kata Muhaji.

Kuasa hukum Suyitno, Trimoelja D Soerjadi mengatakan, kliennya tidak dapat disebut korupsi karena hanya melaksanakan perintah anggaran yang telah dimasukkan dalam anggaran daerah 2005. "Lagi pula pembagian dana itu sudah disetujui anggota dewan," kata Trimoelja.

Dalam kesempatan itu Trimoelja juga menyampaikan surat permohonan Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono agar majelis hakim menangguhkan penahanan dan mengalihkan penahanan Suyitno menjadi tahanan kota. Alasannya, wali kota masih membutuhkan tenaga Suyitno.

Permintaan wali kota tersebut majelis hakim masih akan mempertimbangkan. Suyitno yang dikenal dekat dengan Bambang ini ditahan di rumah tahanan Medaeng, Sidoarjo sejak 27 Juni lalu. Kukuh S Wibowo

Sumber: TEMPO Interaktif, Rabu, 12 Desember 2007

Kejari Dituding tak Serius Tangani Dugaan Korupsi

CILACAP - Keseriusan pemberantasan korupsi di Kabupaten Cilacap yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dinilai belum menunjukan hasil yang berarti. Buktinya dalam kurun tahun 2007 ini tidak ada tindakan nyata dari para penegak hukumnya dalam hal ini Kejaksaan negeri dan Polres.

Bahkan hanya sekedar sosialisasi hasil penyidikan terhadap kasus-kasus dugaan korupsi di lingkungan pemkab Cilacap pun jarang dilakukan. Kejari terkesan tidak serius dalam menindaklanjuti dugaan kasus-kasus tersebut.

Demikian disampaikan Koordinator Umum Lingkar Study Advokasi Kebijakan (eLsak) Cilacap, Muhamad Wahidin dalam orasinya saat menggelar unjukrasa di halaman kantor Setda Cilacap, Selasa (11/12).

"Bahkan situasi yang ada kami nilai cenderung potensial bagi anggota Kejari Cilacap untuk menjadikan para koruptor sebagai lahan empuk untuk memperkaya diri sendiri. Sementara semua dibiarkan berlalu dan selesai hanya dengan penyelesaian pribadi. Intinya pihak Kejari tidak serius," tandas Muhamad Wahidin.

Dalam selebaran yang dibagikan para demonstran, juga memuat fenomena dugaan korupsi yang terjadi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) setempat. Korlap Sukron Roy Maksudi lebih lanjut menyampaikan dugaan adanya tindak pidana di tubuh dinas P dan K seperti penyelewengan dana pengadaan buku mata pelajaran yang dianggarkan dalam APBD 2006 sebesar Rp 10 miliar.

Belum lagi mengenai dana alokasi khusus (DAK) pendidikan 2006-2007 dan dana bantuan operasional sekolah (BOS) serta sejumlah penyelewengan lainnya.

Tindak tegas

Aksi unjukrasa belasan mahasiswa yang tergabung dalam eLsak ini digelar sebagai bentuk keprihatinan mereka dalam peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia 2007. Dalam pernyataan sikapnya mereka mendesak Kejaksaan Negeri Cilacap untuk segera melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi yang terjadi di Dinas P dan K maupun dinas instansi lain di lingkungan Pemkab Cilacap. Oknum koruptor yang ada di P dan K juga harus ditindak tegas jika terbukti melakukan penyimpangan. Selain itu, Kejari juga diminta mensosialisasikan hasilhasil penyidikan dugaan tipikor di P dan K kepada masyarakat umum.

Dengan kawalan ketat puluhan petugas Polres dan Pol PP Kabupaten Cilacap, sekitar 15 menit kemudian, massa berjalan kaki menuju kantor Kejari. Orasi dan pembacaan pernyataan sikap kembali mereka lakukan di kantor Kejaksaan, hingga 15 menit berikutnya mereka membubarkan diri. (ady-Tj)

Sumber: Wawasan Digital, Rabu, 12 Desember 2007

55 Kasus Korupsi Jateng Rugikan Negara Rp 245 M

SEMARANG - Tindak pidana korupsi dana APBD di kabupaten/kota di Jawa Tengah selama tahun 2007 terdapat 55 kasus dan mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 245,1 miliar.

Divisi Penelitian dan Monitoring Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng, Joko J Prihatmoko di Semarang, Selasa, mengatakan, dari 55 kasus tersebut terbanyak ada di Kabupaten Batang (7 kasus) sebesar Rp 9,09 miliar.

Kota Semarang (3 kasus) kerugian negara mencapai Rp7,93 miliar dan Surakarta (juga 3 kasus) senilai Rp 4,27 miliar. Sedangkan Banyumas, Blora, Brebes, Cilacap, Demak, Karanganyar, Kebumen, Kendal, Kudus, Purworejo, Salatiga, Provinsi Jateng, Sukoharjo, dan Kabupaten Semarang masing-masing dua kasus.

Meski hanya dua kasus, tetapi Kabupaten Kendal menempati peringkat pertama dalam jumlah dana APBD yang dikorupsi, yaitu sebesar Rp 55,3 miliar, diikuti Kudus Rp 22,9 miliar, Karanganyar Rp 18,9 miliar, Provinsi Jawa Tengah Rp 14,8 miliar, Sukoharjo Rp 12,24 miliar, dan Grobogan Rp 10,1 miliar.

Prihatmoko menyebutkan, dari 147 kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan telah melibatkan 217 anggota DPRD periode 1999-2004. Yang paling banyak adalah Kota Surakarta (36 orang), Sragen (27 orang), Banyumas (21), Kota Semarang (20), Kabupaten Wonogiri (16), Provinsi Jateng (14 orang), Kabupaten Karanganyar (9), Rembang dan Kudus (masing-masing 8 orang).

Kabupaten Pekalongan dan Boyolali (masing-masing 7), Pati (6), Kpta Magelang dan Blora (masing-masing 5 orang), dan lain sebagainya.

Selain melibatkan 217 anggota dewan periode sebelumnya, kasus korupsi diduga melibatkan 28 kepala daerah, yaitu Bupati Batang, Bupati Banjarnegara, Wakil Bupati Banyumas, mantan Bupati Boyolali, Bupati Blora, mantan Bupati Demak, Bupati Demak, Bupati Jepara, Wakil Bupati Karanganyar, Bupati Kendal, mantan Bupati Kendal, Bupati Kudus, Bupati Semarang, dan lain sebagainya.

Ketika ditanya berapa uang negara yang telah dikembalikan akibat tindak korupsi yang terjadi di wilayah Jawa Tengah, Prihatmoko mengatakan, sampai kini belum diketahui datanya karena kejaksaan dinilai kurang transparan soal ini.

