Putri Tandampalik

Cerita Rakyat dari Luwuk

Dahulu, terdapat sebuah negeri yang bernama negeri Luwu, yang terletak di pulau Sulawesi. Negeri Luwu dipimpin oleh seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge, sering dipanggil Raja atau Datu Luwu. Karena sikapnya yang adil, arif dan bijaksana, maka rakyatnya hidup makmur.

Sebagian besar pekerjaan rakyat Luwu adalah petani dan nelayan. Datu Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, namanya Putri Tandampalik. Kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak. Termasuk di antaranya Raja Bone yang tinggalnya sangat jauh dari Luwu.

Raja Bone ingin menikahkan anaknya dengan Putri Tandampalik. Ia mengutus beberapa utusannya untuk menemui Datu Luwu untuk melamar Putri Tandampalik. Datu Luwu menjadi bimbang, karena dalam adatnya, seorang gadis Luwu tidak dibenarkan menikah dengan pemuda dari negeri lain. Tetapi, jika lamaran tersebut ditolak, ia khawatir akan terjadi perang dan akan membuat rakyat menderita. Meskipun berat akibat yang akan diterima, Datu Lawu memutuskan untuk menerima pinangan itu.

"Biarlah aku dikutuk asal rakyatku tidak menderita," pikir Datu Luwu.

Beberapa hari kemudian utusan Raja Bone tiba ke negeri Luwu. Mereka sangat sopan dan ramah. Tidak ada iringan pasukan atau armada perang di pelabuhan, seperti yang diperkirakan oleh Datu Luwu. Datu Luwu menerima utusan itu dengan ramah. Saat mereka mengutarakan maksud kedatangannya, Datu Luwu belum bisa memberikan jawaban menerima atau menolak lamaran tersebut. Utusan Raja Bone memahami dan mengerti keputusan Datu Luwu. Mereka pun pulang kembali ke negerinya.

Keesokan harinya, terjadi kegaduhan di negeri Luwu. Putri Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan Putri Tandampalik terserang penyakit menular yang berbahaya.

Berita cepat tersebar. Rakyat negeri Luwu dirundung kesedihan. Datu Luwu yang mereka hormati dan Putri Tandampalik yang mereka cintai sedang mendapat musibah. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang, Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan anaknya. Karena banyak rakyat yang akan tertular jika Putri Tandampalik tidak diasingkan ke daerah lain.

Keputusan itu dipilih Datu Luwu dengan berat hati. Putri Tandampalik tidak berkecil hati atau marah pada ayahandanya. Lalu ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri Tandampalik, sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya.

Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka menemukan sebuah pulau. Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal menemukan buah Wajo saat pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu.

"Pulau ini kuberi nama Pulau Wajo," kata Putri Tandampalik. Sejak saat itu, Putri Tandampalik dan pengikutnya memulai kehidupan baru. Mereka mulai dengan segala kesederhanaan. Mereka terus bekerja keras, penuh dengan semangat dan gembira.

Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampirinya. Kerbau bule itu menjilatinya dengan lembut. Semula, Putri Tandampalik hendak mengusirnya. Tapi, hewan itu tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya ia diamkan saja. Ajaib! Setelah berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri Tandampalik hilang tanpa bekas. Kulitnya kembali halus dan bersih seperti semula. Putri Tandampalik terharu dan bersyukur pada Tuhan, penyakitnya telah sembuh.

"Sejak saat ini kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, karena hewan ini telah membuatku sembuh," kata Putri Tandampalik pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tandampalik itu langsung dipenuhi oleh semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang. Kerbau bule yang berada di Pulau Wajo dibiarkan hidup bebas dan beranak pinak.

Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda yang tampan. "Siapakah namamu dan mengapa putri secantik dirimu bisa berada di tempat seperti ini?" tanya pemuda itu dengan lembut. Lalu Putri Tandampalik menceritakan semuanya. "Wahai pemuda, siapa dirimu dan dari mana asalmu ?" tanya Putri Tandampalik. Pemuda itu tidak menjawab, tapi justru balik bertanya, "Putri Tandampalik maukah engkau menjadi istriku?" Sebelum Putri Tandampalik sempat menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Putri Tandampalik merasa mimpinya merupakan tanda baik baginya.

Sementara, nun jauh di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu. Ia ditemani oleh Anre Guru Pakanranyeng Panglima Kerajaan Bone dan beberapa pengawalnya.

Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota tidak sadar kalau ia sudah terpisah dari rombongan dan tersesat di hutan. Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak dapat memejamkan matanya. Suara-suara hewan malam membuatnya terus terjaga dan gelisah. Di kejauhan, ia melihat seberkas cahaya. Ia memberanikan diri untuk mencari dari mana asal cahaya itu. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah perkampungan yang letaknya sangat jauh. Sesampainya di sana, Putra Mahkota memasuki sebuah rumah yang nampak kosong. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis cantik sedang menjerang air di dalam rumah itu. Gadis cantik itu tidak lain adalah Putri Tandampalik.

"Mungkinkah ada bidadari di tempat asing begini ?" pikir putra Mahkota. Merasa ada yang mengawasi, Putri Tandampalik menoleh. Sang Putri tergagap," rasanya dialah pemuda yang ada dalam mimpiku," pikirnya.

Kemudian mereka berdua berkenalan. Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri Tandampalik merasa pemuda yang kini berada di hadapannya adalah seorang pemuda yang halus tutur bahasanya. Meski ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tandampalik adalah seorang gadis yang anggun tetapi tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang sederhana membuat Putra Mahkota kagum dan langsing menaruh hati.

Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota kembali ke negerinya karena banyak kewajiban yang harus diselesaikan di Istana Bone. Sejak berpisah dengan Putri Tandampalik, ingatan sang Pangeran selalu tertuju pada wajah cantik itu. Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau Wajo.

Anre Guru Pakanyareng, Panglima Perang Kerajaan Bone yang ikut serta menemani Putra Mahkota berburu, mengetahui apa yang dirasakan oleh anak rajanya itu. Anre Guru Pakanyareng sering melihat Putra Mahkota duduk berlama-lama di tepi telaga. Maka Anre Guru Pakanyareng segera menghadap Raja Bone dan menceritakan semua kejadian yang mereka alami di pulau Wajo. "Hamba mengusulkan Paduka segera melamar Putri Tandampalik," kata Anre Guru Pakanyareng. Raja Bone setuju dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.

Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik tidak langsung menerima lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketia ia di asingkan. Putri Tandampalik mengatakan bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima.

Putra Mahkota segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian. Perjalanan berhari-hari dijalani oleh Putra Mahkota dengan penuh semangat. Setelah sampai di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu.

Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik tersebut. Datu Luwu merasa Putra Mahkota adalah seorang pemuda yang gigih, bertutur kata lembut, sopan dan penuh semangat. Maka ia pun menerima keris pusaka itu dengan tulus.

Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya sangat mengharukan. Datu Luwu merasa bersalah telah mengasingkan anaknya. Tetapi sebaliknya, Putri Tandampalik bersyukur karena rakyat Luwu terhindar dari penyakit menular yang dideritanya.

Akhirnya Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang arif dan bijaksana.
http://www.e-smartschool.com

Sumber: http://folktalesnusantara.blogspot.co.id/2012/03/padi-sebesar-kelapa.html?view=classic

Bukit Fafinesu

Cerita Rakyat dari Pulau Timor

Di sebelah utara Kota Famenanu, Kabupaten Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur terdapat sebuah bukit bernama Fafinesu yang berarti Bukit Babi Gemuk. Ada suatu kisah menarik yang melatarbelakangi penamaan bukit itu. Kisahnya adalah sebagai berikut.

Pada zaman dahulu kala di pedalaman Pulau Timor ada tiga orang adik-beradik bernama Saku, Abatan, dan Seko. Mereka hidup dan tinggal bersama dengan kerabat ibunya, sebab ayah dan ibu mereka telah tiada. Ayah ketiga orang ini meninggal dunia karena terjatuh ke jurang ketika sedang berburu babi hutan. Tujuh bulan kemudian Sang Ibu juga meninggal dunia karena kehabisan darah ketika sedang melahirkan Si Bungsu, Seko. Hal ini diperparah lagi ketika nenek yang mengasuh mereka juga ikut meninggal dunia karena dimakan usia ketka Si Bungsu baru berumur dua tahun.

Waktu pun berlalu. Walau hidup serba kekurangan, mereka senantasa rukun dan bahagia. Abatan tumbuh menjadi seorang remaja yang rajin dan cerdas. Ia sering menanam jagung dan ketela di ladang, mencari kayu bakar di hutan, dan memasak untuk kakak dan adiknya. Si Bungsu pun yang telah berumur lima tahun dan menjadi seorang anak yang penurut. Ia sudah dapat membedakan mana yang baik dan buruk sehingga kakak-kakaknya semakin bahagia.

Namun di tengah suasana yang rukun dan damai tersebut, suatu malam Si Bungsu tidak dapat memejamkan matanya. Tiba-tiba saja hatinya merasa rindu kepada kedua orang tuanya, sebab sejak bayi tidak pernah merasakan belaian kasih sayang dari ayah ibunya. Ia lalu menghampiri kakak sulungnya dan bertanya, “Kak Saku, ke manakah ayah dan ibu pergi? Kenapa mereka tidak pernah datang kemari?”

Karena tidak ingin membuat Si Bungsu bersedih, maka Saku menjawab, “Ayah dan ibu sedang pergi jauh, Adikku!. Suatu saat mereka akan pulang membawa makanan yang lezat-lezat untuk kita.”

Dongengan Saku ternyata membuat hati Si Bungsu menjadi tenteram kembali. Ia akhirnya tertidur pulas di samping kakaknya. Tetapi kini giliran Si Saku yang tidak dapat memejamkan mata karena sedih melihat Si Bungsu yang tidak pernah sekalipun bertemu orang tuanya. Ia lalu mengambil serulingnya dan berjalan ke arah bukit yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka.

Sesampai di atas bukit, sambil menangis dan memandang langit ia pun berkata, “Ayah, Ibu! Kami sangat merindukan kalian. Mengapa begitu cepat kalian meninggalkan kami.”

Kemudian, ia mulai meniup seluring sambil sambil menyanyikan lagu kesukaannya.

Ama ma aim honi (Ayah dan Ibu)
Kios man ho an honi (Lihatlah anakmu yang datang)
Nem nek han a amnaut (Membawa setumpuk kerinduan)
Masi ho mu lo’o (Walau kamu jauh)
Au fe toit nek amanekat (Aku butuh sentuhan kasihmu)
Masi hom naoben me au toit (Walau kalian teah tiada, aku minta)
Ha ho mumaof kau ma hanik kau (Supaya Ayah dan Ibu melindungi dan memberi rezeki)

Saat sedang menghayat lagu tersebut, tanpa sepengetahuannya kedua roh orang tuanya turun dari langit. Melalui angin malam, roh Sang Ayah berkata, “Anakku, aku dan ibumu mendengarmu. Meskipun kita berada di dunia yang berbeda, kami akan selalu bersama kalian.”

Saku menjadi terperangah. Ia tidak tahu dari mana datangnya suara itu. Namun, sebelum sempat pulih dari keterkejutannya, tiba-tiba suara gaib itu terdengar lagi.

“Anakku, esok hari sebelum ayam berkokok ajaklah adik-adikmu menemui kami di tempat ini. Selain itu, engkau juga harus membawa seekor ayam jantan merah untuk dijadikan kurban!”

Singkat cerita, keesokan harinya ia pun menceritakan kejadian yang dialaminya semalam kepada adik-adiknya. Betapa gembiranya hati Si Bungsu mendengar cerita Si Saku. Ia sudah tidak sabar lagi ingin segera bertemu dengan kedua orangtuanya yang selama ini dirindukan.

Tepat tengah malam Saku bersama kedua adiknya berangkat menuju ke puncak bukit sambil membawa seekor ayam jantan merah pesanan kedua orang tua mereka. Setelah mereka tiba di puncak bukit, tiba-tiba angin bertiup kencang yang membuat pepohonan di sekitarnya meliuk-liuk seperti sedang menari.

