Mengenal lebih dekat Museum Uang Purbalingga Jateng

Semua orang pasti mengenal uang sebagai alat pembayaran, tetapi tidak semua orang mengenal jenis-jenis alat pembayaran yang pernah berlaku pada masa kerajaan hingga sekarang.

Untuk itulah Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, berupaya mengenalkan berbagai jenis alat pembayaran melalui Museum Uang Purbalingga yang diresmikan pada 18 Desember 2008 oleh Pemimpin Kantor Bank Indonesia Purwokerto, ketika itu, Unang Hartiwan.

Museum uang yang berada di Kutasari, Kabupaten Purbalingga, ini berada di bawah pengelolaan Perusahaan Daerah Owabong, Objek Wisata Air Bojongsari, milik Pemerintah Kabupaten Purbalingga.

Keberadaan museum yang digagas Bupati Purbalingga Triyono Budi Sasongko itu diharapkan mampu meningkatkan potensi pariwisata setempat.

"Kami berharap keberadaan Museum Uang Purbalingga mampu menambah pendapatan asli daerah," kata Triyono Budi Sasongko saat peresmian museum.

Saat pertama kali dibuka, Museum Uang Purbalingga memiliki koleksi mata uang dari 183 negara yang sebagian merupakan koleksi pribadi Triyono yang diserahkan kepada negara untuk dikelola museum.

Selain itu, musem itu memiliki koleksi berbagai mata uang dari masa Kerajaan Hindu, penjajahan Hindia Belanda, pendudukan Jepang, hingga sekarang.

"Saat ini kami memiliki koleksi mata uang 184 negara," kata Manajer Reptil Fun Park dan Museum Uang Purbalingga Agus Dwiyantoro.

Menurut dia, museum juga banyak memperoleh sumbangan berbagai jenis uang kuno dari sejumlah masyarakat di Purbalingga maupun kota-kota lain di Indonesia, bahkan dari luar negeri.

Mengenai koleksi uang yang dimiliki museum tersebut, dia mengatakan, hal itu terbagi dalam beberapa panel, antara lain Panel 1 Uang Kerajaan periode tahun 1215-1899, terdiri uang Gobog Majapahit, uang Gobog China, uang Piti Sumatera, uang Perkebunan Sungai Sabrangan, dan uang Kerajaan Majapahit, dengan jumlah 35 koleksi.

Panel 2 De Javashe Bank (kertas) yang berlaku pada periode 1815-1940, antara lain kreasi 1815, seri JP Coen II, seri wayang, dan MuntBiljet, dengan jumlah 19 koleksi.

Panel 2 Perdagangan Internasional B terdiri uang logam tembaga berdiameter 2,2 sentimeter dan 2,5 sentimeter dengan tulisan VOC yang berlaku pada periode 1748-1790 dan berjumlah 120.

Panel 3 Pendudukan Jepang A periode 1942-1945 terdiri seri De Japanese Regeenring dan seri Dai Nippon Teikoku Seihu dengan jumlah 22 koleksi.

Panel 3 Masa VOC Logam B dengan koleksi berupa uang Indie Batav dan Nedherland Indie bertuliskan VOC yang berlaku pada periode 1818-1912 dengan jumlah 116 koleksi.

Panel 4 Masa Hindia-Belanda A terdiri uang seri NICA dan Federal I serta bergambar Ratu Wilhemina, bunga teratai, bunga manggis, pohon kelapa, kapal layar, dan gunting Syafrudin, yang berlaku pada periode 1943-1946 dengan jumlah 16 koleksi.

Panel 4 Masa VOC Logam B periode 1818-1945, terdiri seri Indie Batav dan seri Nedherland Indie yang bergambar mahkota raja, padi-nominal, dan tulisan VOC, dengan jumlah 120 koleksi.

Panel 5 Pemerintah Belanda A periode 1945-1949, terdiri seri Federal II dan Federal III dengan corak flora, anggrek bulan, pohon kelapa, dan melati, berjumlah 27.

