Kota Tua: Potensial Tetapi Jorok

Jakarta - Di siang yang terik, Rabu (27/2) lalu, serombongan anak SMU berseragam sekolah turun dari bus pariwisata butut di Jalan Pintu Besar Utara, Kota Tua, Jakarta Barat. Dikomando guru, mereka seperti gerombolan bebek menuju Museum Sejarah Jakarta. Saat bersamaan ada rombongan lain, anak-anak muda berpakaian bebas, datang dengan truk tentara. Lompat dari truk, mereka berhamburan ke Taman Fatahillah yang baru saja dilapisi batu andesit.

Tak lama berselang, sekelompok turis Belanda turun dari sebuah bus ber-AC. Mereka bawa pemandu wisata. Si pemandu menggiring kelompok itu ke Museum Wayang. Kemudian datang lagi sebuah bus, kali ini yang turun semuanya orang kulit putih berjas. Beberapa dari mereka menenteng kamera dijital. Setelah jepret sana jepret sini mereka masuk ke Cafe Batavia yang terletak di utara taman.

Masih di siang bolong itu, di sisi lain kawasan tersebut, tepatnya di Kali Besar, lampu-lampu penerangan sungai tetap menyala. Ini pemandangan tentang pemborosan energi yang tiada tara. Bau tak sedap air sungai yang hitam pekat menusuk hidung. Di sini tidak terlihat turis, hanya ada para sopir angkutan umum yang duduk berkelompok di sisi timur dan sejumlah orang yang sedang makan di warung Padang di sisi barat.

Potensial
Begitulah sekilas wajah Kota Tua; potensial sebagai daerah tujuan wisata karena punya nilai sejarah yang tinggi, namun kondisinya jorok, kumuh, dan tidak terawat. Potensi tersebut terkubur kejorokan maka nilai jual kawasan itu pun jadi berkurang.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah lama menyadari kawasan itu perlu penanganan serius. Pencanangan penataan telah dikumandangkan tahun 1973 ketika kawasan itu ditetapkan sebagai daerah pemugaran. Namun selama 30 tahun lebih, penataan itu hanya sebatas wacana. Kawasan, yang pada masa kejayaan VOC menjadi pusat aktivitas ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan berhasil menarik banyak pedagang Cina, Arab, India, dan Eropa, terus meredup bahkan ditinggalkan penghuninya. Kota Tua lalu seperti kota mati dengan citra serba negatif yaitu tidak aman, macet, dan kotor.

Baru dua tahun terakhir, penataan kawasan itu mulai digarap. Untuk memperlihatkan keseriusan, urusan penataan diserahkan ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perencanaan Penataan Kota Tua -sebuah unit yang baru dibentuk dan diresmikan dua pekan lalu oleh Gubernur Fauzi Bowo.

Di lapangan, penataan memang mulai sedikit terasa. Lampu-lampu penerangan di Kali Besar yang menyala di siang bolong itu merupakan bagian dari hasil penataan tersebut. Tahun 2006, Pemprov membangun jalur pedestrian di Jalan Pintu Besar Utara. Tahun 2007 Pemprov mengucurkan dana Rp 48 miliar untuk kelanjutan pembuatan jalur pedestrian, penataan Taman Fatahillah serta pencahayaan Jembatan Intan dan Kali Besar.

Kepala UPT Kota Tua Candrian Attahiyyat, Kamis, mengatakan, semua itu baru sebagian kecil dari penataan atau revitalisasi kawasan Kota Tua yang mencakup 846 hektar (zona inti 139 hektar, sisanya zona penyangga) yang meliputi Pelabuhan Sunda Kelapa, Kampung Luar Batang, Glodok, Pancoran, Olimo, Stasiun Beos, Taman Fatahillah, dan Pekojan. Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan, penataan kawasan itu menjadi proyek multiyears.

Tahun ini anggaran untuk penataan kawasan itu belum diputuskan berapa nilainya karena APBD DKI Jakarta tahun 2008 belum disahkan. Candrian memperkirakan, alokasi yang diberikan sekitar Rp 50 miliar yang akan digunakan antara lain untuk pemugaran Museum Bahari dan penataan Kali Besar

Sulit
Candrian tidak dapat memastikan kapan penataan itu kelar. Revitalisasi kawasan itu mencakup dua hal yaitu penataan infrastruktur (jalan, taman, saluran air, penerangan jalan dan sungai), dan konservasi. Penataan infrastruktur mungkin tidak akan butuh waktu lama. "Dalam dua tiga tahun bisa selesaim, asal ada dana," kata Candrian.

Bagian yang sulit menurut dia adalah konservasi bangunan-bangunan tua. Bangunan tua di lokasi kebanyakan milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan swasta. Pemprov DKI hanya punya lima bangunan di kawasan itu. Untuk mempercepat konservasi bangunan tua milik BMUN, Gubernur Fauzi Bowo telah mendekati Wakil Presiden Jusuf Kala. Masalahanya, tidak semua BUMN yang punya gedung tua di kawasan itu punya dana untuk konservasi.

Dengan langkah-langkah penataan yang mulai dilakukan Pemprov, Candrian berharap investor melirik kawasan itu. Pemprov, katanya, terus melakukan pembenahan. Untuk masalah keamanan misalnya, sekarang sudah ada petugas Satpol PP yang selalu berjaga di sekitar Taman Fatahilah.

"Untuk kemacetan, kita sudah mulai dengan mengoperasikan busway, lalu ada pengalihan jalur. Jalan Pintu Besar Selatan kita tutup untuk kendaraan. Nanti akan ada lagi langkah-langkah berikutnya untuk management traffic," katanya.

Sementara untuk masalah kebersihan, tahun ini Pemprov DKI Jakarta akan menata salur air Kali Besar. Selama ini, pemilik rumah dan kantor di kawasan itu membuang tinja langsung ke sungai. Tahun ini Pemprov akan membuat penampungan sementara di pinggir Kali Besar sehingga tinja dari rumah atau kantor di sekitar kawasan itu tidak terjun bebas ke sungai.

Selama ini, sebetulnya bukan tidak ada investor yang tertarik. Susilowati, pemilik Cafe Galangan misalnya, beberapa tahun lalu menginvestasikan dananya dengan membeli dan mendandani bekas galangan kapal VOC untuk dijadikan kafe. Namun cafe itu tidak berkembang karena kawasan di sekitarnya tetap kumuh dan tak kunjung tertata. Ia pun mengeluhkan lambatnya langkah Pemprov DKI Jakarta serta mempertanyakan komitmen dan konsistensi Pemprov dalam merevitalisasi kawasan tersebut.

Candrian mengaku, "Memang lambat, itu karena sejumlah hal seperti kondisi ekonomi, lalu kerusahan massal. Kita berharap kondisi terus stabil sehingga penataan berjalan lancar," katanya.

Sumber: www.kompas.com (8 Maret 2008)