Begitu tiupan angin berhenti, tiba-tba terlihat dua sosok bayangan berjalan menghampiri mereka.

“Ayah, Ibu!” seru Saku dan Abatan saat melihat bayangan itu.

Mengerti bahwa kedua sosok itu adalah orangtuanya, Si Bungsu segera berlari ke salah satu sosok dan memeluknya erat-erat sambil berkata, “Ibu, saya sangat merindukanmu.”

“Kami juga sangat merindukanmu,” jawab Sang Ibu singkat.

Kemudian Sang Ayah membawa isteri dan ketiga anaknya menuju ke dasar jurang. Sesampainya di sana, ia lalu menyuruh Si Seko untuk segera menyembelih ayam jantan merah yang dibawanya. Saat darah ayam itu menyentuh bumi, tiba-tiba ada dua ekor babi yang gemuk muncul di tengah-tengah mereka. Mereka segera mendekati kedua ekor babi tersebut dan mengelus-elusnya.

Selang beberapa menit kemudian ayam jantan mulai berkokok yang menandai datangnya pagi. Pada saat yang bersamaan bayangan kedua orang tua mereka tiba-tiba memudar dan akhirnya lenyap. Menyadari bahwa hari telah pagi ketiga bersaudara tersebut segera mengiring babi pemberian orang tua mereka menuruni bukit menuju ke rumah. Dan, mulai sejak saat itu mereka pun mulai memelihara babi untuk diternakkan. Selain itu, untuk mengenang peristiwa pertemuan tersebut mereka kemudan menamakan bukit itu dengan nama Bukit Fafinesu yang berarti Bukit Babi Gemuk.

========
Diadaptasi secara bebas dari ht*p://sayaindonesia.com/ht*p://asalusulnusantara.wordpress.com/2012/04/29/legenda-bukit-fafinesu-cerita-rakyat-nusa-tenggara-timur/

Sumber: ht*p://folktalesnusantara.blogspot.co.id/2012/03/padi-sebesar-kelapa.html?view=classic

Raja Empedu

Cerita Rakyat dari Musi Rawas


Raja Empedu adalah seorang raja muda yang memerintah di Negeri Hulu Sungai Nusa, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Suatu ketika, Raja Empedu membantu Raja Pangeran Mas dari Kerajaan Lesung Batu untuk membinasakan Raja Kubang yang terkenal sakti mandraguna. Berhasilkah Raja Empedu membinasakan Raja Kubang? Ikuti kisahnya dalam cerita Raja Empedu berikut.
* * *

Pada zaman dahulu kala, Kecamatan Rawas Ulu yang merupakan wilayah Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, terbagi ke dalam tiga wilayah pemerintahan yaitu Hulu Sungai Nusa, Lesung Batu, dan Kampung Suku Kubu. Ketiga wilayah tersebut masing-masing diperintah oleh seorang raja. Negeri Hulu Sungai diperintah oleh Raja Empedu yang masih muda dan terkenal dengan keberanian dan kesaktiannya. Rakyatnya hidup aman dan makmur karena pertanian di daerah itu maju dengan pesat.
Sementara itu, Negeri Lesung Batu diperintah oleh Pangeran Mas yang terkenal kaya raya dan mempunyai banyak ternak kerbau. Adapun Negeri Kampung Suku Kubu diperintah oleh Raja Kubu yang memiliki kesaktian yang tinggi. Negeri Kampung Kubu dikenal paling tertinggal dibanding dua negeri yang lain meskipun wilayahnya cukup subur.
Suatu ketika, Pangeran Mas mengalami kesulitan memelihara ternaknya yang semakin hari semakin berkembangbiak. Oleh karenanya, ia berniat untuk menyerahkan sebagian ternaknya kepada siapa pun yang berminat memeliharanya dengan syarat kerbau-kerbau yang diserahkan tetap menjadi miliknya, hasil dari pengembangbiakan itulah nantinya akan dibagi bersama secara adil.
Raja Kubu yang mendengar kabar tersebut sangat berminat untuk menerima tawaran Pangeran Mas. Ia segera mengirim utusannya ke Negeri Lesung Batu untuk menghadap Pangeran Mas.
“Ampun, Tuan! Hamba adalah utusan Raja Kubu dari Negeri Kampung Suku Kubu. Kedatangan hamba kemari untuk menyampaikan keinginan Raja hamba yang berminat menerima tawaran Tuan dan bersedia menaati persyaratannya,” lapor utusan Raja Kubu.
“Baiklah, kalau begitu! Pulanglah dan sampaikan kepada Raja-mu bahwa aku menyetujui keinginannya. Besok aku akan mengirimkannya puluhan ekor kerbau. Sampaikan juga kepada Raja-mu bahwa jika kerbau-kerbau tersebut telah berkembangbiak, aku akan datang untuk mengambil pembagian hasilnya,” jelas Pangeran Mas.
“Baik, Tuan! Pesan Tuan akan hamba sampaikan kepada Raja hamba,” kata utusan itu seraya mohon diri.
Keesokan harinya, Pangeran Mas mengirim berpuluh-puluh ekor kerbau jantan dan betina kepada Raja Kubu. Raja Kubu pun menerimanya dengan senang hati. Ia memelihara dan merawat kerbau-kerbau tersebut dengan baik. Kerbau-kerbau tersebut ia gembalakan dan membiarkannya berkubang di sawah-sawah yang terhampar luas di daerahnya. Kerbau peliharaannya pun berkembangbiak dengan cepat dan hampir seluruh daerahnya telah menjadi kubangan kerbau. Sejak itu, negeri tersebut kemudian dikenal dengan nama Negeri Kubang dan Raja Kubu dipanggil Raja Kubang.
Beberapa tahun kemudian, Pangeran Mas merasa bahwa tibalah saatnya untuk mengambil pembagian atas ternaknya yang dipelihara oleh Raja Kubang. Maka dikirimlah utusannya untuk menghadap Raja Kubang. Setibanya di sana, Raja Kubang mengikari janjinya dan menolak untuk berbagi hasil dengan Pangeran Mas. Bahkan, ia menganggap bahwa semua kerbau yang dipeliharanya adalah miliknya.
“Hai, utusan! Untuk apa kamu datang kemari?” tanya Raja Kubang.
“Ampun, Tuan! Hamba diutus Raja Pangeran Mas kemari untuk menagih pembagian hasil dari ternak kerbau yang Tuan pelihara,” jawab utusan Raja Pangeran Mas.
“Apa katamu, pembagian hasil? Tidak, semua kerbau tersebut sudah menjadi milikku karena akulah yang merawat dan mengembangbiakkannya,” kata Raja Kubang.
“Tapi, Tuan! Bukankah hal itu sesuai dengan perjanjian yang telah Tuan sepakati bersama Raja Pangeran Mas?” ujar utusan itu.
“Cuihhh… persetan dengan perjanjian itu! Perjanjian itu hanya berlaku pada waktu itu, tapi sekarang tidak lagi,” Raja Kubang menyangkal.
Beberapa kali utusan Raja Pangeran Mas berusaha membujuk dan memberinya pengertian, namun Raja Kubang tetap mengingkari janjinya. Lama kelamaan Raja Kubang merasa muak dengan bujukan-bujukan itu. Ia pun memerintahkan pengawalnya agar mengusir utusan itu. Akhirnya, utusan Raja Pangeran Mas pulang dengan tangan hampa.
Mendengar laporan dari utusannya, Raja Pangeran Mas sangat marah atas sikap dan tindakan Raja Kubang. Penguasa Negeri Lesung Batu itu berniat untuk menyerang Raja Kubang, namun apa daya Raja Kubang terkenal sakti dan mempunyai banyak pengawal yang tangguh. Akhirnya, ia memutuskan untuk meminta bantuan kepada Raja Empedu. Berangkatlah ia bersama beberapa pengawalnya ke Negeri Hulu Sungai Nusa. Setibanya di sana, kedatangan mereka disambut baik oleh Raja Empedu. Raja Pangeran Mas kemudian mengutarakan maksud kedatangannya. Tanpa berpikir panjang, Raja Empedu pun menyatakan kesediaannya untuk membantu Pangeran Mas.
“Baiklah, Pangeran Mas! Aku akan membantu mengembalikan kerbau-kerbaumu. Raja Kubang yang suka ingkar janji itu harus diberi pelajaran,” ujar Raja Empedu.
“Tapi, bagaimana caranya Raja Empedu? Bukankah Raja Kubang itu sangat sakti?” tanya Pangeran Mas bingung.
“Tenang Pangeran Mas! Kita perlu strategi untuk bisa mengalahkannya,” ujar Raja Empedu.
Akhirnya, Raja Empedu bekerjasama dengan Pangeran Mas membangun strategi. Pertama-tama mereka membagi dua pasukan mereka. Pasukan pertama bertugas membuat hiruk pikuk seluruh rakyat Raja Kubang dengan mengadakan pertunjukan seni dan tari pedang di Negeri Kubang. Pasukan kedua bertugas untuk mengepung dan membakar seluruh pemukiman penduduk Negeri Kubang.
Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah pasukan pertama ke Negeri Kubang untuk mengadakan pertunjukan. Mereka masuk wilayah negeri itu sambil membawakan lagu-lagu merdu dan tari-tarian pedang. Penduduk Negeri Kubang pun berbondong-bondong untuk menyaksikan pertunjukkan itu, tidak terkecuali Raja Kubang dan para pengawalnya. Pada saat itulah, pasukan kedua yang dipimpin oleh Raja Empedu dan Pangeran Mas segera memanfaatkan kesempatan untuk mengepung dan membakar seluruh permukiman warga. Para penduduk pun berlarian untuk menyelamatkan diri. Sementara itu, Raja Kubang baru menyadari bahwa mereka telah dikepung oleh pasukan dari dua kerajaan. Ia pun tak berdaya untuk melakukan perlawanan karena jumlah pasukan Raja Empedu dan Pangeran Mas jauh lebih banyak daripada pasukannya. Akhirnya, Raja Kubang menyerah dan mengembalikan seluruh kerbau yang ada di negerinya kepada Pangeran Mas.
Pangeran Mas dan Raja Empedu beserta seluruh pasukannya menggiring kerbau-kerbau tersebut menuju Negeri Lesung Batu. Betapa senangnya hati Pangeran Mas karena ternak kerbaunya dapat direbut kembali dari tangan Raja Kubang atas bantuan Raja Empedu. Sebagai ucapan terima kasih dan balas jasa, Pangeran Mas menyerahkan putri semata wayangnya yang bernama Putri Darah Putih kepada Raja Empedu untuk dijadikan permaisuri.
Setelah menikah, Raja Empedu mengajak Putri Darah Putih tinggal di Negeri Hulu Sungai Nusa. Sejak itulah, Raja Pangeran Mas merasa kesepian dan selalu merindukan putrinya. Untuk melepas keriduannya, ia sering pergi ke Tebing Ajam, yaitu suatu tempat yang tinggi untuk meninjau dari kejauhan Negeri Hulu Sungai, tempat tinggal putrinya dan Raja Empedu. Hingga kini, tebing itu terkenal dengan nama Tebing Peninjauan.