"Kami sudah berkali-kali minta data kepada kejaksaan tetapi tidak diberi. Kami tetap akan meminta data soal uang negara yang dikorupsi kemudian dikembalikan ke negara," katanya. (ANT/ABI)

Sumber: Kompas, Selasa, 11 Desember 2007

Korupsi di Sulut Luar Biasa

Korupsi di Sulut sudah sangat parah. Faktanya, banyak koruptor yang masih berkeliaran. Sialnya, korupsi justru dilakukan para penegak hukum

PERINGATAN Hari Antikorupsi 9 Desember dan Hari HAM se-dunia, diwarnai demonstrasi antikorupsi dan perlindungan HAM di Kota Manado, Sulawesi Utara.

Demonstrasi parlementer jalanan yang dimulai dari gedung DPRD Sulut, Senin, (10/12) itu, berasal dari sejumlah elemen pemuda dan mahasiswa dari Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Pemuda Anshor, IPNU, IPPNU, Pemuda Katholik, Liga Nasional Mahasiswa Demokrat dan elemen pemuda lainnya.

Pendemo menuntut korupsi diberantas habis, proses para koruptor dan usut tuntas pelanggaran HAM. Selain itu, mereka juga menuntut jaminan kebebasan beragama di tanah air.

Demonstran mulanya hanya berorasi di luar pagar kantor DPRD Sulut, karena pagar di gembok. Saat bersamaan di gedung cengkeh, eksekutif dan legislatif propinsi Sulut tengah mendengar pendapat akhir fraksi-fraksi tentang RAPBD Sulut 2008.

Namun tak lama berselang, Benny Ramdhani muncul lalu merebut pengeras suara dan menyatu diantara para demonstran. Kemudian dari atas kap mobil, Ramdhani berujar, gerakan moral berupa aksi parlementer jalanan seperti sekarang ini sangat didukungnya.

“Gerakan parlementer jalanan ini baik sekali untuk mengetuk nurani para penegak hukum dan pejabat untuk tidak jauh terjerembab dalam praktik korup,” teriak orator reformis ini.

Personil Fraksi PDIP Sulut ini menyentil rilis lembaga transparancy internasional Indonesia, soal institusi terkorup, yakni Kepolisian, DPR, lembaga peradilan, dan partai politik.

”Aksi hari ini menjadikan ”jalan” sebagai media, dimana semua elemen turun ke jalan untuk memperingati hari anti korupsi, baik dari kalangan mahasiswa, NGO, juga dari kalangan rakyat jelata yang tidak lagi percaya kepada para penegak hukum di daerah ini,” kata Ramdhani.

Padahal, lanjut Ketua GP Anshor Sulut ini, kasus korupsi di Sulut baik kuantitas maupun kualitas-nya cukup luar biasa. Setiap kasus korupsi yang masuk ke polisi, Kejaksaan, maupun pengadilan, fakta sampai hari ini ending-nya tidak memuaskan hati rakyat.

Sebagian besar korupsi di Sulut terjadi di setiap APBD. Ini perampokan uang rakyat melalui modus-modus kekuatan politik, DPR maupun eksekutif. Sayangnya, sampai hari ini penegak hukum, tidak mampu menyentuh para pejabat yang melakukan korupsi, terang Ramdhani.

Sumber :suaramanado.com : 10 Desember 2007

Dugaan Korupsi Dana Rehalibitasi 25 Gedung SD

Pematang Siantar, Sumut — Sidang dugaan korupsi dana rehabilitasi 25 gedung SD di Siantar bernilai Rp5,5 miliar dengan terdakwa ES kembali digelar di PN Pematang Siantar, Kamis (6/12) dengan agenda sidang pembacaan nota pembelaan dari penasehat hukum terdakwa.

Dalam nota pembelaannya yang dibacakan Miduk Panjaitan SH dan Marolop Sinaga SH bahwa penasehat hukum terdakwa tidak sependapat dengan JPU yang menyatakan perbuatan terdakwa telah merugikan Pemerintah kurang lebih Rp531.000.000,- karena sampai perkara ini hampir diputus oleh majelis hakim, Pemko Pematang Siantar maupun pihak Kejaksaan Negeri Pematang Siantar belum pernah menerima hasil laporan pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau memintakannya untuk segera diaudit karena menurut pasal-pasal 3 UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara adalah BPK.

Laporan akhir Pertanggungjawaban dari Kepala Sekolah tentang pelaksanaan bantuan DAK bidang pendidikan Tahun Anggaran 2006, (membuktikan bahwa pekerjaan terlaksana dengan baik dan dana bantuan DAK TA 2006 telah dipergunakan seluruhnya untuk pelaksanaan dan semuanya telah berjalan dengan baik yang dilaksanakan oleh Kepala-Kepala Sekolah penerima DAK TA 2006).

RAB (Rencana Anggaran Belanja) bantuan DAK bidang pendidikan Tahun Anggaran 2006, (membuktikan anggaran biaya tersebut telah disesuaikan dengan Harga Satuan Pemko dan juga membuktikan bahwa yang melakukan Surat Perjanjian Pemberian Bantuan DAK 2006 adalah Kepala Dinas Penjar dengan Kepala Sekolah penerima bantuan DAK TA 2006).

SK Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota Pematang Siantar No. 425/2253.a.SP/2006 tanggal 6 Juni 2006 dengan tugas dan fungsinya, (membuktikan bahwa terdakwa ES yang diangkat menjadi PPK bukanlah pejabat yang melaksanakan pekerjaan dana bantuan DAK bidang pendidikan Tahun 2006 dan bukan atasan langsung dari Kepala Sekolah penerima bantuan DAK tersebut).

Oleh karenanya dimohonkan kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan bahwa terdakwa ES tidak terbukti bersalah dan meyakinkan melanggar ketentuan hukum dan Undang-Undang yang berlaku dan juga sebagaimana dalam dakwaan JPU melanggar pasal 11 yo pasal 18 dari Undang-Undang No 31 tahun 1999 yang telah dirobah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yo pasal 64 KUHP. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan hukum, membebaskan terdakwa dari segala jenis tahanan dan memulihkan harkat dan martabat terdakwa.

Atas pembacaan pembelaan dari penasehat hukum terdakwa, tim JPU RSB Simangunsong SH dan Heryansyah SH akan mengajukan replik. Untuk mendengarkan replik dari JPU sidang ditunda minggu depan. Sidang dipimpin majelis hakim N Simanjuntak SH dibantu panitera pengganti Armada Sembiring SH.
Sebagaimana diberitakan pada sidang terdahulu bahwa tim JPU menuntut terdakwa ES (47) penduduk Jalan Rajawali P Siantar oknum PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi 25 gedung Sekolah Dasar (SD) tahun 2006 di Kota Pematang Siantar senilai Rp 5,5 miliar selama 1 tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 531 juta. Terdakwa didakwa JPU melanggar pasal-pasal 11 yo pasal 18 Undang-Undang No 31 tahun 1999 yang telah dirubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yo pasal 64 KUHP dalam dakwaan ketiga. (BS/f)

Sumber : http://hariansib.com Sabtu, 8 Desember 2007

KPK Diminta Usut Kasus Korupsi di Daerah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta giat turun ke daerah, guna menuntaskan berbagai perkara korupsi yang tidak pernah selesai di tangan penyidik kejaksaan atau kepolisian.

