Ngurah Gempur, Penari Topeng Profesional

Kegiatan ritual mewarnai kehidupan sehari-hari umat Hindu di Pulau Dewata. Tiada hari tanpa menghaturkan sesajen, rangkaian kombinasi janur, kue dan buah-buahan.

Umat Hindu senantiasa menggelar kegiatan ritual berskala besar, baik dalam lingkungan rumah tangga, Pura di Desa Adat maupun Pura Sad Kahyangan yang pelaksanaannya melibatkan umat dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali.

Kegiatan ritual yang digelar di Merajan, tempat suci milik keluarga maupun pura dalam skala menengah ke atas selalu akan disertai dengan pementasan kesenian sakral yang disebut topeng.

Pelaksanaan kegiatan ritual tersebut didukung oleh upacara yang tidak bisa lepas dari unsur seni tari, tabuh dan seni suara.

Kesenian topeng yang dipentaskan untuk kelengkapan kegiatan ritual bertujuan untuk memohon keselamatan, agar upacara yang dilaksanakan berjalan lancar, sukses tanpa hambatan.

I Gusti Ngurah Made Gempur (59), pria kelahiran Banjar Sukajadi, Desa Taman, Kecamatan Abiansemak, Kabupaten Badung, 10 Juli 1950 adalah salah seorang profesional penari topeng, baik untuk sekedar hiburan maupun kelengkapan kegiatan ritual.

Sosok pria enerjik dan masih sanggup tampil di atas pentas ini adalah seniman serba bisa, yang iklas dan gigih mencetak generasi muda Bali sebagai penerus seni budaya, khususnya tari topeng.
Berawal dari menekuni seni, suami dari I Gusti Ayu Made Rai (55) itu juga pernah memperkuat kelompok kesenian Basur dan kesenian Parwa yang berkembang di wilayah Badung utara.

Kepiawaian dan kharisma yang dimiliki merupakan modal baginya untuk pentas ke pelosok pedesaan di Pulau Bali, bahkan sampai ke Sulawesi, sejumlah kota di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara Barat.

Namanya cukup dikenal secara meluas ketika bergabung dengan sekaa kesenian Topeng Carangsari, Kabupaten Badung pimpinan Ngurah Windia.

Ayah dari dua putra-putri itu bergabung dengan kesenian topeng yang sempat mencuat ke permukaan selama 30 tahun, sejak 1970-2000.

Pada jaman masa keemasan itu, jadual pentasnya sangat padat dari satu ke desa lainnya di Pulau Dewata.

Cetak kader
Gusti Ngurah Gempur, seniman serba bisa yang kesehariannya tidak bisa dipisahkan dengan seni itu cukup gigih mencetak generasi penerus seni dan budaya, termasuk bidang tabuh dan tari Bali.
Keahlian yang dimiliki itu selain diwariskan kepada kedua putra-putrinya masing-masing I Gusti Ngurah Putu Subawa dan I Gusti Ngurah Made Suyasa juga diajarkan kepada siapa saja yang berminat.

Puluhan sekaa kesenian pernah dibinanya dan ratusan orang pernah diajarnya menari hingga menjadi seniman andal.

Demikian pula kedua putranya, juga telah mampu tampil sebagai seniman topeng yang pentas bersama rekan-rekannya ke sejumlah desa di Bali.

I Gusti Ngurah Made Gempur mengaku dalam berkesenian menempuh proses yang cukup panjang untuk pencarian jati diri sebagai seorang seniman tari dan tabuh.

Kondisi itupula yang menjadikan tidak pernah lupa untuk selalu mewariskan ilmu yang dimiliki kepada generasi muda.

"Apa yang saya miliki merupakan anugrah Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Mahaesa, sehingga patut dipersembahkan kembali kepada Sang Hyang Widhi dan generasi muda penerus kesenian Bali," ungkapnya.

Meskipun usianya sudah "senja" namun tetap bertekad untuk mengabdikan diri demi tetap lestarinya seni budaya Bali.

Sosok Ngurah Gempur yang tampak masih enerjik dan sehat bugar pada usia "senjanya" menurut Kepala Kasubdis Kesenian Dinas Kebudayaan Propinsi Bali Made Santa, SE mempunyai dedikasi dan prestasi yang tinggi dalam penggalian, pengembangan dan pelestarian seni budaya Bali.

Berkat pengabdian dan dedikasi tinggi dalam mengembangkan seni budaya yang dilakoninya secara terus menerus, mengantarkan sosok Ngurah Gempur sebagai seniman tua yang pernah mengalami kejayaan pada masanya.

Pemerintah Propinsi Bali akan memberikan penghargaan sebagai seniman tua kepada Ngurah Gempur atas prestasi dan dedikasi mengembangkan seni budaya Bali hingga tetap kokoh dan lestari hingga sekarang.

Ia merupakan salah seorang dari sembilan seniman berprestasi di Bali yang akan mendapat penghargaan dari Gubernur Bali Made Mangku Pastika, terkait pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-31, 13 Juni-11 Juli 2009, tutur Made Santha.