* * *

Demikian cerita Raja Empedu dari daerah Sumatera Selatan. Sedikitnya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas yaitu keutamaan sifat suka menolong dan akibat buruk sifat suka ingkar janji. Pertama, sifat suka menolong ditunjukkan oleh sikap dan perilaku Raja Empedu yang telah membantu Raja Pangeran Mas menumpas ketamakan Raja Kubang. Berkat sifatnya yang suka menolong itu, Raja Empedu dinikahkan dengan Putri Darah Putih yang cantik jelita.
Kedua, akibat buruk dari sifat suka ingkar janji. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku Raja Kubang yang mengingkari perjanjiannya dengan Raja Pangeran Mas karena keserakahannya terhadap harta. Akibatnya, seluruh permukimannya binasa dibakar oleh Pasukan Raja Pangeran Mas dan Raja Empedu.

ht*p://www.ceritarakyat.pustaka78.com

Sumber: http://folktalesnusantara.blogspot.co.id/2012/03/padi-sebesar-kelapa.html?view=classic

Pengorbanan Putri Kemarau

Cerita Rakyat dari Sumatra Selatan

Putri Jelitani adalah seorang putri raja di sebuah kerajaan di daerah Sumatra Selatan. Suatu ketika, negeri sang Putri dilanda kemarau yang amat panjang. Keadaan yang sulit itu baru akan pulih jika ada seorang gadis yang mau berkorban dengan mencebur ke laut. Oleh karena tak seorang pun yang mau berkorban, maka dengan ikhlas sang Putri rela melakukannya demi keselamatan rakyatnya dari bahaya kelaparan. Bagaimana nasib Putri Kemarau selanjutnya? Simak kisahnya dalam cerita Pengorbanan Putri Kemarau berikut ini

Dahulu, di Sumatra Selatan ada seorang putri raja bernama Putri Jelitani. Namun, ia akrab dipanggil Putri Kemarau karena dilahirkan pada musim kemarau. Ia merupakan putri semata wayang sang Raja. Ibunda sang Putri baru saja wafat. Sebagai putri tunggal, ia pun amat disayangi oleh ayahnya. Sementara itu, ayahnya adalah seorang pemimpin yang arif dan bijaksana. Negeri dan rakyatnya pun hidup makmur dan tenteram.

Suatu ketika, negeri itu dilanda kemarau yang sangat panjang. Sungai-sungai kekeringan dan air danau pun menjadi surut. Padang rumput sudah hangus terbakar terik matahari. Ternak-ternak warga banyak yang mati. Tanah menjadi kering dan pecah-pecah sehingga hasil panen pun gagal. Warga banyak yang terserang penyakit dan dilanda kelaparan. Melihat keadaan tersebut, sang Raja yang arif dan bijaksana itu pun segera bertindak. Ia segera mencari peramal untuk mencari jalan keluar dari kesulitan tersebut. Sudah banyak peramal yang ditemui, namun belum seorang pun yang mampu memberinya jalan keluar.

Suatu hari, sang Raja mendengar kabar bahwa di suatu desa yang terpencil ada seorang peramal yang terkenal sakti. Ia pun mendatangi peramal itu.

“Wahai, tukang ramal. Negeriku sedang dalam kesulitan. Tolong katakan bagaimana caranya mengatasi masalah ini,” pinta sang Raja.

“Baginda, petunjuk mengenai jalan keluar dari kesulitan akan melalui mimpi putri Baginda,” jawab peramal itu.

“Baiklah, kalau begitu. Hal ini akan kutanyakan langsung kepada putriku,” kata sang Raja yang segera kembali ke istana.

Setiba di istana, sang Raja mendapati putrinya sedang duduk termenung seorang diri di taman.

“Ayahanda baru saja menemui seorang juru ramal yang sakti,” kata sang Raja kepada putrinya.

Mendengar itu, Putri Kemarau sontak menatap wajah ayahandanya.

“Apa kata juru ramal itu Ayahanda?” tanya Putri Kemarau.

“Menurut juru ramal itu bahwa petunjuk mengenai jalan keluar dari kesulitan ini akan datang melalui mimpi Andanda. Apakah Ananda sudah bermimpi tentang hal itu?” sang Raja balik bertanya.

“Belum, Ayahanda,” jawab Putri Kemarau, “Tapi, alangkah baiknya jika semua masalah ini kita serahkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa,” lanjut sang Putri.

Alangkah terkejutnya sang Raja mendengar perkataan putrinya. Ia tidak pernah mengira sebelumnya jika putri kesayangannya itu memiliki pemikiran yang cerdas. Ia pun menyadari kekeliruannya selama ini.

“Benar juga katamu, Putriku. Perkataanmu itu membuat Ayanda sadar. Maafkan Ayah, Putriku!” ucap raja yang bijaksana itu.

Putri Kemarau kemudian menyarankan kepada Ayandanya agar seluruh rakyat negeri itu melakukan upacara berdoa bersama kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Maka, berkat doa bersama tersebut, Putri Kemarau pun mendapat petunjuk melalui mimpinya. Dalam mimpi itu, sang Putri didatangi oleh ibundanya.

“Wahai, Putriku. Kesulitan yang dialami negeri akan berubah jika ada seorang gadis yang mau berkorban dengan menceburkan diri ke laut,” ujar ibu Putri Kemarau.

Begitu terjaga, sang Putri pun menceritakan perihal mimpi itu kepada ayahandanya. Ternyata, sang Raja pun telah bermimpi mendapat bisikan gaib yang menyampaikan pesan yang sama. Maka, pada esok harinya, sang Raja segera mengumpulkan seluruh rakyatnya untuk menyampaikan pesan itu.

“Wahai, seluruh rakyatku. Ketahuilah bahwa negeri ini akan kembali makmur jika ada seorang gadis yang dengan ikhlas mengorbankan dirinya mencebur ke dalam laut. Siapakah di antara kalian yang ingin melakukannya demi kebaikan kita semua?” tanya sang Raja di depan rakyatnya.

Tapi, tak seorang pun gadis yang berani mengajukan diri. Di tengah keheningan, tiba-tiba Putri Kemarau yang duduk di samping ayahandanya bangkit dari tempat duduknya lalu berkata.

“Ananda rela mengorbankan jiwa hamba dengan ikhlas demi kemakmuran rakyat negeri ini,” kata Putri Kemarau dengan suara lantang.

Seketika seluruh yang hadir tersentak kaget, terutama sang Raja. Ia tidak ingin anak semata wayangnya itu yang menjadi korbannya.

“Jangan, Putriku. Engkaulah satu-satunya milik Ayahanda. Engkaulah yang akan meneruskan tahta kerajaan ini. Jangan lakukan itu, Putriku!” cegah sang Raja.

Namun, Putri Kemarau tetap pada pendiriannya. Keinginan sang Putri sudah tidak dapat dibendung lagi.

“Lebih baik Ananda saja yang menjadi korban daripada seluruh rakyat negeri ini,” tegas sang Putri, “Barangkali ini sudah menjadi takdir Ananda.”

Sang Raja pun tak kuasa menahan keinginan putrinya. Maka, pada malam harinya, sang Putri dengan diantar oleh ayahanda dan seluruh rakyat pergi ke ujung tebing laut. Sebelum terjun ke laut, ia berpesan kepada ayahanda dan rakyatnya.

“Ikhlaskan kepergian Ananda, maafkan semua kesalahan Ananda,” pinta sang Putri.

Sang Raja tak kuasa menahan rasa haru. Air matanya menetes membasahi kedua pipinya. Namun, apa hendak dibuat, tak seorang pun yang sanggup menahan keinginan putrinya. Putri Kemarau pun terjun ke laut. Bersamaan dengan terceburnya tubuh sang Putri ke dalam air laut, langit menjadi mendung. Petir menyambar-nyambar dan hujan pun turun dengan lebatnya. Dalam waktu singkat, seluruh wilayah negeri itu pun digenangi air. Tentu saja hal itu menjadi pertanda bahwa tumbuh-tumbuhan akan kembali menghijau dan tanah menjadi subur.

Seluruh rakyat negeri itu dirundung rasa suka cita, terutama sang Raja. Di satu sisi, negerinya akan kembali makmur, namu di sisi lain ia telah kehilangan putri yang amat disayanginya. Demikian pula yang dirasakan oleh seluruh rakyatnya.

Hujan semakin deras. Sang Raja dan rakyatnya pun segera meninggalkan tebing laut itu. Setiba di istana, raja itu langsung tertidur karena kelelahan. Betapa terkejutnya ia karena tiba-tiba mendengar suara bisikan yang menyuruhnya kembali ke tebing laut.

“Segeralah kembali ke tebing laut. Temuilah putrimu di sana!” demikian pesan suara itu.

Begitu terbangun, sang Raja bersama rakyatnya pun bergegas kembali ke tebing itu. Sesampainya di sana, mereka mendapati Putri Kemarau berdiri di atas sebuah karang di tengah laut dengan membawa penerangan dan harapan baru. Rupanya, sang Putri diselamatkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa karena keikhlasannya berkorban demi kepentingan orang banyak. Namun ajaibnya, semula tidak ada batu karang di tengah laut itu.

“Terima kasih, Tuhan! Engkau telah menyelamatkan putriku,” ucap sang Raja.
Usai berucap syukur, raja itu segera memerintahkan pengawalnya untuk menjemput sang Putri dan membawanya kembali ke istana. Beberapa tahun kemudian, sang Raja akhirnya menyerahkan kekuasaannya kepada putrinya. Sejak itulah, Putri Kemarau menjadi ratu di negeri tersebut. Ia memerintah dengan arif dan bijaksana. Rakyatnya pun hidup makmur dan sejahtera.

* * *


Demikian cerita Pengorbanan Putri Kemarau dari daerah Sumatra Selatan. Pelajaran yang diambil dari cerita di atas adalah bahwa orang yang ikhlas berkorban demi kepentingan orang banyak akan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Mahakuasa.

http://rochell-techno.blogspot.com/2012/12/pengorbanan-putri-kemarau.html

Sumber: http://folktalesnusantara.blogspot.co.id/2012/03/padi-sebesar-kelapa.html?view=classic

Asal Mula Bukit Catu

Alkisah di pedalaman Pulau Bali, terdapat sebuah desa yang subur dan makmur. Sawah dan ladangnya selalu memberikan panen yang berlimpah. Di desa tersebut tinggal seorang petani bernama Pak Jurna dan istrinya. Mereka menginginkan hasil panen padinya lebih banyak dari pada hasil panen sebelumnya. "Hem, sebaiknya pada musim tanam padi sekarang ini kita berkaul," usul Pak Jurna pada istrinya. "Berkaul apa, pak?" sahut Bu Jurna. "Begini, jika hasil panen padi nanti meningkat kita buat sebuah tumpeng nasi besar, ujar Pak Jurna penuh harap. Ibu Jurna setuju.

Ternyata hasil panen padi Pak Jurna meningkat. Sesuai dengan kaul yang telah diucapkan, lantas Pak Jurna dan istrinya membuat sebuah tumpeng nasi besar. Selain itu diadakan pesta makan dan minum. Namun Pak Jurna dan istrinya belum puas dengan hasil panen yang mereka peroleh. Mereka ingin berkaul lagi dimusim padi berikutnya. "Sekarang kita berkaul lagi. Jika hasil panen padi nanti lebih meningkat, kita akan membuat tiga tumpeng nasi besar-besar," ujar Pak Jurna yang didukung istrinya. Mereka pun ingin mengadakan pesta yang lebih meriah daripada pesta sebelumnya.

Ternyata benar-benar terjadi. Hasil panen padi lebih meningkat lagi. Pak Jurna dan istrinya segera melaksanakan kaulnya. Sebagian sisa panen dibelikan hewan ternak oleh Pak Jurna. Tapi mereka masih belum puas. Pak Jurna dan istrinya berkaul lagi akan membuat lima tumpeng besar jika hasil panen dan ternaknya menjadi lebih banyak. Panen berikutnya melimpah ruah dan ternaknya semakin banyak. "Suatu anugerah dari Sang Dewata, apa yang kita mohon berhasil," ucap Pak Jurna datar.

Di suatu pagi yang cerah, Pak Juran pergi ke sawah. Sewaktu tiba di pinggir lahan persawahan, ia melihat sesuatu yang aneh. "Onggokan tanah sebesar catu?" tanyanya dalam hati. "Perasaanku onggokan tanah ini kemarin belum ada," gumam pak Juran sambil mengingat-ingat. Catu adalah alat penakar beras dari tempurung kelapa. Setelah mengamati onggokan tanah itu, pak Jurna segera melanjutkan perjalanan mengelilingi sawahnya. Setelah itu, ia pulang ke rumah. Setibanya di rumah, pak Jurna bercerita pada istrinya tentang apa yang dilihatnya tadi. Ia segera mengusulkan agar membuat catu nasi seperti yang dilihat di sawah. Ibu Jurna mendukung rencana suaminya.