"KPK harusnya membentuk perwakilan di daerah, agar penuntasan kasus korupsi berjalan maksimal," kata anggota DPRD Sulut, Benny Rhamdani, Sabtu (7/12), di Manado, Sulawesi Utara (Sulut).

Menurut dia, penanganan kasus korupsi di daerah, terutama Provinsi Sulut, terkesan lamban dan jalan di tempat, sehingga beberapa pelaku tindak kejahatan ini bebas berkeliaran di jalan, bahkan dibebaskan dengan dalih bukti hukum tidak kuat.

Lemahnya penanganan kasus korupsi di Sulut, karena tiga lembaga hukum, yakni kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan, diindikasikan tidak bekerja maksimal sesuai tuntutan aturan perundang-undangan berlaku, kata anggota Fraksi PDIP itu.

"Jika KPK berperan aktif di daerah, masyarakat optimistis penegakan hukum akan berjalan baik," ujar Ketua GP Ansor Sulut itu.

Salah satu bukti keinginan masyarakat akan hadirnya KPK di Sulut, GP Ansor Sulut sebelumnya menyodorkan sembilan dugaan kasus korupsi berbagai penyelewengan anggaran APBD di delapan kabupaten dan kota se-Sulut kepada KPK pada November 2007 lalu.

"Dugaan korupsi yang disodorkan ke KPK, semuanya memiliki bukti kuat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta saksi di instansi penyelenggara pemerintahan di daerah," katanya.

Salah satu dugaan kasus yang diserahkan GP Ansor, yakni penyalahgunaan kewenangan jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Manado, dengan terjadi penyelewengan anggaran sekitar Rp48,5 miliar tanpa penggunaan Surat Perintah Membayar (SPM) pada tahun anggaran 2006.

Kemudian dugaan korupsi di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) dengan penyalagunaan anggaran APBD tahun 2006 senilai Rp102 miliar, perlu mendapat perhatian serius KPK. (*/bun)

Sumber : kapanlagi.com : 08 Desember 2007

Terkait Dugaan Korupsi Buku Ajar Sejumlah Anggota DPRD akan Diperiksa

WONOSOBO - Dugaan korupsi pengadaan buku ajar di Kabupaten Wonosobo tidak menutup kemungkinan melibatkan mantan anggota atau anggota DPRD yang sekarang masih aktif. Untuk itu kejaksaan negeri (Kejari) akan memanggil anggota DPRD terkait jika dalam perkembangannya nanti memang diperlukan.

“Sambil menunggu hasil audit BPKP Jateng, kami akan berusaha menelusuri alur pengadaan buku ajar tersebut, termasuk siapa saja yang terlibat di dalamnya. Yang pasti menyangkut soal anggaran tetap melalui persetujuan DPRD sebagai lembaga legislasi. Untuk itu kita akan meminta keterangan seberapa jauh keterlibatan legislatif dalam pengadaan buku ajar ini,” tandas Kasi Intel Kejari Wonosobo, Kumaedi SH, Jumat (7/12).

Lebih lanjut, Kumaedi menyatakan, semua yang terlibat dalam proyek pengadaan buku ajar itu akan dimintai keterangan seputar proses pengadaannya. Hal itu dilakukan untuk mengungkap adanya penyimpangan tersebut. Baik pejabat di lingkungan pemkab, panitia pengadaan, rekanan, sampai anggota DPRD akan dimintai keterangan seberapa besar keterlibatan mereka dalam kasus ini.

“Yang pasti kalau ada indikasi kuat pihak-pihak akan kami panggil, termasuk anggota DPRD dan mantan anggota DPRD. Pemanggilan ini penting karena yang namanya korupsi tentunya tidak hanya dilakukan satu orang. Pasti melibatkan orang lain,” paparnya.

Sejauh ini, lanjut Kumaedi, pihaknya telah mengantong nama-nama calon tersangka. Meski demikian pihaknya belum bisa menyebutkan para tersangka dimaksud. Kejari belum bisa melangkah lebih jauh karena masih menunggu audit yang baru dilakukan BPKP Jawa Tengah. Berapa kerugian yang ditanggung negara masih dalam penghitungan. (M-3/Zie)-m

Sumber: Kedaulatan Rakyat, Sabtu, 8 Desember 2007

Negara Dirugikan Rp 237 Miliar 67 Kasus Korupsi di Jawa Barat Sepanjang Tahun 2007

Bandung - Terjadi sebanyak 67 kasus korupsi di 22 kabupaten/kota di Jawa Barat sepanjang tahun 2007. Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp 237,4 miliar. Daerah yang ditengarai paling rawan terjadi kasus korupsi justru daerah-daerah yang sedang membangun karena masih lemahnya sistem pengawasan.

Demikian dikatakan Mochammad Syafrudin, Koordinator Umum West Java Corruption Watch (WJCW), saat melaporkan hasil kerja timnya selama satu tahun, Kamis (6/12) di Universitas Islam Bandung.

Dijelaskan, jumlah kerugian negara yang diakibatkan kasus korupsi itu dibagi dalam dua semester. Semester pertama, periode Januari-Juni 2007, potensi kerugian Rp 134,06 miliar. Semester kedua, Juli-Desember 2007, potensi kerugian Rp 103,36 miliar.

"Jumlah ini kemungkinan lebih besar karena keterbatasan waktu dan sumber daya. Di beberapa daerah tidak bisa dilakukan pemantauan," kata Syafrudin.

Dijelaskan, potensi terbesar korupsi di daerah yang sedang membangun. Ini karena daerah tersebut membutuhkan dana besar untuk membangun berbagai macam sarana. Sementara sistem pengawasannya masih lemah sehingga dimanfaatkan oknum tertentu untuk korupsi.

Contohnya, Kabupaten Cianjur. Pada semester pertama jumlah kerugian Rp 24 miliar dan semester kedua sebesar Rp 43 miliar.

Tiga kasus yang berpotensi merugikan negara di Kabupaten Cianjur adalah dana bantuan operasional sekolah, manipulasi dan pemalsuan dokumen, serta pungutan liar.

Selain Cianjur, daerah lain yang juga rawan kasus korupsi adalah Kabupaten Indramayu. Kerugian yang diakibatkan kasus yang ada diperkirakan sekitar Rp 1, 655 miliar. Di Kota Cirebon sebesar Rp 3,86 miliar dan di Kabupaten Purwakarta sekitar Rp 6, 15 miliar.

Selain pemerintah daerah, kasus korupsi juga berpotensi terjadi di lembaga negara nonpemerintahan. Dari tujuh kasus yang terjadi pada dua periode, kerugian yang diderita sebesar Rp 72,4 miliar. Ini di antaranya kasus korupsi di Unit Probis Bulog, dana kavling, pengadaan buku, dan penyalahgunaan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah.

"Tidak menutup kemungkinan masih ada kasus-kasus lain yang mungkin lebih besar. Ini karena kami masih kekurangan sarana dan sumber daya untuk masuk lebih dalam," ujar Syafrudin.

