Sidang Pembelaan Korupsi Bangka Tengah

`Sekda juga Bertanggungjawab`

SUNGAILIAT - Penasihat hukum (PH) enam terdakwa korupsi Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Bangka Tengah, Marah Rusli dan rekan menyatakan, keberatan dan menolak tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sungailiat, Khaidirman terhadap kliennya.

Pasalnya, tuntutan terhadap Abdul Rahman (Ketua KPUD Bateng), Eddy Soemitro (alm) Sekretaris KPUD Bateng, Alimin (Bendahara KPUD Bateng), Niziz Edward dan Yunita Utia (Anggota KPUD Bateng), serta Suseno (Kasubag Teknis dan Penyelenggaraan KPUD Bateng), dinilai tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan korupsi sebagaimana Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

“Berdasarkan alat bukti di persidangan terbukti bahwa pembayaran biaya kepada PPK, PPS dan KPPS sebesar Rp 104.985.000 merupakan biaya pegawai (uang kehormatan) dan operasional PPK, PPS, dan KPPS selama dua bulan yaitu, bulan Agustus dan September 2005,” jelas Marah Rusli dalam nota pembelaannya di hadapan Majelis Hakim PN Sungailiat dan JPUP Triman Santana, Kamis (1/11) kemarin.

Pembayarannya, berdasarkan pagu dana yang tersedia sesuai rencana anggaran biaya (RAB) Pilkada Bateng tahun 2005. Selain itu, dipertegas dengan surat edaran Bupati Bateng No 120/902/I/2005 tanggal 16 Juni 2005 tentang honorarium KPPS Pilkada Bateng sesuai dengan keterangan Yunita Utia.

Disetujui Gubernur

Bahkan, Abdul Rahman didampingi saksi Zulteri Apsufi dan Iskandar Z telah menghadap gubernur. Gubernur menyetujui untuk membayar biaya tambahan, dan dana itu bantuan dari APBD provinsi. “Pada waktu itu kondisinya sangat dilematis, kalau tidak dibayar tuntutan demo dari PPK, PPS dan KPPS se Bateng. Mereka mengancam tidak mau melaksanakan pilkada sehingga dikhawatirkan chaos sehingga perbuatan para terdakwa sebagai ongeschreven rechtsvaardigingsgronden (alasan pembenar yang tidak tertulis/di luar undang-undang),” papar Marah Rusli didampingi rekan-rekannya, Jaya Kusuma Amin, Saparudin Hasan, dan Yudho H Marhoed.

Mengenai kelebihan pembayaran honorarium pokja, hanya perbedaan penafsiran antara BPK dan KPUD Bateng. BPK berpedoman pada Permendagri No 12 Tahun 2005 sedangkan KPUD Bateng berdasarkan RAB Pilkada Bateng yang telah disahkan DPRD Bateng. Apalagi RKA Permendagri No 12 Tahun 2005 dan No 21 tahun 2005 saat itu belum diterima KPUD. “Kalau berdasarkan permendagri, tentu banyak kendala karena kondisi objektif Bateng, di mana adanya daerah kepulauan yang untuk menjangkaunya butuh waktu dan biaya yang tidak dapat disamakan dengan wilayah normal lainnya,” tegas Marah Rusli.

Seharusnya, kata Marah Rusli, Sekda Bateng menyusun dan menetapkan dokumen anggaran satuan kerja (DASK) untuk belanja pilkada Bateng yang tembusannya disampaikan kepada BPK, KPUD dan Panwas. Tetapi yang terjadi, tidak pernah membuat DASK. “Jadi seharusnya pihak Sekda Bateng yang bertanggung jawab masalah pelaksanaan pilkada ini, baik secara administrasi maupun dampak hukum yang ditimbulkan karena kelalaian tersebut,” katanya. Maknya, ia meminta keenam kliennya dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan hukum. (chy)

Sumber: Bangka Pos, Sabtu, 3 November 2007
-

Arsip Blog

Recent Posts