"Begini, pak. Kita buat beberapa catu nasi. Dengan begitu, panenan kita akan berlimpah ruah, sehingga dapat melebihi panenan orang lain," usul Bu Jurna.

Hasil panen berlimpah ruah. Lumbung padi penuh. Para tetangga Pak Jurna takjub melihat hasil panen yang tiada bandingnya itu. "Pak Jurna itu petani ulung," kata seorang lelaki setengah baya kepada teman-temannya. "Bukan petani ulung tetapi petani beruntung," timpal salah satu temannya sambil tersenyum. Pak Jurna dan istrinya membuat beberapa catu nasi. Pesta pora segera dilaksanakan sangat meriah. Beberapa catu nasi segera dibawa ke tempat sebuah catu yang berupa onggokan tanah berada. Namun, Pak Jurna sangat terkejut melihat catu tersebut bertambah besar.

"Baik, aku akan membuat catu nasi seperti catu tanah yang semakin besar ini," tekad Pak Jurna bernada sombong. Pak Jurna segera pulang ke rumah dan memerintahkan istrinya agar membuat sebuah catu nasi yang lebih besar.

Sebuah catu nasi yang dimaksud telah siap dibawa ke sawah. Sambil bersenandung dan diiringi gemerciknya air sawah, Pak Jurna membawa catu nasi besar. Namun setelah tiba ditempat, Pak Jurna terperanjat.

"Astaga! Catu semakin besar dan tinggi!" pekiknya. "Tak apalah. Aku masih mempunyai simpanan beras yang dapat dibuat sebesar catu ini," ujar Pak Jurna tinggi hati. Begitulah yang terjadi. Setiap Pak Jurna membuat catu nasi lebih besar, onggokan tanah yang berupa catu bertambah besar dan semakin tinggi. Lama kelamaan catu tanah tersebut menjadi sebuah bukit.

Pak Jurna dan istrinya pasrah. Mereka sudah tidak sanggup lagi membuat catu nasi. Lantas apa yang terjadi? Pak Jurna jatuh miskin karena ulah dan kesombongannya sendiri. Akhirnya, onggokan tanah yang telah berubah menjadi bukit itu dinamai Bukit Catu.

Moral : Bersyukurlah atas segala sesuatu yang telah diberikan Yang Maha Kuasa. Jangan terlalu rakus dan sombong.


Elexmedia

Sumber: http://folktalesnusantara.blogspot.co.id/2012/03/padi-sebesar-kelapa.html?view=classic

Beungong Meulu dan Beungong Peukeun

Penulis: Yulia S. Setiawati

Pada zaman dahulu kala, di s­e­buah negeri di Aceh, hidup dua orang kakak-beradik yang ber­nama Beungong Meulu dan Beungong Peukeun. Kedua orangtua mereka telah meninggal dunia. Tiap hari Beungong Peu­­keun mencari udang di danau. Suatu hari Beungong Peukun tidak mendapat se­ekor udang pun. Saat hendak pulang, dia melihat sebuah benda yang menarik hatinya. Ternyata benda itu sebutir telur.
Sesampainya di rumah, direbusnya telur tadi dan dimakannya. Sungguh aneh, keesokan harinya Beungong Peukeun me­rasa sangat haus. Bukan hanya itu, tubuh­nya pun semakin panjang dan bersisik. Akhirnya, suatu pagi saat bangun dari ti­dur­nya Beungong Peukun telah berubah menjadi seekor naga.

“Mengapa Kakak memakan telur itu? Kini kau menjadi seekor naga,” kata Beu­ngong Meulu dengan terisak menyesali per­­­­­­buat­­­­­­an kakaknya. Keesokan harinya Beu­ngong Peukeun mengajak adiknya me­­­­­ninggal­­­­­­­­­kan gubuk mereka. Sebelum be­r­­­­ang­­­­­­­­kat, Beungong Peukeun menyuruh adik­nya me­­­me­­­tik tiga kuntum bunga di be­­­­­­­­­la­­­­­­kang gubuk mereka. “Ayo, naiklah ke pung­­­­­gung­­­­­­­­ku dan peganglah bunga itu erat-erat, jangan sampai jatuh,” perintah Beu­ngong Peukeun.
Saat melewati su­ngai besar, Beungong Peukeun meminum air­nya hingga habis. Tiba-tiba muncul seekor na­ga yang marah ka­­re­­na perbuatan Beu­­ngong Peukeun ter­­­sebut. Keduanya ber­tarung se­ngit. Saat Beu­­ngong Peu­kuen me­menangkan per­ta­­rung­­an tersebut se­kuntum bunga di ta­ngan Beungong Meulu menjadi layu.
Mereka pun melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan mereka kembali di­ha­­dang seekor naga yang besar. Kembali ter­­­­jadi pertarungan. Tiba-tiba sekuntum bu­­­nga di ta­­ngan Beungong Meulu menjadi layu. Tahu­­­lah dia bahwa sebentar lagi per­tarung­­­­an akan dimenangkan Beungong Peukeun.
Setelah menang bertarung, kakak-beradik itu kembali melanjutkan perjalanan me­nyeberangi lautan. Rupanya di tengah per­jalanan menyeberangi lautan tersebut, Beungong Peukeun kembali diserang se­­ekor naga. Kali ini naga yang sangat besar. Saat bunga di tangan Beungong Meulu tak kunjung layu, dia mulai khawatir.
Beungong Meulu semakin khawatir ketika Beungong Peukeun tampak mulai kewalahan menghadapi serangan sang Naga. Saat mengetahui dirinya akan kalah, Beungong Peukeun melemparkan adiknya dari punggungnya. Akhirnya Beungong Peu­­keun terbunuh oleh serangan naga yang sangat besar itu. Sementara itu, Beu­ngong Meulu terlempar dan tersangkut di se­­buah pohon milik seorang saudagar kaya yang kemudian menikahinya.
Namun sayang, selama menjadi istri saudagar kaya tersebut, Beungong Meulu tak pernah bicara ataupun tersenyum. Dia selalu diam dan tampak sedih. Bahkan sam­pai mereka mempunyai seorang anak. Suami­­­­nya mencari akal untuk mengetahui penye­­bab kesedihan istrinya itu. Maka su­atu hari suaminya berpura-pura mati se­­­­hing­­­­ga anaknya menangis tersedu-sedu.
“O Anakku, ibu tahu bagaimana se­­­dih­­nya hati bila ditinggal orang yang kita cin­­­tai. Ibu dulu kehilangan kakak ibu yang terbunuh oleh seekor naga di laut­­­­­an. Bah­kan hingga kini ibu tidak dapat meng­­­hi­lang­kan rasa sedih itu.”

Mendengar pe­ng­­­akuan Beungong Meulu tersebut su­a­­mi­­nya kemudian bangun. Akhirnya, dia me­­­­ngetahui penyebab kesedihan Beu­ngong Meulu. Keesokan harinya dia meng­­ajak Beungong Meulu pergi ke laut­an, di mana dulu Beungong Peukeun ber­tarung melawan naga raksasa.
Saat sampai di pantai, Beungong Me­ulu dan suaminya melihat tulang-tulang ber­­s­erakan. Beungong Meulu yakin bahwa itu tulang-tulang kakaknya. Maka, di­kumpul­kan­nya tulang-tulang tersebut kemu­­dian sua­minya membaca doa sambil memercik­kan air bunga pada tulang-tulang tersebut. Atas perkenan Tuhan, tiba-tiba terjadi keajaiban. Beungong Peukeun menjelma dan berdiri di hadapan mereka. Sejak saat itu Beungong Peuken tinggal bersama adik­nya dan Beu­ngong Meulu tidak lagi membisu.
Suatu hari, Beungong Peukun ber­jalan-jalan di tepi pantai. Saat itu dia meli­hat seekor ikan raksasa berwarna kemerahan. Dihujamkannya sebilah pedang ke tubuh ikan tersebut kemudian dicongkelnya mata ikan tersebut. Karena terlalu keras, mata ikan tersebut terpelanting jauh hingga jatuh di halaman seorang penguasa di sebuah negeri. Mata ikan tersebut kemudian ber­ubah menjadi gunung. Sang penguasa merasa gelisah dengan adanya gunung di halamannya. Ia kemudian mengadakan se­buah sayembara. Barang siapa dapat me­min­dah­­kan gunung tersebut dari halaman ru­­mah­nya, dia akan dijadikan penguasa di negeri itu dan dinikahkan dengan anaknya.
Beungong Peukeun yang mendengar sayembara tersebut segera berangkat ke sana. Begitu tiba di tempat yang di­maksud, dia segera mencongkel gunung tersebut dengan pedang saktinya. Da­lam se­­kejap, gunung tersebut dapat dilempar­kannya jauh-jauh. Sang penguasa mene­pati janjinya. Beungong Peukeun diberi kekuasaan memerintah negeri tersebut dan dinikahkan dengan putri penguasa. Demikianlah kisah tentang dua saudara ini. Akhirnya, mereka berdua hidup bahagia.

Naga Sabang dan Dua Raksasa Seulawah

Diceritakan kembali oleh Wildan Seni

Pada suatu masa saat pulau Andalas masih terpisah menjadi dua pulau yaitu pulau bagian timur dan pulau bagian barat, kedua pulau ini di pisahkan oleh selat barisan yang sangat sempit, diselat itu tinggalah seekor naga bernama Sabang, pada masa itu di kedua belah pulau tersebut berdiri dua buah kerajaan bernama Kerajaan Daru dan Kerajaan Alam. Kerajaan Daru di pimpin oleh Sultan Daru berada di pulau bagian timur dan kerajaan Alam di pimpin oleh Sultan Alam berada dipulau bagian barat. Sultan Alam sangat Adil dan bijaksana kepada rakyatnya dan sangat pintar berniaga sehingga kerajaan Alam menjadi kerajaan yang makmur dan maju. Sedangkan Sultan Daru sangat kejam kepada rakyatnya dan suka merompak kapal-kapal saudagar yang melintasi perairannya.

Sudah lama Sultan Daru iri kepada Sultan Alam dan sudah sering pula dia berusaha menyerang kerajaan Alam namun selalu di halangi oleh Naga Sabang, sehingga keinginannya menguasai kerajaan Alam yang makmur tidak tercapai.

Maka pada suatu hari dipanggilah penasehat kerajaan Daru bernama Tuanku Gurka, “Tuanku Gurka, kita sudah sering menyerang Kerajaan Alam tetapi selalu di halangi oleh naga Sabang, coba engkau cari tahu siapa orang yang bisa mengalahkan Naga itu”, perintah Sultan Daru.

“Yang mulia, Naga Sabang adalah penjaga selat Barisan, kalau naga itu mati maka kedua pulau ini akan menyatu karena tidak ada makhluk yang mampu merawat penyangga diantara kedua pulau ini selain naga itu”, jelas Tuanku Gurka.

“Aku tidak peduli kedua pulau ini menyatu, aku ingin menguasai kerajaan Alam”, jelas Sultan Daru.

“Ada dua raksasa bernama Seulawah Agam dan Seulawah Inong, mereka sangat sakti”, kata Tuanku Gurka.

“Seulawah Agam memiliki kekuatan yang sangat besar sedangkan Seulawah Inong mempunyai pedang geulantue yang sangat cepat dan sangat tajam”, tambah Tuanku Gurka.

Maka tak lama kemudian datanglah kedua raksasa tersebut menghadap Sultan Daru untuk menyampaikan kesangupan mereka bertarung menghadapi naga Sabang. Tak lama kemudian dikirimlah utusan kepada naga Sabang untuk memberi tahu bahwa kedua raksasa itu akan datang bertarung dengannya.

Naga Sabang sedih mendengar berita tersebut dan segera menghadap Sultan Alam, ” Sultan Alam sahabatku, sudah datang orang suruhan Sultan Daru kepada ku membawa pesan bahwa dua raksasa Seulawah Agam dan Seulawah Inong akan datang melawanku”, Jelas sang Naga kepada Sultan Alam.

“Mereka sangat kuat, aku khawatir akan kalah”, kata sang Naga.