Pendidikan politik

Syafrudin berharap masyarakat bisa belajar dari laporan yang dikeluarkan WJCW. Laporan ini bisa dimanfaatkan untuk menolak calon kepala daerah dalam proses pemilihan kepala daerah atau gubernur di Jawa Barat bila ternyata yang bersangkutan terindikasi kasus korupsi. Sebab, masih banyak pejabat setingkat kepala daerah yang mencalonkan diri terindikasi terlibat dalam kasus korupsi.

Ia mengharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menanggapi hal ini. Kepemimpinan yang baru bisa mengambil alih kasus korupsi di daerah yang terbengkalai. WJCW meminta KPK segera membentuk perwakilan regional guna menangani kasus korupsi di daerah agar fektif.

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas mengatakan, untuk menahan tindakan korupsi, pihaknya telah membangun jejaring bersama dengan lembaga swadaya masyarakat atau perguruan tinggi untuk mengawasi tindak tanduk semua hakim di Indonesia, termasuk Jawa Barat.

Kerja sama itu diharapkan dapat meminimalkan terjadinya ketidakadilan dan tindak korupsi di lembaga peradilan. (CHE)

Sumber : Kompas.com :07 Desember 2007

Satpol PP Ciamis Pergoki Siswi SD Kelas VI yang Sudah Jadi Pelacur

Ciamis – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Ciamis merazia ke beberapa hotel di wilayah Ciamis. Hasilnya pun sungguh mengagetkan. Ada siswi kelas VI salah satu SD di Ciamis didapati sedang berbuat asusila. Di dalam kamar itu, SA, 14, sendang bersama pria beinisial AP, 18.

Kasatpol PP Kabupaten Ciamis Zaenal Abidin menjelaskan, pihaknya menangkap tiga pasangan, termasuk SA. ”SA ditangkap di Hotel Sodara saat sedang bersama seorang lelaki berinisial AP. Dari tangan AP, kami sita juga diamankan botol miras,” terang Zaenal pada Rabu (27/4/2016).

Saat diperiksa di kantor Satpol PP Kabupaten Ciamis, pengakuan SA membuat petugas kaget. Dia menjelaskan bahwa dirinya terjun ke dunia prostitusi untuk memuaskan lelaki hidung belang.

SA mengungkapkan, dirinya sebeumnya tinggal bersama sang nenek di Pabuaran Ciamis. Namun, dia karena dicibir tetangga. Dia kerap diolok-olok sebagai anak jalanan.

Lalu, dia mengontrak di daerah Sukajadi, Sadananya, Ciamis, dengan anak jalanan lainnya. ”Kalau malam hari saya ikut ngamen di Ciamis kota sama teman-teman anak jalanan,” ucapnya.

Awalnya, dia dijual temannya kepada anak jalan lainnya. Untuk sekali kencan saat itu, dia mendapat Rp 50 ribu. ”Saya digilir tiga orang anak jalanan,” katanya.

Kini SA menyesal karena kabur dari rumah neneknya dan menjadi anak jalanan serta pelacur. Dia saat ini harus berurusan dengan aparat tengah. (Tita Yanuantari – harianindo.com)

Wisata Seks: Tarif PSK di Ria Begau dan Pasar Kasbah Murah Meriah

POJOKSATU.id, BANJARMASIN – Semakin terdesaknya para pelaku bisnis lendir di Banjarmasin membuat hotel dan penginapan marak menjadi tempat mesum. Hal ini diakui pemburu wisata seks, Mansyah.

Dikatakan Mansyah, saat ini para PSK dan hidung belang lebih banyak ngamar karena dianggap aman. Namun, menurutnya demi menyalurkan hasrat birahi, pria hidung belang harus merogoh kocek dalam karena harus sewa kamar hotel lagi.

Untuk biaya begituan di losmen Sinar Dodo lalu, ia hanya mengeluarkan uang Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. Bahkan sebutnya, jika PSK-nya bagus paling mahal Rp250 ribu.

Tarif terjangkau ini membuat Sinar Dodo begitu menjadi primadona. Berbeda dengan tarif di kawasan lokalisasi Ria Begau. Di sana terangnya tarif bervariasi, mulai dari Rp100 ribu hingga Rp250 ribu.

“Sekarang yang lagi marak di Pasar Kasbah, tarifnya pun tak berbeda dengan Sinar Dodo lalu,” akunya sembari mengatakan para PSK-nya kebanyakan berasal dari Sinar Dodo.

Tak hanya marak dengan kawasan prostitusi terselubungnya, kota Banjarmasin juga marak dengan Salon plus-plusnya. Bahkan para PSK nya bisa dikatakan lebih berkualitas. Tarifnya pun diatas lokalisasi terselubung.

Hal ini tak ditampik oleh seorang mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Banjarmasin, sebut saja Heri. Mahasiswa semester 6 ini mengaku, sejak dua tahun silam ia kerap “creambath” di salah satu salon plus-plus yang ada di Banjarmasin.

Menurutnya, salon plus-plus sangat menjamur di Banjarmasin. Bahkan, ia menyebut, keamanan melakukan hubungan badan dengan pramuniaga salon plus-pus sangat terjamin.

Sebab, sebelum melakukan hubungan badan, semua “peralatan tempur” untuk membersihkan (maaf) kemaluan tersedia.

“Lebih aman dan bersih, daripada yang sering ‘jualan’ di jalan,” tutur Heri.

Meskipun harus merogoh kocek dalam. Namun, urusan kebersihan menurutnya menjadi nomor satu. Ia menyebut, untuk memakai pramuniaga salon plus-plus yang banyak menjamur di bilangan jalan Dahlia Banjarmasin harus membayar tarif Rp250 ribu hingga Rp500 ribu. “Memang pelayanannya sesuai dengan dana yang dikeluarkan,” tambah Heri.

Salah satu pengusaha salon di kawasan tersebut yang tak mau diungkap identitasnya bersikukuh salonnya tak menyediakan perempuan nakal yang bisa dipakai. Namun, ketika penulis melihat kedalam, tak seramai salon-salon biasa yang banyak disinggahi pelanggan.

“Sekarang lagi sepi. Mungkin akhir bulan. Yang pasti kami tak menyediakan perempuan yang bisa dipakai,” kilah perempuan bertubuh mungil itu. (mof/ram/prokal)

Korupsi di Jabar, Potensi Kerugian Rp 230 Miliar

Bandung - Selama tahun 2007 di wilayah Jabar ditemukan 67 kasus dugaan korupsi. Kasus-kasus tersebut terjadi di 22 daerah di Jabar yang mengakibatkan potensi kerugian hingga lebih dari Rp 230 miliar.

Ke-67 kasus dugaan korupsi yang terjadi di Jabar selama tahun 2007 ini diungkapkan oleh West Java Corruption Watch (WJCW). Jumlah kasus dugaan korupsi yang belum diungkap diperkirakan lebih banyak lagi.

