"Green Culture", Menuju Bali Organik

Oleh Ni Nyoman Ayu Suciartini

Damai adalah kenyaman, asri merupakan anugerah kenikmatan, hijau hadiah upaya pelestarian. Impian Indonesia menjadi Negara Hijau adalah harapan semua elemen masyarakat. Inilah langkah awal Pemerintah Provinsi Bali untuk mewujudkan daerahnya sebagai provinsi hijau, mendeklarasikan diri sebagai Bali Green Province (BGP), 22 Februari 2010.

Beranjak dari angan tersebut, masyarakat wajib mendekatkan diri dengan habitatnya. Memelihara dan melindungi air, udara, dan tumbuh-tumbuhan yang saling bersinergi sebagai sumber kehidupan.

Tantangan nyata kita adalah peningkatan suhu muka bumi (global warming), disebabkan lapisan CO2 yang terbentuk diatmosfir sebagai akibat maraknya penggunaan bahan bakar fosil dalam berbagai kegiatan industri dan ekonomi di dunia. Di sisi lain hutan tropis yang merupakan "paru-paru dunia" semakin berkurang drastis, akibat penggundulan hutan.

Semuanya itu dilakukan atas nama pertumbuhan ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan. Wajah sistem ekonomi yang rakus menghantui kelangsungan hidup manusia. Tahun 1999–2005 terjadi peningkatan suhu permukaan bumi. Peningkatan suhu itu menyebabkan pencairan es di kutub. Bila keadaan ini terus berlanjut, diperkirakan pada 2040 sekitar 2.000 pulau tenggelam akibat naiknya permukaan air laut.

Perubahan iklim pun memengaruhi siklus kehidupan manusia. Curah hujan dan kekeringan semakin tajam. Pertanian pun terganggu. Hal ini juga berimbas pada Bali. Dengan luas 5.636 km2, Bali dihuni lebih dari 3,5 juta orang dengan laju pertambahan 1,27 persen per tahun. Namun pada saat tertentu Bali (seperti tahun 2009) mendapat tambahan 2.229.945 wisatawan mancanegara dan 3.521.135 wisatawan Nusantara. Pariwisata memang penyumbang perekonomian terbesar, mencapai 50 persen, sektor pertanian 30 persen, sisanya dari industri kecil dan menengah. Seni budaya dan keindahan alam tetap menjadi daya tarik wisatawan.

Menghadapi tantangan
Kesadaran pada pentingnya menjaga lingkungan belum menjadi gaya hidup masyarakat Bali. Isu lingkungan harus menjadi komitmen bersama. Bila kita mampu menciptakan citra Bali yang bersih, akan berdampak positif. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bali pun segera melakukan pengkajian terhadap pabrik daur ulang sampah skala kecil untuk menghasilkan pupuk organik ramah lingkungan. Masyarakat juga membentuk kelompok yang peduli pada kebersihan lingkungan. Ini menjadi langkah awal, sehubungan rencana Pemprov Bali memberikan bantuan sosial (bansos) bidang kebersihan.

Hal itu sejalan dengan sasaran mewujudkan Bali sebagai provinsi organik, di mana proses pertanian dalam arti luas menggunakan pupuk dan pembasmi hama tanaman yang ramah lingkungan.

Hal lain terkait masalah lingkungan, yakni penggunaan pembungkus plastik yang meresahkan alam. Perlu instruksi kepada pusat perbelanjaan dan para pedagang untuk menghindari plastik sebagai alat pembungkus barang yang diperjual-belikan. Pemerintah juga harus menghimbau masyarakat agar menyiapkan tas, seperti dilakoni para orang tua dulu.

Untuk menuju Bali bebas sampah plastik, Pemprov Bali membentuk desa sadar lingkungan dengan membiasakan memisahkan jenis sampah. Sampah plastik yang terkumpul dijual, sedangkan sampah organik diolah menjadi kompos. Maka, bukan pemandangan yang aneh jika melihat anak-anak atau orang tua yang sedang jalan-jalan sambil memungut gelas atau botol plastik. Sampah ini bila dijual dihargai hingga Rp 3.000 per kg.

Pasar swalayan pun digalakkan meminimalkan penggunaan tas plastik, menggantinya dengan kardus. Sedangkan pedagang di pasar tradisional juga diminta menawarkan pada konsumen untuk menggabungkan barang bawaannya, sehingga penggunaan tas platik berkurang.

Poster-poster tentang pentingnya menjaga lingkungan juga dipasang di tempat-tempat strategis, terutama sekolah. Tempat-tempat sampah pun menggunakan warna berbeda sesuai peruntukannya, jadilah sampah sudah terpilah-pilah sejak awal. Harap diingat, plastik yang selama ini dijadikan alat pembungkus itu, tak hancur dalam 1.000 tahun, sehingga merusak struktur tanah.

Volume sampah perkotaan di Bali setiap hari rata-rata 5.094 meter kubik. Ini diatasi Pemprov Bali dengan merintis pengolahan sampah menjadi pupuk anorganik. BLH Bali menggalakkan pengelolaan sampah dengan memisahkan sampah plastik dan sampah organik. Sampah plastik menjadi sumber daya ekonomi, sedangkan sampah organik dimanfaatkan untuk pupuk organik. Tahun 2013 diharapkan Bali bebas sampah plastik.

Di samping itu, guna menambah resapan air, pemerintah menggalakkan pembuatan biopori. Selama dua tahun ini dibuat tujuh ribu biofori, 60 di antaranya di halaman kantor BLH yang relatif tak luas tanpa merusak pemandangan.

Tahun 2030
Pembangunan kepariwisataan Bali harus menjadi pelopor Bali "Asri dan Lestari 2030" ("Bali Blue and Green 2030/BBG 2030"). Artinya, tahun 2030 udara, air sungai, air danau, air laut di Bali bebas polusi. Luasan hutan di Bali sudah mencapai tingkat ideal (35 persen dari luas pulau), juga hutan bakau, pohon lindung, pohon-pohon di pedesaan, dan perkotaan.

Udara harus bebas polusi sisa pembakaran BBM (pembangkit listrik, kendaraan bermotor) dan limbah padat. Air danau, sungai, sumur rakyat, dan air laut pun bebas polusi bahan kimia, limbah padat dan cair. Laut nan bersih akan menyuburkan tumbuhnya karang laut, yang berfungsi mengolah CO2 untuk menjadi O2. Keadaan inilah yang digambarkan sebagai Bali "biru". Bersih dan jernihnya udara dan air di Bali.

Di samping secara fisik menjadikan Bali sebagai pulau yang hijau, juga harus dikembangkan berbagai pekerjaan yang ramah lingkungan (green job). Kegiatan kepariwisataan yang mampu mewujudkan pekerjaan yang ramah lingkungan.

Upaya membangun Bali sebagai pulau yang hijau akan terwujud, asalkan pemerintah dan masyarakat mau membina komitmen untuk “peka” terhadap apa pun yang disebut "hijau". Misalnya dengan berbuat nyata menjadikan Bali sebagai pulau organik. Tanah tak dipaksakan kesuburannya dengan pupuk kimia. Pupuk kimia hanya menyuburkan tanah kita sementara saja. Selanjutnya kita mewariskan tanah gersang yang tak menumbuh-suburkan tanaman dengan cara alami.

(Ni Nyoman Ayu Suciartini, Pendidikan Ganesha, Undiksha Singaraja)