“Kalau saja aku terbunuh maka kedua pulau ini akan menyatu, bumi akan berguncangan keras dan air laut akan surut, maka surulah rakyatmu berlari ke gunung yang tinggi, karena sesudah itu akan datang ie beuna, itu adalah gelombang yang sangat besar yang akan menyapu daratan ini”, pesan sang Naga.

Sultan Alam menitikan air mata mendengar pesan dari naga sahabatnya,” Baiklah sahabatku, aku akan sampaikan pesanmu ini kepada rakyatku.

Maka pada waktu yang sudah di tentukan terjadilah pertarungan yang sengit antara naga Sabang dan kedua raksasa di tepi pantai. Sultan dan rakyat kedua kerajaan menyaksikn pertarungan seru tersebut dari kejauhan. Pada suatu kesempatan raksasa Selawah Inong berhasil menebas pedangnya ke leher sang naga.

Kemudian raksasa seulawah Agam mengangkat tubuh naga itu dan berteriak,” Weehh!”, sambil melemparkan tubuh naga itu sejauh-jauhnya, maka tampaklah tubuh naga itu jatuh terbujur di laut lepas.

Sejenak semua orang terdiam, kemudia sultan Alam berteriak sambil melambaikan tangan ke tubuh naga yang terbujur jauh di tengah laut, “Sabaaaaang!, sabaaaang!, sabaaang!” panggil Sultan Alam.

“Wahai Sultan Alam, tidak usah kau panggil lagi naga itu!, dia sudah mati …..itu ulee leue”, Teriak Sultan Daru dari seberang selat sambil menunjukan kearah kepala naga sabang yang tergeletak di pinggir pantai.

Tiba-tiba kedua pulau bergerak saling mendekat dan berbenturan sehingga terjadilah gempa yang sangat keras, tanah bergoyang kesana-kemari, tak ada yang mampu berdiri, kedua raksasa sakti jatuh terduduk di pantai.

Tak lama setelah gempa berhenti, air laut surut jauh sekali sehingga ikan-ikan bergeleparan di pantai. Sultan Daru dan rakyatnya bergembira ria melihat ikan-ikan yang bergeleparan mereka segera memungut ikan-ikan tersebut, sedangkan sultan Alam dan rakyatnya segera berlari menuju gunung yang tinggi sesuai pesan dari naga Sabang.

Tak lama kemudian datanglah gelombang yang sangat besar menyapu pulau Andalas. Sultan Daru dan rakyatnya yang sedang bergembira di hantam oleh gelombang besar itu, kedua raksasa sakti juga dihempas oleh gelombang besar sampai jauh kedaratan. Rumah-rumah hancur, hewan ternak mati bergelimpangan, sawah-sawah musnah, desa dan kota hancur berantakan. Sedangkan Sultan Alam dan rakyatnya menyaksikan kejadian mengerikan tersebut dari atas gunung yang tinggi.

Sejak saat itu pulau Andalas menyatu di bawah pimpinan sultan Alam yang Adil dan bijaksana. Mereka membangun kembali desa-desa dan kota-kota yang hancur, kemudian Sultan Alam membangu sebuah kota kerajaan di dekat bekas kepala naga, kota itu di beri nama Koeta Radja dan pantai bekas kepala naga itu di sebut Ulee leue (kepala ular). Sedangkan tempat kedua raksasa sakti itu terkubur diberi nama Seulawah Agam dan Seulawah Inong. Sedangkan pulau yang tebentuk dari tubuh naga di sebut pulau Weh (menjauh) atau pulau Sabang.

Sumber:http://dongeng.org/cerita-rakyat/nusantara/naga-sabang-dan-dua-raksasa-seulawah.html

Asal Mula Huruf Jawa

Alkisah, di Dusun Medang Kawit, Desa Majethi, Jawa Tengah, hiduplah seorang pendekar tampan yang sakti mandraguna bernama Aji Saka. Ia mempunyai sebuah keris pusaka dan serban sakti. Selain sakti, ia juga rajin dan baik hati. Ia senantiasa membantu ayahnya bekerja di ladang, dan menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Ke mana pun pergi, ia selalu ditemani oleh dua orang abdinya yang bernama Dora dan Sembada.

Pada suatu hari, Aji Saka meminta izin kepada ayahnya untuk pergi mengembara bersama Dora. Sementara, Sembada ditugaskan untuk membawa dan menjaga keris pusaka miliknya ke Pegunungan Kendeng.

“Sembada! Bawa keris pusaka ini ke Pegunungan Kendeng. Kamu harus menjaganya dengan baik dan jangan berikan kepada siapa pun sampai aku sendiri yang mengambilnya!” pesan Aji Saka kepada Sembada.

“Baik, Tuan! Saya berjanji akan menjaga dan merawat keris pusaka Tuan!” jawab Sembada.

Setelah itu, berangkatlah Sembada ke arah utara menuju Gunung Kendeng, sedangkan Aji Saka dan Dora berangkat mengembara menuju ke arah selatan. Mereka tidak membawa bekal pakaian kecuali yang melekat pada tubuh mereka. Setelah setengah hari berjalan, sampailah mereka di sebuah hutan yang sangat lebat. Ketika akan melintasi hutan tersebut, tiba-tiba Aji Saka mendengar teriakan seorang laki-laki meminta tolong.

“Tolong...!!! Tolong...!!! Tolong...!!!” demikian suara itu terdengar.

Mendengar teriakan itu, Aji Saka dan Dora segera menuju ke sumber suara tersebut. Tak lama kemudian, mereka mendapati seorang laki-laki paruh baya sedang dipukuli oleh dua orang perampok.

“Hei, hentikan perbuatan kalian!” seru Aji Saka.

Kedua perampok itu tidak menghiraukan teriakan Aji Saka. Mereka tetap memukuli laki-laki itu. Melihat tindakan kedua perampok tersebut, Aji Saka pun naik pitam. Dengan secepat kilat, ia melayangkan sebuah tendangan keras ke kepala kedua perampok tersebut hingga tersungkur ke tanah dan tidak sadarkan diri. Setelah itu, ia dan abdinya segera menghampiri laki-laki itu.

“Maaf, Pak! Kalau boleh kami tahu, Bapak dari mana dan kenapa berada di tengah hutan ini?” tanya Aji Saka.

Lelaki paruh baya itu pun bercerita bahwa dia seorang pengungsi dari Negeri Medang Kamukan. Ia mengungsi karena raja di negerinya yang bernama Prabu Dewata Cengkar suka memakan daging manusia. Setiap hari ia memakan daging seorang manusia yang dipersembahkan oleh Patihnya yang bernama Jugul Muda. Karena takut menjadi mangsa sang Raja, sebagian rakyat mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.

Aji Saka dan abdinya tersentak kaget mendengar cerita laki-laki tua yang baru saja ditolongnya itu.

“Bagaimana itu bisa terjadi, Pak?” tanya Aji Saka dengan heran.

“Begini, Tuan! Kegemaran Prabu Dewata Cengkar memakan daging manusia bermula ketika seorang juru masak istana teriris jarinya, lalu potongan jari itu masuk ke dalam sup yang disajikan untuk sang Prabu. Rupanya, beliau sangat menyukainya. Sejak itulah sang Prabu menjadi senang makan daging manusia dan sifatnya pun berubah menjadi bengis,” jelas lelaki itu.

Mendengar pejelasan itu, Aji Saka dan abdinya memutuskan untuk pergi ke Negeri Medang Kamukan. Ia ingin menolong rakyat Medang Kamukan dari kebengisan Prabu Dewata Cengkar. Setelah sehari semalam berjalan keluar masuk hutan, menyebarangi sungai, serta menaiki dan menuruni bukit, akhirnya mereka sampai di kota Kerajaan Medang Kamukan. Suasana kota itu tampak sepi. Kota itu bagaikan kota mati. Tak seorang pun yang terlihat lalu lalang di jalan. Semua pintu rumah tertutup rapat. Para penduduk tidak mau keluar rumah, karena takut dimangsa oleh sang Prabu.

“Apa yang harus kita lakukan, Tuan?” tanya Dora.

“Kamu tunggu di luar saja! Biarlah aku sendiri yang masuk ke istana menemui Raja bengis itu,” jawab Aji Saka dengan tegas.

Dengan gagahnya, Aji Saka berjalan menuju ke istana. Suasana di sekitar istana tampak sepi. Hanya ada beberapa orang pengawal yang sedang mondar-mandir di depan pintu gerbang istana.

“Berhenti, Anak Muda!” cegat seorang pengawal ketika Aji Saka berada di depan pintu gerbang istana.

“Kamu siap dan apa tujuanmu kemari?” tanya pengawal itu.

“Saya Aji Saka dari Medang Kawit ingin bertemu dengan sang Prabu,” jawab Aji Saka.

“Hai, Anak Muda! Apakah kamu tidak takut dimangsa sang Prabu?” sahut seorang pengawal yang lain.

“Ketahuilah, Tuan-Tuan! Tujuan saya kemari memang untuk menyerahkan diri saya kepada sang Prabu untuk dimangsa,” jawab Aji Saka.

Para pengawal istana terkejut mendengar jawaban Aji Saka. Tanpa banyak tanya, mereka pun mengizinkan Aji Saka masuk ke dalam istana. Saat berada di dalam istana, ia mendapati Prabu Dewata Cengkar sedang murka, karena Patih Jugul tidak membawa mangsa untuknya. Tanpa rasa takut sedikit pun, ia langsung menghadap kepada sang Prabu dan menyerahkan diri untuk dimangsa.

“Ampun, Gusti Prabu! Hamba Aji Saka. Jika Baginda berkenan, hamba siap menjadi santapan Baginda hari ini,” kata Aji Saka.

Betapa senangnya hati sang Prabu mendapat tawaran makanan. Dengan tidak sabar, ia segera memerintahkan Patih Jugul untuk menangkap dan memotong-motong tubuh Aji Saka untuk dimasak. Ketika Patih Jugul akan menangkapnya, Aji Saka mundur selangkah, lalu berkata:

“Ampun, Gusti! Sebelum ditangkap, Hamba ada satu permintaan. Hamba mohon imbalan sebidang tanah seluas serban hamba ini,” pinta Aji Saka sambil menunjukkan serban yang dikenakannya.

“Hanya itu permintaanmu, hai Anak Muda! Apakah kamu tidak ingin meminta yang lebih luas lagi?” sang Prabu menawarkan.

“Sudah cukup Gusti. Hamba hanya menginginkan seluas serban ini,” jawab Aji Saka dengan tegas.

“Baiklah kalau begitu, Anak Muda! Sebelum memakanmu, akan kupenuhi permintaanmu terlebih dahulu,” kata sang Prabu.

Aji Saka pun melepas serban yang melilit di kepalanya dan menyerahkannya kepada sang Prabu.

“Ampun, Gusti! Untuk menghindari kecurangan, alangkah baiknya jika Gusti sendiri yang mengukurnya,” ujar Aji Saka.

Prabu Dewata Cengkar pun setuju. Perlahan-lahan, ia melangkah mundur sambil mengulur serban itu. Anehnya, setiap diulur, serban itu terus memanjang dan meluas hingga meliputi seluruh wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Karena saking senangnya mendapat mangsa yang masih muda dan segar, sang Prabu terus mengulur serban itu sampai di pantai Laut Selatan tanpa disadarinya,. Ketika ia masuk ke tengah laut, Aji Saka segera menyentakkan serbannya, sehingga sang Prabu terjungkal dan seketika itu pula berubah menjadi seekor buaya putih. Mengetahui kabar tersebut, seluruh rakyat Medang Kamulan kembali dari tempat pengungsian mereka. Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi Raja Medang Kamulan menggantikan Prabu Dewata Cengkar dengan gelar Prabu Anom Aji Saka. Ia memimpin Kerajaan Medang Kamulan dengan arif dan bijaksana, sehingga seluruh rakyatnya hidup tenang, aman, makmur, dan sentosa.

Pada suatu hari, Aji Saka memanggil Dora untuk menghadap kepadanya.

“Dora! Pergilah ke Pegunungan Kendeng untuk mengambil kerisku. Katakan kepada Sembada bahwa aku yang menyuruhmu,” titah Raja yang baru itu.