Koordinator WJCW, M Syafrudin, mengatakan kasus korupsi yang terjadi di Jabar ibarat fenomena gunung es. ”Yang dapat dipantau hanya puncaknya saja,” ujar Syafrudin di Bandung, Kamis (6/12).

Kasus dugaan korupsi yang belum terungkap atau terpantau diperkirakan masih cukup banyak. Disebutkan oleh Syafrudin, untuk mengungkap kasus-kasus dugaan korupsi ini bukan hal yang mudah. Penanganan kasus korupsi yang lamban dan setengah hati menjadi salah satu kendalanya. Padahal, kasus korupsi yang terjadi pola dan modusnya tidak pernah berubah dari tahun ke tahun.

Di antara kasus dugaan korupsi yang terpantau oleh WJCW, enam kasus di antaranya terjadi di Kabupaten Karawang dengan nilai kerugian sekitar Rp 1,6 miliar. Sedangkan dari potensi kerugian tertinggi adalah kasus yang terjadi di Kabupaten Cianjur sebanyak tiga kasus senilai Rp 24 miliar. Kasus korupsi lainnya yang berhasil dipantau terjadi di Bandung, Ciamis, Garut, Indramayu, Majalengka, Subang, Sukabumi hingga kasus korupsi di lingkungan Pemprov Jabar.

Yang menarik kasus korupsi yang terpantau itu beberapa pelakunya adalah pemegang kekuasaan politik setingkat kepala daerah. ”Adalah sebuah ironi di tengah-tengah era otonomi daerah,” timpal Syafrudin.

Menurut Syafrudin, dari berbagai kasus korupsi yang dilakukan elite politik, ternyata sulit untuk dituntaskan. Kalaupun dilakukan proses hukum, biasanya terkesan lamban. WJCW mendesak supaya KPK mengambil alih penuntasan kasus dugaan korupsi yang penanganannya terkesan lamban. Syafrudin khawatir jika kasus korupsi tak diselesaikan dengan serius, masyarakat menjadi semakin apatis dalam menyikapi kasus korupsi di daerah. (didit ernanto)

Sumber : SinarHarapan.com : 07 Desember 2007

Kejari Poso Kesulitan Proses Korupsi Dana Recovery

Kapanlagi.com - Kejaksaan Negeri Poso, Sulawesi Tengah kesulitan memproses dugaan korupsi dana recovery untuk pemulihan kondisi perekonomian masyarakat di daerah itu pasca konflik, meskipun di masyarakat setempat beredar kabar adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana itu.

"Masalahnya kami belum memiliki bukti-bukti akurat mengenai dugaan penyimpangan tersebut," kata Kasi Intelijen Kejari Poso, Denny Zulkarnain di Poso, Rabu.

Pemerintah pusat pada 2006 memberikan dana dekonsentrasi senilai Rp58 miliar untuk memulihkan kondisi perekonomian masyarakat korban kerusuhan di Poso.

Dana untuk membantu penyediaan infrastruktur, meningkatkan kapasitas kelembagaan institusi masyarakat serta untuk modal usaha itu yang mulai disalurkan pada awal 2007.

Namun, banyak warga korban kerusuhan Poso diduga tidak mendapatkan dana tersebut, sementara sebagian lagi hanya menerima sebagian.

Menurut Denny Zulkarnain, aparat penegak hukum di Poso sejak beberapa bulan terakhir sudah melakukan penyelidikan terhadap penyaluran dan penggunaan dana recovery tersebut, namun sampai sekarang belum ada satu pun kasus yang diproses sampai ke pengadilan.

"Dalam soal ini (pengusutan penyalahgunaan bantuan dana recovery) kami masih menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut dari kepolisian," katanya.

Ia menyebutkan pada November lalu Polres Poso sudah menetapkan DM (ketua Koperasi Poso Bersatu) sebagai tersangka kasus penyalahgunaan dana recovery.

Namun, menurut dia, kasus tersebut hingga kini belum dilimpahkan ke kejaksaan, karena kemungkinan alat buktinya kurang lengkap.

Sebanyak 57 koperasi di Kabupaten Poso pada 2007 menerima bantuan modal usaha melalui dana recovery dengan total plafon Rp2,22 miliar.

Ia berharap masyarakat bersedia melaporkan apabila mengetahui ada indikasi korupsi dalam penyaluran dana recovery itu. "Apabila datanya akurat, akan segera kami proses," katanya. (*/cax)

Sumber : kapanlagi.com : 05 Desember 2007

Kejaksaan di Sulteng Lemah Usut Kasus Korupsi

Kapanlagi.com - Kinerja jajaran kejaksaan di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dinilai lemah dalam mengusut kasus korupsi, padahal perbuatan melawan hukum tersebut terus berlangsung di berbagai instansi pemerintah, baik yang ada di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota setempat.

"Kami minta semua kasus korupsi di daerah ini dituntaskan dan para pelakunya segera diseret sampai ke pengadilan," kata Kuswandi, ketika memimpin aksi unjuk rasa ratusan masa gabungan di halaman Kantor Kejati Sulteng di Palu, Senin.

Menurutnya, berlarutnya pemeriksaan kasus dugaan korupsi oleh aparat kejaksaan di Sulteng menunjukkan bahwa kinerja lembaga ini lemah.

"Ini menunjukkan belum optimalnya kualitas pelayanan hukum yang sedang berlangsung di Sulteng selama ini," katanya.

Kuswandi mencontohkan dugaan korupsi tentang proyek pengadaan kapal "Super Jet" bernilai miliaran rupiah di Kabupaten Morowali yang saat ini terkesan "dipetieskan", padahal pelaporannya sudah disampaikan berbagai elemen masyarakat ke kejaksaan sejak awal tahun 2007.

"Apakah aparat juga sudah disuap oleh koruptor sehingga enggan menuntaskan kasus ini," tuturnya dalam aksi tersebut.

Aksi yang berlangsung tertib dengan kawalan ratusan petugas dari Polresta Palu itu, juga menyerukan untuk segera mendesak kasus Pilkada Morowali yang berlangsung 5 November lalu.

"Hasil Pilkada itu tidak sah karena terdapat pemilih yang sebenarnya tak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap," kata Kuswandi yang mengaku heran sikap lembaga penyelenggaraan pilkada di tingkat atas yang sampai saat ini belum bertindak.

Ketika menerima para demonstran Kasi Ekonomi dan Keuangan pada Asintel Kejati Sulteng, Rusdia Tandilinting, mengatakan pihaknya selama ini memang sudah mendengar kabar soal adanya kasus korupsi dari seluruh wilayah Sulteng, termasuk di Kabupaten Morowali.

"Tapi secara resmi kami belum menerima laporannya, sehingga kami belum bisa menindaklanjuti kasusnya," ujarnya di hadapan para pengunjuk rasa.

Ia juga mengatakan, lembaga kejaksaan di Sulteng selama ini terus berupaya menjaring seluruh data-data kasus korupsi yang belum dilaporkan secara resmi tersebut.

