“Erau”, Tradisi Keraton Kutai yang Tetap Lestari

Erau adalah ritus adat tahunan masyarakat Kutai, yang dipusatkan di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Erau berasal dari kata “eroh”, bahasa Kutai yang berarti “ramai”, “riuh”, “ribut” atau “suasana yang penuh suka cita”. Suasa riuh dan penuh suka cita memang tergambar dalam perayaan ini dengan banyaknya orang yang terlibat dan berbagai pertunjukan yang ditampilkan.

Perayaan Erau untuk pertama kali digelar pada upacara “Tijak Tanah” dan “Mandi Ke Tepian”, ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun. Setelah dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300-1325), Erau juga dilaksanakan. Sejak saat itu, Erau selalu diadakan setiap terjadi pergantian atau penobatan raja-raja Kutai Kartanegara, dan pada perkembangannya juga diselenggarakan dalam rangka pemberian gelar dari raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap Kerajaan.

Dalam tradisinya, pelaksanaan Erau dilakukan oleh kerabat keraton/istana, dengan mengundang seluruh tokoh pemuka masyarakat yang mengabdi kepada kerajaan. Mereka datang dari seluruh pelosok wilayah kerajaan dengan membawa berbagai bahan makanan, ternak, dan juga para seniman di tempatnya. Dalam upacara Erau ini, Sultan serta kerabat keraton lainnya memberikan jamuan makan kepada rakyat sebagai tanda terima kasih Sultan atas pengabdian rakyatnya.

Sesudah berakhirnya masa pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara pada tahun 1960, dan wilayahnya menjadi daerah otonomi, yakni Kabupaten Kutai, tradisi Erau tetap dipelihara dan dilestarikan sebagai pesta rakyat dan festival budaya dalam rangka memperingati hari jadi kota Tenggarong, pusat pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara sejak tahun 1782, dengan penyelenggara Pemerintah Kabupaten Kutai

Penyelenggaraan Erau yang terakhir menurut tata cara Kesultanan Kutai Kartanegara dilaksanakan pada tahun 1965, yakni ketika diadakan upacara pengangkatan Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara, Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Soerya Adiningrat. Sementara pelaksanaan upacara Erau sebagai upacara adat Kutai dalam usaha pelestarian budaya yang diprakarsai Pemerintahan Kabupaten Kutai baru diadakan pada tahun 1971 atas prakarsa Bupati Kutai saat itu, Drs.H. Achmad Dahlan.

Festival Erau “versi Pemerintahan Kabupaten Kutai” yang dilaksanakan 2 tahun sekali, kini telah masuk dalam calendar of events pariwisata nasional. Lambat laun, festival Erau tidak lagi diidentikan dengan seni budaya Keraton Kutai Kartanegara, karena materi acara yag disajikan sudah sangat beragam, yang mencakup berbagai penampilan ragam seni dan budaya yang berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.

Dengan petunjuk Sultan Kutai Kartanegara yang terakhir, yakni Sultan A.M. Parikesit, Erau dapat dilaksanakan Pemda Kutai Kartanegara dengan mengerjakan beberapa upacara adat tertentu, namun dengan catatan tidak boleh mengerjakan upacara “Tijak Kepala” dan “Pemberian Gelar”.

***

Sumber: wacananusantara.org

Foto: kerajaannusantara.com