Wakatobi Miliki Laboratorium Bawah Laut

Kendari, Sultra - Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara, kini memiliki laboratorium organisme bawah laut dengan fungsi untuk menyelamatkan berbagai jenis terumbu karang di daerah itu.

Bupati Wakatobi Hugua, saat dihubungi di Wakatobi, Rabu (7/7), mengatakan keberadaan laboratorium itu selain menjadi pusat penelitian di segi tiga terumbu karang dunia dari kepunahan, juga akan berfungsi sebagai pusat pembibitan dan pembinaan bagi warga Wakatobi dalam membudidayakan terumbu karang yang bernilai ekonomi tinggi.

"Kalau warga sudah menguasai teknologi budi daya karang, mereka tidak akan menangkap ikan lagi dengan menggunakan bahan peledak atau pembiusan. Sebab pendapatan yang diperoleh para nelayan dari hasil budi daya karang sangat menjanjikan. Bagi seorang petani, bisa memperoleh pendapatan Rp15 hingga Rp 20 juta per bulan," ucapnya.

Hugua mengatakan, dalam mengelola laboratorium tersebut pihaknya saat ini sudah menjalin kerja sama dengan Klaiten, pengusaha terumbu karang dari Inggris dan Prof Bernard dari Essex University, salah satu perguruan tinggi terkemuka di Inggris.

Kedua orang tersebut akan mendidik masyarakat Wakatobi, terutama komunitas Suku Bajo, dengan tehnik budidaya karang, khususnya teknologi penanaman, media tanam, penanganan pascapanen dan pengepakkan hasil panen.

Menurut dia, tehnik budi daya karang yang akan dikembangkan itu tidak akan mengganggu terumbu karang di alam bawah laut Wakatobi, karena pengambilan bibitnya dari alam hanya dilakukan satu kali.

Satu anakkan terumbu karang dari alam yang ditanam pada media tanam ukuran 60 cm x 45 cm, dalam waktu enam sampai sembilan bulan bisa menghasilkan sebanyak 80 anakkan karang.

"Dari hasil pembibitan tersebut, selanjutnya akan dikembangkan lagi, sehingga bisa menghasilkan ribuan bahkan jutaan anakkan karang. Makanya, teknik pembudidayaan ini tidak akan mengganggu karang di alam, tapi justru bisa menyelamatkan berbagai jenis terumbu karang dari ancaman kepunahan," ujarnya.

Klaiten sendiri kata Hugua, sudah siap menampung produksi terumbu karang hasil budi daya warga dengan harga Rp250 ribu hingga Rp400 ribu per anakkan karang, tergantung dari jenis karang.

Untuk memasok kebutuhan karang di pasar Eropa, Klaiten membutuhkan terumbu karang sebanyak 250 juta anakkan per tahun.

"Kalau kebutuhan pasar Eropa ini bisa dipenuhi para petani Wakatobi 25 persen saja maka kesejahteraan masyarakat akan meningkat tajam. Dengan harga Rp250 ribu per anakan karang, seorang warga yang membudidayakan karang, bisa memperoleh pendapatan sampai Rp16 juta per bulan. Ini potensi ekonomi yang luar biasa bagi warga Wakatobi," tuturnya. (Ant/OL-3)