"Kami selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin melaporkan kasus dugaan korupsi, tapi caranya harus santun dan tidak anarkis," kata Tandilinting.

Tandilinting menambahkan, pihaknya sudah memiliki komitmen untuk menyeret siapa saja yang terkait kasus korupsi di daerah ini, tapi pengusutannya membutuhkan waktu.

"Intinya, semua koruptor adalah musuh kita bersama karena merugikan negara dan rakyat," kata dia.

Sementara itu, sumber di Kejati Sulteng menyebutkan cukup banyak kasus dugaan korupsi yang "menggantung" atau belum diselesaikan para jaksa di daerah, seperti kasus pengadaan ratusan TV sekolah melalui proyek Block Grant yang dikelola Dinas Dikjar Sulteng dan kasus penggunaan dana reboisasi pada proyek hutan tanaman industri di Kabupaten Banggai.

Lainnya, kasus korupsi dana PPK (Proyek Pengembangan Kecamatan) di Kabupaten Banggai Kepulauan yang dibiayai oleh Bank Dunia, serta sejumlah kasus korupsi yang melibatkan para pejabat daerah dan anggota dewan.

"Kasus-kasus tersebut bahkan ada yang sudah lebih empat tahun mengendap, namun proses penyelidikannya terhenti di tengah jalan," kata sumber yang seorang jaksa, dan menambahkan salah satu penyebabnya karena kekurangan tenaga jaksa dibanding perkara yang mesti diusut. (*/cax)

Sumber : kapanlagi.com Senin, 03 Desember 2007

DPRD Dairi Diduga Lakukan Penyimpangan Rp 366 Juta

Dairi, Sumut — DPRD Dairi diduga melakukan penyalahgunaan anggaran senilai Rp366 juta baik dari keuangan eksekutif maupun di lembaga dewan sendiri. Drs Ramses Simamora mantan Sekretaris DPRD yang kini berkapasitas Kepala Badan Informasi dan Komunikasi, membenarkan penyimpangan dimaksud sesuai hasil temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) perwakilan Sumut tahun 2007 baru-baru ini.

Namun menurutnya, dirinya tidak terlibat langsung sebab ia tidak memberi rekomendasi tertulis dalam setiap pencairan uang dari bendahara kepada para wakil rakyat. Penyimpangan itu terjadi dengan model peminjaman uang oleh anggota dewan berupa panjar beberapa kali yang tidak sesuai dengan aturan keuangan. Hingga tutup tahun anggaran 2006, pinjaman tersebut tak kunjung tertutupi. Begitu pun, ia berupaya mencari solusi dengan meminta tanggung jawab anggota legisatif agar melunasi hutang-hutangnya.

Pada kesempatan terpisah, bendahara DPRD Rosmawati Bancin mengungkapkan, proses peminjaman itu sarat dengan manipulasi. Disebutkan, praktik itu tidak sesuai dengan prosedur di mana ternyata ada anggota dewan yang meminjam langsung secara perorangan ke bendahara Setda atau PKD (Pemegang Kas Daerah) kala itu dipimpin UN.

Dikatakan, kegiatan itu sudah berlangsung sejak tahun 2005 dalam beberapa tahapan. Bahkan, ada orang yang meminjam sebelum dirinya duduk di lembaga ini. Mereka meminjam karena sudah masuk dalam daftar calon terpilih dan hanya tinggal menunggu waktu pelantikan. Selain itu, peminjaman juga dilakukan oleh anggota dewan yang melanjutkan kapasitasnya ke periode sekarang. Dokumen peminjaman itu direkayasa dengan membuat kwitansi baru seolah-olah dewan meminjam dari Rosmawati. Jadi, banyak manipulasi di dalamnya.

Mereka yang meminjam secara perorangan ke PKD tapi belakangan justru ditukangi surat panjar seolah-olah wakil rakyat mengambil dana dari dirinya. Langkah itu terpaksa ditempuh semata-mata karena ia berada di bawah tekanan di mana secara prinsip keuangan banyak pelanggaran.

Diakui, pihaknya terpaksa melakukan pembohongan administrasi pada persoalan ini. Dalam dokumen keuangan, seakan-akan mereka ada menerima uang dari Pemda padahal sesungguhnya hanya menandatangani surat karena uangnya sudah diambil duluan. Mestinya, uang dan kegiatan itu dipertanggungjawabkan di akhir anggaran tetapi realitanya, sampai sekarang belum juga tertutupi. Ia memperkirakan, dewan tidak punya kemauan mengembalikan.

Dari 14 jumlah peminjam, dua di antaranya merupakan peminjam terbesar dengan kisaran masing-masing Rp60 juta sedang teman lainnya berada di bawah nominal itu. Kini, beberapa di antaranya mulai mencicil dengan cara potong gaji dan telah dikembalikan senilai Rp200 juta. Para oknum yang diduga melakukan penyimpangan dimaksud di antaranya berinisial Dr (HC) AA, PS S.Sos, Drs BM, PS SH, BN, DMU SH.

Menyusul terungkapnya praktik itu, Ramses Situmorang Sekretaris dewan membenarkan, Kejaksaan Negeri Sidikalang sempat melakukan penyelidikan kepada para anggota dewan. Menghindari persoalan kian mendalam, Ketua DPRD Leonard Samosir melakukan lobi ke kejaksaan agar kasus itu diselesaikan secara internal hingga batas Desember 2007. Ketua menyurati anggota medio April 2007 dan mereka menanggapinya.

Parlindungan Silaban SSos anggota fraksi Partai Golkar yang juga Ketua Badan Kehormatan mengakui dirinya termasuk dalam 14 orang yang memanjar dengan angka Rp60 juta. Peminjaman itu dilakukan beberapa kali untuk menutupi beberapa kebutuhan yang sangat mendesak. Sebagian dari beban itu sudah diangsur dengan memotong gaji. Yang sangat ia sesalkan, temuan itu seolah-olah menunjukkan bahwa dewan itu koruptor kelas kakap. “Seolah dewan ini sarang korupsi. Padahal, mereka sangat merespons positif temuan itu. Di sana banyak korupsi kenapa tak dibuka,” keluhnya. (ssr)


Sumber : http://www.silaban.net Senin, 3 Desember 2007

Kasus Korupsi Bupati Kutai Timur Terus Diusut

Kejaksaan Agung meningkatkan pengusutan kasus dugaan korupsi di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang melibatkan Bupati setempat, Awang Faroek Ishak, ke tingkat penyidikan.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kemas Yahya Rahman di Jakarta, Kamis (29/11), menegaskan kasus tersebut kini telah ditangani bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung.

Atas sepengetahuan Jaksa Agung, saya minta kasus Bupati Kutai Timur supaya diserahkan ke bidang Pidsus untuk kita lakukan penyidikan secara tuntas, kata Kemas. Pihaknya juga telah menugaskan Direktur Penyidikan pada Jampidsus untuk mengambil alih kasus tersebut. Sebelum ditingkatkan ke penyidikan, kasus yang mendapat perhatian di Kalimantan Timur itu diselidiki oleh Jaksa Agung Muda Intelejen (Jamintel).