“Daulat, Gusti!” jawab Dora seraya memohon diri.

Setelah berhari-hari berjalan, sampailah Dora di Pegunungan Gendeng. Ketika kedua sahabat tersebut bertemu, mereka saling rangkul untuk melepas rasa rindu. Setelah itu, Dora pun menyampaikan maksud kedatangannya kepada Sembada.

“Sembada, sahabatku! Kini Tuan Aji Saka telah menjadi raja Negeri Medang Kamulan. Beliau mengutusku kemari untuk mengambil keris pusakanya untuk dibawa ke istana,” ungkap Dora.

“Tidak, sabahatku! Tuan Aji berpesan kepadaku bahwa keris ini tidak boleh diberikan kepada siapa pun, kecuali beliau sendiri yang datang mengambilnya,” kata Sembada dengan tegas.

Karena merasa mendapat tanggungjawab dari Aji Saka, Dora pun harus mengambil keris itu dari tangan Sembada untuk dibawa ke istana. Kedua dua orang abdi bersahabat tersebut tidak ada yang mau mengalah. Mereka bersikeras mempertahankan tanggungjawab masing-masing dari Aji Saka. Mereka bertekad lebih baik mati daripada menghianati perintah tuannya. Akhirnya, terjadilah pertarungan sengit antara kedua orang bersahabat tersebut. Mereka sama kuat dan tangguhnya, sehingga mereka pun mati bersama.

Sementara itu, Aji Saka sudah mulai gelisah menunggu kedatangan Dora dari Pegunung Gendeng membawa kerisnya.

“Apa yang terjadi dengan Dora? Kenapa sampai saat ini dia belum juga kembali?” gumam Aji Saka.

Sudah dua hari Aji Saka menunggu, namun Dora tak kunjung tiba. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyusul abdinya itu ke Pegunungan Gendeng seorang diri. Betapa terkejutnya ia saat tiba di sana. Ia mendapati kedua abdi setianya telah tewas. Mereka tewas karena ingin membuktikan kesetiaannya kepada tuan mereka. 

Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya tersebut, Aji Saka menciptakan aksara Jawa atau dikenal dengan istilah dhentawyanjana, yang mengisahkan pertarungan antara dua abdinya yang memiliki kesaktiaan yang sama dan tewas bersama. Huruf-huruf tersebut juga dikenal dengan istilah carakan.

sumber: kaskus




Tambahan :
Ada referensi lainnya (namun saya lupa sumbernya) mengatakan bahwa Ajisaka dan kedua abdinya berasal dari India. Bertualang ke Pulau Jawa namun sebelum sampai di Jawa, sempat singgah di suatu pulau di laut Jawa dan minta kepada salah satu abdinya untuk menjaga keris saktinya di pulau itu.

Mungkin legenda ini dihubungkan dengan kenyataan bahwa huruf Jawa (juga, Bali dan beberapa huruf lainnya di Nusantara)adalah turunan dari huruf Brahmic dari India.

Istilah Carakan berasal dari urutan abjad huruf jawa yang dimulai dari Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Lengkapnya adalah:
Hanacaraka,
Dathasawala,
padhajayanya,
Magabatanga.

Yang merupakan huruf atau aksara Silabel (aksara sukukata) sebanyak 20 aksara. Sedangkan untuk huruf Bali hanya 18 aksara, dimana aksara dha = da dan tha = ta (Aksara Bali lumrah : Hanacaraka, Datasawala, Magabanga, Pajayanya).

Urutan aksara diatas yang berupa syair mempunyai arti yaitu:
Hanacaraka = Ada Utusan, atau abdi;
Dathasawala = membawa khabar atau surat;
Padhajayanya = sama-sama sakti;
Magabatanga = semuanya menjadi mayat.


http://ceritaceritasejarah.blogspot.com/2010/01/aji-saka-asal-mula-huruf-jawa.html
http://sastraremaja11.blogspot.com/2012/03/kisah-aji-saka-dan-asal-mula-aksara.html

Putri Kemang

Putri Kemang adalah seorang perempuan, tetapi sifatnya seperti laki-laki. Kesukaannya pergi berburu, memancing ikan di sungai dan berjalan masuk hutan. Kampungnya terletak di pinggir hutan yang lebat. Bapaknya seorang raja. Oleh sebab itu Putrì Kemang seperti laki-laki dididik sebagai prajurit, belajar bermain pedang, memanah dan menombak.

Pada suatu hari Putri Kemang pergi berburu rusa. Peralatannya sebilah pedang dan sebatang tombak. Anjing kesayangannya dibawanya pula. Berjalanlah ia, masuk hutan keluar hutan, masuk rimba keluar rimba, masuk padang keluar padang, naik gunung turun gunung, batang air diseberangjnya. Kalau tidak pakai rakit, ia berenang. Setelah lama berjalan, bertemulah ia. dengan seekor rusa belang kakinya. Rusa dibidiknya dengan panah, tetapi tidak kena. Panas hatinya. Lalu dikejarnya rusa itu. Diikutinya terus ke mana perginya rusa itu. Sedikit pun tak lepas dari pandangannya. Setelah lama kejar mengejar itu, tiba-tiba rusa berhenti di bawah sebatang pohon kemang. Putri Kemang mendekat. Rusa menyingkir sedikit. Setelah Putri dekat dengan pohon kemang itu, lalu pokok kemang itu berkata kepada Putri,

"Hai putri, jangan kau kejar rusa itu. Rusa itu adalah seekor harimau."

Putri Kemang terkejut mendengar kata pokok kemang itu. la berpikir, akan mengapa ia sekarang. Bagaimana caranya menyuruh harimau itu lari, atau dibunuh saja. Lalu ia mengambil kesimpulan bahwa harimau itu akan dibunuhnya, walaupun ada risikonya. Naiklah ia ke atas pokok kemang itu. Harimau dibidiknya dengan panah. Akan panah mengena badan harimau itu. Harimau mati seketika itu juga. Lalu ia turun ke bawah. Setelah sampai di bawah, harimau itu dikulitinya dan kulitnya diambil.

Setelah harimau itu mati, suatu keheranan terjadi yaitu batang kemang itu bergerak, makin lama makin kelihatan ujudnya seperti seorang manusia. Berdirilah seorang pemuda gagah lagi tampan di hadapan Putri Kemang. Putri Kemang bertanya,

"Hai, siapa kamu ini sebenarnya? Mengapa engkau berubah dari sebatang kemang menjadi seorang manusia?"

"Aku ini seorang penunggu rimba di sini."

"Maukah kamu ikut berburu dengan aku ?" tanya Putrì Kemang.

"Aku tidak bisa meninggalkan rimba ini. Memang tugasku menjaga rimba ini. Aku mau saja pergi dan menjadi manusia sebenarnya, tetapi isi rimba ini harus jadi manusia dahulu, dan rimba ini menjadi sebuah negeri."

"Baiklah." kata Putrì Kemang.

"Aku berjanji, kalau hutan ini telah menjadi negeri dan engkau sudah menjadi manusia biasa, kau akan kujemput dan aku ingin berkawan dengan kamu."

Setelah berkata itu, lalulah Putrì Kemang dari sisi batang kemang tadi. la melanjutkan perburuannya. Tinggallah batang kemang besar penjaga hutan itu.

Setelah lama Putrì kemang berjalan, bertemulah ia dengan seekor kucing. Anjingnya menggonggong terus. Aneh sekali terjadi, kucing itu membesar badannya. Lalu dengan cepat sekali anjing Putrì Kemang diterkamnya, lalu mati dan langsung dimakannya.

Putrì Kemang mengambil keputusan untuk pulang. Kembalilah ia seorang diri, karena anjingnya sudah mati. Pada saat akan menyeberang sebuah sungai, terlihatlah olehnya serombongan buaya. Rupanya buaya-buaya itu lapar sekali. Berkatalah seekor buaya yang paling besar,

"Hai manusia, sekarang sudah tiba ajalmu akan kami makan."

Lalu sang Putii menjawab, "Hai buaya, saya tahu kamu adalah binatang gagah dan kuat. Kamu adalah raja di air. Tetapi aku belum yakin kalau kamu dapat melawan saya seorang ini. Seribu ekor buaya baru bisa melawan aku."

"Ah, hitung saja kami ini. Kalau kurang akan kupanggil kawan-kawanku."

"Baiklah, sekarang berbarislah kamu supaya aku dengan mudah menghitung kamu."'

Mulailah buaya-buaya itu berbaris sampai ke seberang sungai. Putrì Kemang mulai meloncati badan-badan buaya itu. Sambii melompat ia menghitung. Satu, dua, tiga empat, lima, enam, tujuh dan seterusnya. Belum sampai seribu ekor dihitungnya, ia sudah sampai ke seberang. Melompatlah ia ke atas tebing, sambii berkata dengan lantangnya,

"Terima kasih buaya-buaya yang tolol. Kamu terlalu serakah. Mana cukup dagingku yang sekecil ini untuk kamu semua. Cobalah kamu mencari makanan yang lain. Bukan hanya satu lubuk saja di dalam dunia ini."

Bukan mairi marahnya buaya-buaya itu. Mereka insaf akan kebodohannya.

Setelah Putri Kemang sampai di rumahnya kembali, berceritalah atas segala kejadian yang dialaminya selama dalam perburuannya itu, kepada ayah dan ibunya. Juga pertemuan yang aneh dengan sebatang kemang yang menjelma menjadi seorang pemuda gagah lagi tampan.

Setahun kemudian, Putrì Kemang pergi berburu lagi. Berangkatlah Putrì Kemang seorang diri menuju hutan. Putrì Kemang berjalan menelusuri sungai yang panjang sekali. Setelah tiga hari berjalan ia bertemu dengan sebuah kerajaan yang ramai sekali. Putrì Kemang merasa heran, di dalam hutan yang lebat ini ada sebuah negeri. Ketika sampai di pinggir kerajaan itu, ia bertemu dengan seseorang, lalu bertanya,

"Pak, apa nama negeri ini dan siapa rajanya?" Jawab orang tua itu,

"Negeri ini bernama negeri Kemang dan rajanya bernama Putra Kemang. Asal kejadian negeri ini adalah dahulunya hutan rimba yang lebat. Hutan rimba ini disebut hutan siluman, karena hutan ini jadi-jadian adanya. Bahkan binatang-binatang di dalamnya juga adalah makhluk jadi-jadian yang disumpah para dewata. Putra Kemang juga dahulu seorang dewa yang disumpah jadi batang kemang besar terletak di tengah-tengah hutan ini. Sumpah dewata, apabila ada seorang manusia dapat berbicara dengannya, maka kemang itu akan menjadi manusia biasa, dan seluruh isi hutan ini akan beralih rupa menjadi sebuah negeri yang besar."

Putri Kemang mengangguk-angguk penuh keheranan. la ingat peristiwa setahun yang lalu sewaktu ia masuk sebuah hutan dan bertemu dengan sebatang kemang yang dapat berbicara. Mungkin juga yang diceritakan oleh orang tua ini, adalah batang kemang dahulu, dan hutannya juga adalah hutan dahulu. Dan ia ingat pula dengan ucapannya tahun lalu, bahwa ia berjanji akan menjemput si Kemang, apabila Kemang telah menjadi manusia biasa. Berkatalah Putri Kemang,

"Pak, bawalah saya menghadap raja Putra Kemang!"

Maka berangkatlah Putri Kemang menuju istana Putra Kemang. Setelah sampai di depan Putra Kemang, Putra Kemang berkata,

"Kalau tidak salah kamu ini Putrì yang bertemu dengan aku setahun yang lalu di dalam hutan itu."

"Betul tuanku" jawab Putrì Kemang. "Aku akan menepati janjiku setahun yang lalu itu, bahwa kalau engkau itu adalah pemuda kemang yang sekarang telah menjadi manusia biasa."

"Benar, aku sekarang telah menjadi manusia biasa. Hutan itu telah menjadi negeri seperti apa yang kau lihat.".