Panel 5 Pemerintah Belanda Logam B periode 1900-1946, terdiri seri Nedherland Indie dengan gambar mahkota dan singa serta padi, berjumlah 150.

Panel-panel lainnya antara lain koleksi uang ORI, uang Ferdin VII dan Wilhelmina, uang RIS, dan uang Pemerintah Republik Indonesia periode 1950 hingga sekarang.

"Selain panel-panel tersebut, kami juga masih memiliki beragam koleksi mata uang dari berbagai negara dengan berbagai periode berlakunya," kata Agus.

Museum Uang Purbalingga juga memperoleh tambahan koleksi uang kertas pecahan Rp2.000 tahun emisi 2009 sebanyak empat lembar saat kunjungan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Moneter Hartadi A Sarwono, pada 14 Agustus.

"Beliau juga memberikan dua lembar uang kertas pecahan Rp50.000 yang diberi tanda tangan basahnya," katanya.

Terkait kunjungan tersebut, dia mengatakan, Bank Indonesia memberi respons positif terhadap keberadaan Museum Purbalingga dengan mempersilakan untuk membuat proposal rencana pengembangannya.

"Pak Hartadi juga menyatakan bahwa Museum Uang Purbalingga merupakan yang terlengkap koleksinya meski dimiliki pemerintah daerah sehingga Bank Indonesia akan memberikan dukungan dalam pengembangan museum," katanya.

Menurut dia, pihak museum berencana akan menambah fasilitas multimedia agar pengunjung dapat lebih mengenal berbagai alat pembayaran yang berlaku di dunia, termasuk perkembangan moneter lainnya.

Dia mengatakan, saat ini Museum Uang Purbalingga hanya memiliki alat bantu berupa kaca pembesar di tiap panel.

"Kami berupaya menjadikan Museum Uang Purbalingga ini tidak hanya sebagai tempat wisata tetapi juga untuk pengembangan ilmu pengetahuan," katanya.

Selain berbagai jenis mata uang, Museum Uang Purbalingga juga dilengkapi dengan koleksi filateli Indonesia dan berbagai negara lain di dunia serta sejumlah benda kuno seperti mesin hitung, mesin ketik, senjata laras panjang Portugis, keris Jawa, alat timbang, dan pesawat telepon.

Kunjungan wisatawan

Sejak dibuka pada 18 Desember 2008, Museum Uang Purbalingga selalu ramai dikunjungi wisatawan terutama di saat liburan.

"Saat liburan, jumlah pengunjung berkisar 2.000 hingga 3.000 orang per hari tetapi pada hari biasa, rata-rata 300 orang," katanya.

Setiap pengunjung dikenakan tiket masuk sebesar Rp7.000 yang merupakan tiket terusan untuk mengunjungi dua museum yang ada dalam satu kompleks, yakni Museum Uang Purbalingga serta Museum Reptil dan Serangga.

"Pada libur Lebaran mendatang, harga tiket tanda masuk sebesar Rp10.000 per orang karena kami akan menambah satu wahana baru berupa wahana ilmu pengetahuan dan teknologi," katanya.

Sementara itu seorang pengunjung, Reza Yudanto mengatakan, harga tiket tanda masuk yang diberlakukan sangat murah.

"Hanya dengan Rp7.000, saya bisa memperoleh pengetahuan yang luar biasa, baik berupa koleksi uang maupun berbagai serangga dan reptil," katanya.

Bahkan dia mengaku telah tiga kali datang ke museum tersebut sendirian maupun bersama keluarga.

Pengunjung lainnya, Nurhaliza, mengaku dapat lebih mengenal berbagai jenis uang yang berlaku pada masa kerajaan, penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, hingga mata uang yang berlaku saat ini.

"Saya juga dapat mengetahui berbagai mata uang beberapa negara di dunia ini," katanya. (mn/MN/ant-Sumarwoto)