Jampidsus juga sudah berkonsultasi dengan Jamintel tentang pengalihan dan peningkatan status kasus tersebut. Saya sudah hubungi Jamintel untuk menyerahkan kasus tersebut kepada Pidsus untuk penyidikan lebih lanjut, kata Kemas.

Sebelumnya, desakan pengusutan kasus itu terus bergulir. Salah satu desakan datang dari kelompok yang menamakan diri Somasi Indonesia. Kelompok itu (28/11) menggelar aksi unjuk rasa di Kejaksaan Agung mendesak pengusutan dugaan korupsi di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur tersebut.

Menurut mereka, kasus itu sudah terlalu lama mandeg dan tidak ditindaklanjuti kejaksaan. Massa menilai kasus tersebut telah merugikan negara sekira Rp275 miliar. Selain itu, peserta aksi juga menginginkan pengusutan dugaan korupsi dana kas setempat yang mencapai Rp100 miliar, dan korupsi dana APBD Rp9 miliar.(Ant/OL-2)

Sumber : http://www.koranindonesia.com Kamis, 29 November 2007

Civitas Akademika Sebagai Saksi Penandatangan MoU Ikadin Dan Ukip di Kabupaten Sorong

Sorong—Civitas Akademika Universitas Kristen Papua (UKiP) Sorong telah menjadi saksi hidup penandatanganan kerjasama dalam bentuk penandangatanan Memorandum of Understanding (MoU) antara Universitas Kristen Papua (UKiP) dan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Kota dan Kabupaten Sorong, Propinsi Papua Barat.

Penandantanganan MoU ini dilakukan Rektor UKiP Sorong Prof. Dr. Sasmoko, MPd., M.A., dengan pihak Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Kota dan Kabupaten Sorong, Propinsi Papua Barat yang diketuai Muhammad Djasin Djamaluddin, SH.

Bentuk kerjasama ini dilakukan Rektor UKiP, Prof. dengan Ketua IKADIN dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional di Perguruan Tinggi UKiP Sorong, yaitu meningkatkan dan menghasilkan pribadi lulusan yang memiliki landasan yang kuat dalam penguasaan ilmu hukum, bermoral dan menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran. Demikian ditegaskan Rektor Universitas Kristen Papua kepada civitas akademika UKiP serta sejumlah wartawan lokal dan nasional yang meliput penandantanganan MoU di Laboratorium Hukum.

Pada kesempatan itu, Rektor UKiP Prof. Dr. Sasmoko, MPd., M.A., yang didampingi Wakil Rektor I Engelbertus Turot, MSi, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM), Ir. Bas Wurlianty, Ketua Program Studi Hukum F. Ronsumbre, SH, Kepala Audit Managemen Dra. Triwahyuningsih, Ketua Program Studi Teologi, Pdt. Ricky Montang, MTh., mengatakan kerjasama UKiP dan IKADIN itu juga bertujuan meningkatkan dan menghasilkan lulusan yang berkemampuan untuk mengabdikan ilmu hukum bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga dengan adanya kerjasama ini terciptanya pribadi lulusan yang menghormati dan memiliki kemampuan untuk menegakkan supremasi hukum dalam suasana demokrasi, aspiratif dan konstitusional.

“Kompetensi lulusan UKiP diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman (knowledge and understanding) di bidang hukum, ketrampilan intelektual (intellectual Skill) di bidang hukum, ketrampilan praktis (Practical Skill), ketrampilan hukum managerial (Manajerial Skill and Leadiship) serta sikap dan perilaku (attitude) berlandaskan hukum,” harap Sasmoko.

Dalam acara penandatanganan Memorandum Of Understanding (MoU) tersebut, Ketua IKADIN, Muhammad Jasin Djamaluddin, SH dalam sambutannya mengajak seluruh Civitas Akademika UKiP untuk giat dan rajin mendalami ilmu hukum serta substansi hukum. Pasalnya, kata Ketua IKADIN, sesuai pengamatan dan kejian IKADIN, kondisi penegakkan hukum sepanjang tahun di NKRI masih memprihatinkan dan baru sebatas slogan. Penyelesaian pelbagai kasus besar diharapkan mampu menjadi terobosan kemandekan di bidang hukum ternyata selalu diperhadapkan dengan persoalan klasik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Kondisi semacam ini juga menimbulkan kecurigaan masyarakat terhadap sejumlah kasus di Tanah Air yang berbuntut tak sedap pada setiap putusan Majelis Hakim. “Hal inilah yang membuat penegakkan hukum di Indonesia masih sebatas slogan,” kata Ketua IKADIN.

Untuk itu, tambah Jasin panggilan akrabnya, tujuannya MoU ini adalah mendidik calon-calon Advokat maupun calon-calon Penegak Hukum dari Universitas Kristen Papua yang berminat menjadi Advokat, Hakim, Jaksa, Pengamat Hukum, atau Penegak Hukum lainnya. “Diharapkan dengan adanya Laboratorium Hukum UKiP ini, maka visi dan misi UKiP program studi Hukum dapat menjamin lulusan hukum yang mampu berkiprah pada pelbagai lapangan pekerjaan seperti Advokat, Polisi, Jaksa dan Hakim, Legislatif, Eksekutif, Praktisi Hukum pada perusahaan, wiraswasta yang dapat menguasai hukum perburuan, menguasai peraturan perundang-undangan, mampu membuat perjanjian-perjanjian, menguasai managemen personalia, menguasai peradilan industri, hukum international dan lain sebagainya,” terang Jasin Djamaluddin.

Dalam laporan pertanggungjawaban pembangunan laboratorium hukum tersebut, Ketua Program Studi Ilmu Hukum, F. Ronsumbre, SH mengatakan dengan berdirinya Laboratorium Hukum di Universitas Kristen Papua Sorong ini, selain mahasiswa-mahasiswi UKiP, siapa saja yang mau datang dan mendalami ilmu hukum menganalisis, mengkaji adalah sangat tepat belajar di UKiP Sorong Betapa tidak, menurut Ronsumbre, untuk menjawab harapan dan tantangan bangsa Indonesia maupun dunia International, dengan adanya MoU ini, mahasiswa-mahasiswi program studi hukum sudah mulai melakukan kajian-kajian hukum untuk membantu penegakkan hukum di Tanah Air Indonesia. Kajian ilmiah ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas setiap mahasiswa hukum di UKiP. Juga demi keadilan dan kebenaran di dunia maupun di akhirat,” terang Ronsumbre yang juga Wakil Rektor III.

Ketua Ikatan Advokat Indonesia Kota dan Kabupaten Sorong, M. Jasin Djamaluddin, SH dalam sambutannya mengatakan Civitas Akademika Universitas Kristen Papua (UKiP), Fakultas Non-Exacta, Program Studi Hukum di Kampus UKiP diminta pro-aktif meningkatkan profesionalismenya dan mengkaji setiap kasus hukum yang berkembang di Indonesia khususnya di Tanah Papua agar pada waktunya bisa menjadi Penegak Hukum yang benar di dunia ini. Jasin Djamaludin, Pakar ilmu hukum itu memberikan semangat kepada mahasiswa-mahasiswi agar tidak gentar menyuarakan kebenaran dan keadilan.