Maka keduanya berjanji akan bersahabat akrab. Sesuai pula ñama. keduanya seorang Putrì Kemang dan seorang lagi Putra Kemang. Diadakanlah pesta merayakan pertemuan kedua pemuda itu. Pada hari yang telah ditentukan Putrì Kemang akan mengajak putra Kemang pergi mengunjungi negeri ayahnya. Berangkatlah keduanya. Lima hari lima malam dalam perjalanan itu. Menjelang fajar pada hari kelima sampailah kedua pemuda itu di negeri ayah Putrì Kemang.-

Ayah Putrì Kemang menyambut kedua orang itu dengan gembira. Maka dijamulah Putra Kemang dengan penuh keakraban. Dicerìtakannyalah asal usul Putra Kemang. Raja tercengang mendengar cerità pemuda itu. Akhirnya Putri Kemang dijodohkan dengan Putra Kemang.

Maka ditetapkannyalah hari baik untuk mengadakan perkawinan keduanya. Setelah perkawinan selesai, raja memberi kebebasan ke mana mereka akan menetap, artinya dalam adat disebut semendo raja-raja*). Setelah ayah Putri Kemang lanjut usianya, kerajaannya diserahkan kepada Putrinya dan kerajaan itu bersatu dengan kerajaan Putra Kemang.



*). Semendo raja-raja adalah suatu adat perkawinan di daerah Bengkulu, yang memberi
kebebasan kepada kedua pengantin dimana mereka akan tinggal setelah mereka
kawin. Di Bengkulu ada dua jenis perkawinan lagi yaitu:
1. Ambil anak,
2. Bleket (Rejang).


Informan tahun 1980 :
Limar Sipin (35 th) ds. Padang Genting, pekerjaan: tani.
Pendidikan: SR. Bahasa: Serawai, Bengkulu dan Indonesia

Sumber: http://folktalesnusantara.blogspot.co.id/2012/03/padi-sebesar-kelapa.html?view=classic

Karang Bolong

Beberapa abad yang lalu tersebutlah Kesultanan Kartasura. Kesultanan sedang dilanda kesedihan yang mendalam karena permaisuri tercinta sedang sakit keras.

Pangeran sudah berkali-kali memanggil tabib untuk mengobati sang permaisuri, tapi tak satupun yang dapat mengobati penyakitnya. Sehingga hari demi hari, tubuh sang permaisuri menjadi kurus kering seperti tulang terbalutkan kulit.

Kecemasan melanda rakyat kesultanan Kartasura. Roda pemerintahan menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. "Hamba sarankan agar Tuanku mencari tempat yang sepi untuk memohon kepada Sang Maha Agung agar mendapat petunjuk guna kesembuhan permaisuri," kata penasehat istana.

Tidak berapa lama, Pangeran Kartasura melaksanakan tapanya. Godaan-godaan yang dialaminya dapat dilaluinya. Hingga pada suatu malam terdengar suara gaib.

"Hentikanlah semedimu. Ambillah bunga karang di Pantai Selatan, dengan bunga karang itulah, permaisuri akan sembuh."

Kemudian, Pangeran Kartasura segera pulang ke istana dan menanyakan hal suara gaib tersebut pada penasehatnya.

"Pantai selatan itu sangat luas. Namun hamba yakin tempat yang dimaksud suara gaib itu adalah wilayah Karang Bolong, di sana banyak terdapat gua karang yang di dalamnya tumbuh bunga karang," kata penasehat istana dengan yakin.

Keesokannya, Pangeran Kartasura menugaskan Adipati Surti untuk mengambil bunga karang tersebut. Adipati Surti memilih dua orang pengiring setianya yang bernama Sanglar dan Sanglur. Setelah beberapa hari berjalan, akhirnya mereka tiba di karang bolong. Di dalamnya terdapat sebuah gua. Adipati Surti segera melakukan tapanya di dalam gua tersebut. Setelah beberapa hari, Adipati Surti mendengar suara seseorang.

"Hentikan semedimu. Aku akan mengabulkan permintaanmu, tapi harus kau penuhi dahulu persyaratanku."

Adipati Surti membuka matanya, dan melihat seorang gadis cantik seperti Dewi dari kahyangan di hadapannya. Sang gadis cantik tersebut bernama Suryawati. Ia adalah abdi Nyi Loro Kidul yang menguasai Laut Selatan.

Syarat yang diajukan Suryawati, Adipati harus bersedia menetap di Pantai Selatan bersama Suryawati.

Setelah lama berpikir, Adipati Surti menyanggupi syarat Suryawati. Tak lama setelah itu, Suryawati mengulurkan tangannya, mengajak Adipati Surti untuk menunjukkan tempat bunga karang. Ketika menerima uluran tangan Suryawati, Adipati Surti merasa raga halusnya saja yang terbang mengikuti Suryawati, sedang raga kasarnya tetap pada posisinya bersemedi.

"Itulah bunga karang yang dapat menyembuhkan Permaisuri," kata Suryawati seraya menunjuk pada sarang burung walet.

Jika diolah, akan menjadi ramuan yang luar biasa khasiatnya. Adipati Surti segera mengambil sarang burung walet cukup banyak. Setelah itu, ia kembali ke tempat bersemedi. Raga halusnya kembali masuk ke raga kasarnya.

Setelah mendapatkan bunga karang, Adipati Surti mengajak kedua pengiringnya kembali ke Kartasura. Pangeran Kartasura sangat gembira atas keberhasilan Adipati Surti.

"Cepat buatkan ramuan obatnya," perintah Pangeran Kartasura pada pada abdinya. Ternyata, setelah beberapa hari meminum ramuan sarang burung walet, Permaisuri menjadi sehat dan segar seperti sedia kala. Suasana Kesultanan Kartasura menjadi ceria kembali. Di tengah kegembiraan tersebut, Adipati Surti teringat janjinya pada Suryawati. Ia tidak mau mengingkari janji. Ia pun mohon diri pada Pangeran Kartasura dengan alasan untuk menjaga dan mendiami karang bolong yang di dalamnya banyak sarang burung walet. Kepergian Adipati Surti diiringi isak tangis para abdi istana, karena Adipati Surti adalah seorang yang baik dan rendah hati.

Adipati Surti mengajak kedua pengiringnya untuk pergi bersamanya. Setelah berpikir beberapa saat, Sanglar dan Sanglur memutuskan untuk ikut bersama Adipati Surti.

Setibanya di Karang Bolong, mereka membuat sebuah rumah sederhana. Setelah selesai, Adipati Surti bersemedi. Tidak berapa lama, ia memisahkan raga halus dari raga kasarnya.

"Aku kembali untuk memenuhi janjiku," kata Adipati Surti, setelah melihat Suryawati berada di hadapannya.

Kemudian, Adipati Surti dan Suryawati melangsungkan pernikahan mereka. Mereka hidup bahagia di Karang Bolong. Di sana mereka mendapatkan penghasilan yang tinggi dari hasil sarang burung walet yang semakin hari semakin banyak dicari orang.

Polisi Berkumis Tebal

Bantolo adalah bocah kecil yang bandel, tapi paling takut dengan polisi yang memiliki kumis tebal. Pada suatu hari Bantola sedang bermain di depan rumahnya, tiba tiba ada seorang polisi berkumis tebal datang berkunjung. Maka berlarilah Bantolo sambil menjerit.

Bantolo: "Mamaaaa... tolong ada polisi!"

Mama: "Ayo cepat sembunyi.."

Bantolo dengan tergesa-gesa langsung berlari ke arah mamanya dan langsung masuk dalam rok sang Mama. Namun Bantolo langsung keluar lagi dan berteriak kalau terus diikuti polisi berkumis.

Bantolo: "Mamaaaa... Polisinya sudah ada di dalam rok mama!" (kpl/dar)

Sumber: http://www.kapanlagi.com/a/polisi-berkumis-tebal.html

Ketahuan Berbuat Mesum, Pegawai Bank dan Taspen Direndam di Laut

PALU - Banyak cara hukuman sosial yang dilakukan masyarakat untuk menghukum pasangan yang tertangkap selingkuh.

Ada yang mengaraknya keliling kampung, mencukur rambut, bahkan menerapkan denda.

Di Kota Palu, Sulawesi Tnegah, warga menerapkan hukuman yang unik pada pasangan selingkuh yang tertangkap.

Seorang oknum karyawan Bank BNI tepergok warga sedang melakukan hubungan intim dengan selingkuhannya, karyawan Tabungan dan Asuransi Pensiun (Taspen) di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Perselingkuhan itu tertangkap di Perumahan BTN Taman Ria State, Kelurahan Silae, Kecamatan Ulujadi.

//
Akibat perbuatannya, keduanya pun direndam di laut pada Senin (18/12/2017) pagi selama satu jam.

Sambil menutupi tubuh pasangan ini menggunakan sarung, keduanya ditemani oleh petugas sebagai saksi adat, direndam di laut dekat sebuah hotel di Jalan Malonda, Kecamatan Palu Barat.

Adapun pelanggar hukum adat karena kedapatan selingkuh.

Pria berinisial NS, karyawan Bank BNI Palu yang tinggal di Perumahan BTN Taman Ria State, Kelurahan Silae, Kecamatan Ulujadi, Palu.

Sedangkan perempuannya berinisial DR, warga Jalan Tanggul, Kelurahan Birobuli Selatan, Kecamatan Palu Selatan, yang sehari-harinya bekerja sebagai pegawai Taspen Palu.

Proses perendaman yang dianggap sebagai buang sial terhadap perkampungan tersebut, turut dihadiri oleh pemerintah kelurahan dan kecamatan setempat, lembaga adat Kelurahan Silae, tokoh agama, tokoh masyarakat setempat.

Bahkan Kasat Binmas Polres Palu, AKP Widodo Sugiharto, Kapolsek Palu Barat Iptu Sudirman, Danramil Palu Barat, serta warga Silae dan sekitarnya juga ikut menyaksikan.

Selain direndam di laut atau dalam adat setempat disebut nilabu, keduanya juga diberi sanksi givu (denda) lain yang diberikan oleh Lembaga Adat Kelurahan Silae.

Tak tanggung-tanggung, jumlah denda terhadap pasangan selingkuh ini mencapai jutaan rupiah.

Hukuman ketiga adalah nipali atau diusir dari kampung.

Hukum adat tersebut dilaksanakan karena kedua orang tersebut melanggar ketentuan adat di Kelurahan Silae, yaitu berada di kamar yang bukan muhrimnya atau suami istri.

Setelah direndam, sekitar pukul 10.15 Wita, NS diantar ke perbatasan Kelurahan Silae dan Kelurahan Lere Jalan Cumi-cumi untuk di-nipali atau dikeluarkan dari kampung oleh lembaga adat setempat.

“Selama kegiatan berlangsung, situasi aman terkendali. Keduanya tertangkap basah pada pertengahan November 2017 lalu.” kata Kapolsek Palu Barat Iptu Sudirman, sebagaimana dikutip Tribun Medan dari Sultengterkini.com. (*)

Sumber: http://bangka.tribunnews.com

Maling Celana Dalam Tinggalkan Surat Mesum yang Bikin Geleng-geleng

TULUNGAGUNG - Seorang perempuan dari Desa Boro, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, kehilangan celana dalam yang dijemurnya.

Uniknya, pencuri celana dalam itu meninggalkan selembar surat yang ditulis tangan.

Pencurian itu dilakukan Jumat (23/12/2017) saat keadaan sepi, karena banyak warga yang salat Jumat.

"Waktu itu pemilik rumah sedang ada di dalam semua," tutur Kenza yang mengunggah kejadian tersebut di Facebook.

Tidak tanggung-tanggung, warga itu kehilangan tujuh celana dalam.

Saat melihat jemuran itulah pemilik celana dalam menemukan surat yang diduga dari pelaku.

Kenza sengaja mengunggah surat itu, dengan harapan menjadi perhatian secara luas.

Isi surat itu terkesan vulgar dan menjijikkan.

Namun juga menimbulkan kelucuan bagi yang membacanya.

Berikut pesan yang ditulis terduga pencuri celana dalam itu:

AYO BU N***** DI
KATHOK SAMBIL
KITA PAKE SOFTEX

Ibu pernah N***** di KATHOK sambil pakai SOFTEX apa nggak??

