Kawasan Lansekap Budaya Bali Belum Masuk RTRWN

Jakarta - Kawasan Lansekap Budaya Provinsi Bali merupakan aset nasional maupun internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan. Penataan ruang merupakan salah satu upaya dalam pengelolaan kawasan untuk menjaga kelestarian melalui perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Direktur Penataan Ruang Wilayah Nasional Kementerian Pekerjaan Umum, Iman Soedradja mengatakan, secara eksplisit Kawasan Lansekap Budaya Provinsi Bali belum ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional maupun dalam RTRW Provinsi Bali. Namun, secara implisit kawasan ini telah memperoleh perhatian melalui penetapan Kawasan Lindung Nasional Cagar Alam Batukahu, TWA Danau Buyan-Tablingan di dalam RTRWN, dan sebagai Kawasan Strategis Provinsi berbasis Sosial Budaya dan Perlindungan Tukad di dalam RTRW Provinsi Bali.

"Oleh karena itu, Kawasan Lansekap Budaya Provinsi Bali perlu segera diusulkan dan ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional KSN di dalam RTRWN," tegasnya, seperti dikutip dala situr resmi Kementerian PU, Sabtu (13/7/2013).

Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian PU berkomitmen untuk memberikan perhatian terhadap warisan dunia melalui penataan ruang dan pengembangan infrastruktur kawasan. Iman menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 26/2007 mengamanatkan pengaturan dan penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN), yaitu wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya, Diah Harianti mengharapkan penataan ruang dapat mewujudkan sinergitas kepentingan antarsektor dan mewadahi kepentingan stakeholder.

"Isu-isu yang bermunculan terkait kawasan lindung budaya inilah maka kita sadari bahwa pelestarian warisan budaya tidak lagi menjadi dominasi satu sektor, tetapi memerlukan sinergitas dengan sektor lainnya," tukas Diah.

Diah mengungkapkan, saat ini kecenderungan pelestarian warisan budaya tidak hanya bersifat fisik (objek situs), namun telah meluas mengingat signifikansi yang tidak terpisahkan antara warisan budaya fisik dan non fisik pada nilai-nilai budayanya. Lingkup warisan budaya sudah meluas dalam konteks kawasan. Karena alasan inilah, upaya pelestarian kawasan cagar budaya menjadi lekat dengan penataan ruang.

Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Hary Widianto menegaskan, kawasan cagar budaya, termasuk yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia, wajib memiliki badan pengelola yang terdiri dari unsur Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat hukum adat. Hal ini diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Pengaturan terkait Badan Pengelola Cagar Budaya lebih lanjut akan ditetapkan dalam sebuah Peraturan Pemerintah, yang saat ini sedang disusun oleh Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diharapkan badan pengelola ini nantinya harus sinergis dengan rencana tata ruang kawasan cagar budaya.