Pada akhir penandatanganan MoU, Rektor UKiP Sorong, Prof. Dr. Sasmoko, MPd., M.A., mengatakan selain IKADIN UKiP Sorong juga telah bekerja sama dengan Universitas Indonesia dalam program studi Hukum. Diharapkan, mahasiswa-mahasiswi UKiP mampu mendalami ilmu hukum dengan lembaga Pendidikan dari Universitas Indonesia dan Lembaga Advokat (IKADIN). (Laurent Reresi)

Sumber: http://www.ukip.ac.id, Rabu, 28 November 2007

Dua mantan pejabat magetan divonis empat tahun penjara

Magetan—Hakim Pengadilan Negeri Magetan menjatuhkan vonis empat tahun penjara Gimin dan Samsul Hadi dalam kasus penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Keduanya adalah mantan pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Magetan.

Vonis yang dijatuhkan hakim ini lebih ringan daripada tuntutan Jaksa. Samsul Hadi selaku mantan kepala dinas pekerjaan umum dituntut enam tahun penjara dan Gimin selaku kepala bagian tata kota Pemerintah dituntut lima tahun.

Ketua Majelis Hakim Pahatar Sirmamata mengatakan, kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penyelewengan anggaran daerah dengan mengelembungkan harga bangunan pada pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan gedung serbaguna gelanggang olahraga Ki Mageti Magetan. "Harga bangunan seharusnya berdasarkan standar nasional yang telah ditetapkan, bukan membuat aturan sendiri," kata Pahatar Sirmamata.

Selain itu, lanjut Pahatar, kedua terdakwa berdasarkan fakta dipersidangan terbukti telah menunjuk dua pelaksana proyek yaitu CV. Budi Bersaudara dan CV. Budi Karya Mandiri tanpa tender namun dibuat seolah-olah melalui mekanisme tender (tender fiktif). Padahal berdasarkan aturan yang berlaku proyek pembangunan gedung DPRD dan Ki Mageti Magetan harus dilakukan secara tender terbuka.

Akibat kedua perbuatan terdakwa negara dirugikan sebesar Rp. 7,5 milyar. Proyek pembangunan kedua gedung tersebut menelan biaya sebesar Rp. 32,9 yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Magetan periode 2003 hingga 2005.

Menanggapi putusan majelis hakim, penasehat hukum, Kukuh Pramono mengatakan putusan majelis hakim dirasa tidak adil bagi kliennya. Ia mengatakan kedua terdakwa hanyalah korban dari perintah Bupati Magetan, Saleh Muljono. "Kamiakan banding dengan putusan tersebut karena mereka bukan pelaku sebenarnya," ujarnya. (DINI MAWUNTYAS)

Sumber : Tempo, 28 November 2007

Pejabat Bau-Bau Serahkan Diri ke KPK

Wakil Wali Kota Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara, Ibrahim Marsela, Senin (26/11), menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Langkah ini diambil sebagai rasa tanggung jawab atas kegagalan fungsi pengawasan dan pengendalian pengelolaan keuangan daerah.

Akibat kegagalan itu, muncul dugaan korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bau-Bau senilai lebih kurang Rp 71,4 miliar.

Ibrahim mengaku berani pasang badan dan siap jika KPK akan menahannya. Lelaki yang datang ke KPK dengan mengenakan safari biru tua tersebut didampingi aktivis Gerakan Anti Korupsi Indonesia. Ia membawa serta sejumlah dokumen yang mendukung laporannya.

Pembangunan kantor

Kasus dugaan korupsi itu berawal dari laporan pemeriksaan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Provinsi Sulawesi Tenggara tertanggal 27 Desember 2004 dan laporan pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Juli 2005 yang menunjukkan adanya indikasi korupsi dana APBD Kota Bau-Bau tahun 2004 dan 2005.

Menurut Ibrahim, praktik korupsi itu diduga terjadi pada proyek pembangunan kantor Wali Kota Bau-Bau dan proyek reklamasi pantai di Bau-Bau. Diduga ada indikasi penggelembungan dana dalam proyek tersebut.

Menurut Ibrahim, dugaan korupsi pada dua proyek itu kemungkinan melibatkan Wali Kota Bau-Bau dan sejawatnya sehingga diharapkan Wali Kota Bau-Bau bersedia mengikuti langkah yang diambilnya.

Laporan hasil pemeriksaan Bawasda dan BPK itu direkomendasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bau-Bau ke kepala kejaksaan negeri dan kepala kepolisian resor setempat agar ditindaklanjuti.

Namun, proses penyidikan di dua lembaga tersebut berhenti di tengah jalan.

"Kami minta KPK menindaklanjuti kasus ini," ujar Ibrahim. (ana)

Sumber: Kompas - Selasa, 27 November 2007

Wakil Walikota Bau-bau Pasang Badan ke KPK

Langkah Wakil Wali Kota Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara, Ibrahim Marsela patut diacungkan jempol. Betapa tidak, ketika para koruptor lari tunggang langgang diburu KPK, Ibrahim justru menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia mendatangi KPK karena rasa tanggung jawab atas kegagalan fungsi pengawasan dan pengendalian pengelolaan keuangan daerah. Akibatnya, muncul dugaan korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bau-Bau senilai lebih kurang Rp 71,4 miliar.

Sepertinya Ibrahim memang sudah siap pasang badan jika KPK akan menahannya. Bahkan ia juga membawa serta sejumlah dokumen yang mendukung laporannya. Kasus dugaan korupsi itu berawal dari laporan pemeriksaan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Provinsi Sulawesi Tenggara tertanggal 27 Desember 2004 dan laporan pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Juli 2005 yang menunjukkan adanya indikasi korupsi dana APBD Kota Bau-Bau tahun 2004 dan 2005.

Menurut Ibrahim, praktik korupsi itu diduga terjadi pada proyek pembangunan kantor Wali Kota Bau-Bau dan proyek reklamasi pantai di Bau-Bau. Diduga ada indikasi penggelembungan dana dalam proyek tersebut. Menurut Ibrahim, dugaan korupsi pada dua proyek itu kemungkinan melibatkan Wali Kota Bau-Bau dan sejawatnya sehingga diharapkan Wali Kota Bau-Bau bersedia mengikuti langkah yang diambilnya.

Laporan hasil pemeriksaan Bawasda dan BPK itu direkomendasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bau-Bau ke kepala kejaksaan negeri dan kepala kepolisian resor setempat agar ditindaklanjuti.Namun, proses penyidikan di dua lembaga tersebut berhenti di tengah jalan. Untuk itu Ibrahim minta, KPK menindaklanjuti kasus ini.**

Sumber : matabumi.com : 27 November 2007
-

Arsip Blog

Recent Posts