Aku ingin mengajak ibu berpelukan sambil kita N***** Di KATHOK bareng-bareng

Tadi KATHOK yang ibu jemur aku ambil dan KATHOK ini pasti milik ibu kaan??

Aku ingin pakai KATHOK ibu. Dan aku ingin MA***** sambil N***** di KATHOK sampean bu??

Kira-kira kapan ibu bisa ketemu sama aku. Oh ya ini nomor hp aku 085708024XXX nanti tolong ibu sms, WA ya bu.

Nanti KATHOK ibu bisa ibu ambil setelah kita akrab, tapi untuk sementara bisa SMSan sama aku. Ntar ibu tak kasi foto aku

Kanit Reskrim Polsek Kedungwaru, Ipda Daroji mengaku belum menerima laporan kehilangan celana dalam di Desa Boro.

Namun saat diberi tahu foto surat yang ditinggal terduga pelaku, Kanit Reskrim justru geleng-geleng kepala.

Sumber: http://jabar.tribunnews.com

Sudah Terlanjur Dibayar

Seorang lelaki membawa seorang pekerja seks ke sebuah motel. Sesuai permintaan si pekerja seks, dia membayar Rp 300.000,- sebelum dimulai. Ketika si lelaki sudah melepaskan pakaiannya dan si perempuan akan membuka baju biru transparannya, tiba-tiba alarm tanda kebakaran berbunyi. Si pekerja seks lari dengan uang Rp300.000 masih di tangan, sementara si lelaki berusaha memakai kembali celana dan bajunya, kemudian mengejar perempuan yang diajaknya tadi. Asap api yang tebal akhirnya memisahkan mereka.

Si lelaki berusaha mencari, tapi tidak menemukannya dan memutuskan untuk keluar. Di pintu dia berpapasan dengan petugas pemadam kebakaran.

"Tadi lihat perempuan cantik pakai baju biru transparan dan tangannya menggenggam uang Rp 300.000,- nggak?"

"Tidak," jawab petugas pemadam kebakaran.

"Nanti kalau ketemu langsung pakai saja ya. Udah aku bayar kok."

Sumber: http://ketawa.com

Malay Language Council Outlines Target Groups for Programmes

Singapore - The Malay Language Council said Monday that it will focus its programmes on three target groups in a bid to preserve and enhance the use of the Malay language.

Council Chairman Masagos Zulkifli identified the three groups as the language elites, students and teachers and the general public.

Three sub-committees have also been formed to look after each group.

The council will also adopt a strategic approach of "infrastructure, activities and achievement" to implement its plans.

It also presented activities planned for the next two years. This includes the MASTERA conference, which will be hosted by Singapore for the first time in 2015, as part of efforts to elevate the status of the Malay language.

A smartphone application will also be launched by June this year.

The application will allow the public to be updated about art and cultural activities in Singapore.

The council also announced plans to introduce guidelines and a work plan for the teaching of the Malay language in preschools.

Source: http://www.channelnewsasia.com

Bumi Lancang Kuning Dumai Region PSPS Lifestyle Bisnis Citizen Journalism Video Lainnya Tribun Dumai Tribun Pelalawan Tribun Inhu Tribun Rohul Tribun Tembilahan Tribun Bengkalis Tribun Siak Tribun Padang Travel Akomodasi Kuliner Destinasi Shopping Ticketing TribunTravel.com Home » Pekan Life Ada Kopi Liberica Khas Pulau Rangsang di Pekan Rantau Melayu

PEKANBARU - Perhelatan Pekan Rantau Melayu berlangsung ramai pada Jumat (8/12/2017). Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman secara langsung membuka kegiatan yang bekerjasama dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tersebut di halaman Hotel Sri Indrayani.

Disampaikan oleh Gubri dalam sambutannya mengatakan, dirinya menyambut baik acara yang akan digelar hingga tiga hari kedepan itu.

"Dengan adanya acara ini kan lebih asyik. Duduk-duduk sambil ngopi dan makan makanan khas Riau," kata Gubri.

Dipaparkannya, kegiatan yang juga didukung oleh Exploring Riau Community (ERC) itu sangat efektif untuk memperkenalkan komunitas berbasis khazanah lokal.

Gubri mencontohkan sejumlah komunitas lokal yang berfokus di pengembangan batik dan makanan serta kebudayaan khas Melayu Riau.

"Kita Riau punya semuanya. Batik kita punya batik Bono, makanan khas kita punya sagu dan banyak lagi produk kebudayaan lainnya," ungkapnya.

Dalam acara tersebut, Direktur Community Development RAPP Marzum mengatakan, Pekan Rantau Melayu dijadikan sebagai wadah menggali potensi Riau.

"Kedepan, kita harapkan banyak hal dari Riau bisa muncul dan dikenal dari acara seperti ini. Nah, RAPP mencoba berkontribusi lebih banyak dalam memperkenalkan khazanah lokal tersebut," ucap Marzum.

Marzum menyampaikan, sedikitnya 20 tenant UMKM asal daerah-daerah di kabupaten dan kota se Riau terlibat dalam kegiatan disana.

"Mulai dari Meranti, Kuansing, Pelalawan dan banyak lagi. Mereka membawa produk budaya masing-masing. Mulai dari zapin, randai dan banyak lagi," jelasnya.

Salah satu paling menarik adalah, munculnya kopi jenis liberica khas Pulau Rangsang Kepulauan Meranti selama tiga hari kedepan.

"Kita juga ingin memperkenalkan varian kopi liberica khas Pulau Rangsang Meranti sebagai kopi khas dari Riau. Dan ini sangat berbeda dengan kopi-kopi lain," pungkasnya. (mad)

Sumber: http://pekanbaru.tribunnews.com

Pekan Rantau Melayu Diminati Warga Pekanbaru

PEKANBARU - Perhelatan Pekan Rantau Melayu (PRM) yang berlangsung dari 8 hingga 10 Desember 2017 ramai didatangi warga Pekanbaru. Warga antusias mencoba berbagai jenis kuliner yang tersedia pada acara PRM yang berlangsung di Hotel Sri Indrayani Pekanbaru ini.
Aulia misalnya, warga Jalan M Yamin ini mengaku sangat senang bisa datang dalam acara ini. Pasalnya, banyak kuliner khas melayu seperti
Roti Jala, mie Keling, kerupuk khas Indragiri Hilir, Roti Canai, Nasi Lemak, laksemana Mengamuk, Kopi Liberika Meranti dan masih banyak lagi. Semua makanan khas dari 12 kabupaten hadir disini.
''Harganya murah dan enak. Kita menjadi tahu Melayu punya makanan yang enak-enak dan gampang dibuat. Ditambah ada peragaan busana dan merandai khas Teluk Kuantan. Saya harap acara ini selalu ada," ujarnya.

Selain itu, pada hari kedua juga terdapat berbagai kegiatan, diantaranya wokrshop membatik, Workshop sagu, Sarasehan Kopi, Lomba Meracik Kopi Riau, Demo Masak, Tari Rentak Bulian, Fashion Show by Saffro Three, Lomba Peragaan Busana Batik Riau, Fashion Show By Bumi, dan Randai.
Pada hari pertama pembukaan Rantau Melayu, Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman mengatakan, dirinya menyambut baik acara yang akan digelar hingga tiga hari kedepan itu.
"Dengan adanya acara ini kan lebih asyik. Duduk-duduk sambil ngopi dan makan makanan khas Riau," kata Gubri.
Gubri mencontohkan sejumlah komunitas lokal yang berfokus di pengembangan batik dan makanan serta kebudayaan khas Melayu Riau. Ia menuturkan Riau memiliki semuanya.
"Batik kita punya batik Bono, makanan khas kita punya sagu dan banyak lagi produk kebudayaan lainnya," tutur Gubri.
Direktur Community Development RAPP Marzum mengatakan, Pekan Rantau Melayu dijadikan sebagai wadah menggali potensi Riau.
"Kedepan, kita harapkan banyak hal dari Riau bisa muncul dan dikenal dari acara seperti ini. Nah, RAPP mencoba berkontribusi lebih banyak dalam memperkenalkan khazanah lokal tersebut," ucap Marzum. (rls)

Sumber: https://www.goriau.com

Pemerintah Pastikan Tak Semua Honorer K2 Jadi PNS

Jakarta - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memastikan tidak semua pegawai honorer kategori dua (K2) akan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, setidaknya yang akan diangkat menjadi PNS hanyalah yang memenuhi ketentuan, salah satunya yang memiliki usia maksimal 35 tahun.

Dari data yang disampaikan Setiawan, sejak 2005 hingga 2014, setidaknya sudah ada 1,1 juta honorer yang diangkat menjadi PNS. Jumlah ini jelas sudah lebih besar dari pelamar umum CPNS yang sudah sebanyak 775.884.

"Pokoknya tidak semua diangkat CPNS, harus memenuhi ketentuan. Yang jelas kita sudah berupaya melakukan pengangkatan ini, namun itu harus melalui seleksi," terang Setiawan di Bogor, Rabu (13/12/2017).

Kementerian PANRB saat ini sudah memiliki roadmap mengenai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam jangka panjang, yaitu hingga 2025. Di tahun ini, ditargetkan Indonesia memiliki ASN yang berkualitas dan efektif. Apa yang dijalankan saat ini sudah sesuai dengan roadmap yang ada. Dengan demikian, pihaknya meminta para honorer K2 untuk memahami hal itu.

Tak lepas tangan, Setiawan mengusulkan kepada para honorer K2 untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K)."Saya pikir itu lebih baik. P3K itu salah satu sistem kerja yang elit juga, karena masih baru saja, jadi banyak yang menolak," tegasnya.

Namun di sisi lain, Kementerian PANRB telah mengusulkan jumlah formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan dibuka di 2018. Setidaknya 250 ribu posisi akan diperebutkan oleh para calon pelamar.

250 ribu posisi ini dibuka untuk menutup para PNS yang pensiun di tahun yang sama. Dengan kata lain, meski ada rekrutmen CPNS namun tetap zero growth.

Setiawan mengatakan, ada beberapa kriteria yang nanti akan dibuka pendaftarannya di 2018.

"Pertama, tentu posisi yang sesuai dengan rencana strategis masing-masing instansi. Lebih banyak untuk jabatan teknis yang memiliki kemampuan khusus. Kalau untuk pejabat administrasi sekarang ini sudah cukup," kata dia.

Dia mencontohkan di wilayah Kalimantan. Rencana stategis pemerintah adalah memilih sesuai dengan wilayahnya. Untuk Kalimantan sebagai wilayah penghasil tambang dan batubara maka akan difokuskan ke core daerah tersebut.

Dengan demikian, nantinya jabatan yang akan dicari pada CPNS 2018 adalah tenaga pemerintahan yang berhubungan dengan berbagai komoditi tersebut.

Dari data Kementerian PANRB, pegawai pemerintah daerah masih didominasi posisi atau jabatan yang berorientasi di sektor pertanian dan tenaga administrasi. Sementara pegawai yang sesuai dengan sektor tambang dan geologi tidak lebih dari 1 persen.

Tahapannya, instansi pemerintah daerah nantinya akan mengusulkan berbagai posisi yang dibutuhkan. Setelah itu, Kementerian PANRB akan melakukan verifikasi untuk disesuaikam dengan rencana strategis di setiap instansi dan wilayah.

"Kita sudah punya peta aparatur sipil negara yang berbasia geografi, disana ada data semua di wilayah apa jumlah PNS nya berapa paling banyak bagian apa, jadi nanti kita akan pakai data itu untuk verifikaai," tambah dia.

Verifikasi ini, Setiawan melanjutkan, akan diproses di Kementerian PANRB pada bulan Februari dan Maret. Baru setelah itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan berbagai instansi untuk kapan bisa mulai membuka rekrutmen CPNS 2018.

Dipastikan dari 250 ribu posisi yang diusulkan pada 2018, sebanyak 38 ribu akan dibuka untuk pemerintah pusat dan sisanya untuk pemerintah daerah.

Sumber: http://bisnis.liputan6.com
-

Arsip Blog

Recent Posts