Jejak Affandi

Jakarta - Sesosok ibu tua renta mengenakan kebaya biru dengan jarik batik cokelat tergambar bergerak lambat dalam sebuah kamar. Dinding kamar terbuat dari anyaman bambu. Dipan, dua jam weker yang tergantung di palang pintu, dan sebuah lampu templok menjadi aksesori kamar bersama tulisan Arab yang tergores di atas pintu.

Itulah imaji yang tersaji dalam lukisan berjudul Ibu di Dalam Kamar karya Affandi. Lukisan berukuran 133 x 155 sentimeter itu dipamerkan bersama 51 karya Affandi lainnya di O House Gallery, Jakarta, pada 22 Mei hingga 22 Juni mendatang. Pameran dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional itu diberi tajuk "20/affandi/23", yang berarti 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional dan 23 Mei adalah hari kematian sang maestro pada 1990.

Berbagai karya Affandi yang dibuatnya sejak 1946 dipajang, termasuk sejumlah patung wajahnya, mulai kanvas yang berukuran jumbo hingga kertas-kertas berukuran mini, tempat Affandi menorehkan sejumlah sketsa. Lukisan-lukisan Affandi kali ini terasa lengkap, dari pengalamannya mengelilingi Eropa hingga potret kehidupan pribadi dan orang-orang terdekatnya.

Tengok juga lukisan Affandi bersama istrinya, Maryati, dan putri mereka, Kartika, dalam Ibu dan Anaknya, yang dibuat pada 1947. Lukisan lainnya, antara lain, Ibu Marah, Ibu Sakit (Tiduran), serta Pelukis dan Anaknya. Semua kisah ini seakan membawa pengunjung ke kehidupan Affandi di zaman itu.

Ada pula lukisan tentang keindahan alam Indonesia, seperti Pemandangan di Malang, Gunung Kapur Padalarang, Sawah di Madura, dan Parangtritis Malam. Beberapa potret kehidupan sehari-hari rakyat jelata juga dipamerkan, misalnya Montit Tebu, yang mengisahkan para petani tebu di Jawa. Lukisan ini menggambarkan ladang tebu yang kuning, pekerja yang memotong dan memanggul, serta lori-lori yang mengangkut tebu.

Lelaki kelahiran Cirebon pada 1907 itu boleh dikatakan tonggak kebangkitan seni rupa Indonesia. Dia salah satu perupa yang ikut memperkenalkan karya Indonesia ke daratan Eropa. Ia mulai melukis pada 1938. Perkelanaannya ke berbagai belahan dunia dimulai pada 1950 ke India, selanjutnya pada 1952 hingga 1954 ia mengembara di Eropa.

Hasil perjalanannya ke Eropa dia tuangkan pula dalam lukisan, misalnya tentang Saint Marco di Venesia, Italia, yang menggambarkan kemegahan gedung arsitektur Eropa. Perpaduan cakrawala biru dan garis emas, merah, dan hitam menjadi suguhan yang indah.

Yang menarik dilihat dalam konteks Kebangkitan Nasional adalah pemahaman Affandi terhadap hubungan dunia Barat dan Timur dalam dunia seni. Dalam sebuah cuplikan tulisan tangannya yang juga dipamerkan, Affandi menuliskan, "In the culture exchange between East & West itu ialah: (1) berusaha memberi napas hidup pada kesenian dunia demi kepentingan seni; (2) menghubungkan East & West demi kepentingan perikemanusiaan." (Tito Sianipar)

Sumber: www.korantempo.com (11 Juni 2008)