Warga Borobudur Susun Format Baru Kirab `GBW`

Magelang - Masyarakat kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menyusun format baru even tahunan, `Gelar Budaya Wanurejo (GBW)`, untuk tahun 2008.

"Kalau lima tahun berturut-turut kirab budayanya dimulai dari Lapangan Tingal, tahun ini dan selanjutnya akan dimulai dari makam pendiri Desa Wanurejo," kata Seksi Promosi GBW 2008, Sukiyadi, di Magelang, Jumat.

GBW sebagai bagian tradisi merti desa atau bersih desa dilakukan masyarakat desa itu setiap tahun antara lain ditandai dengan kirab budaya, bazar dan pameran produk unggulan pendukung kepariwisataan Candi Borobudur, dan pencatatan rekor MURI.

Menurut rencana GBW berlangsung 17-20 Mei 2008 dengan tema GBW Menyambut Seabad Kebangkitan Nasional dan Bangkitnya Budaya Jawa.

Masyarakat, katanya didampingi tokoh desa setempat Triyanto dan Sugiyanto, sebelumnya melakukan doa dan ritual di makam pendiri desa, eyang Tejokusumo, sambil membawa berbagai sesaji antara lain nasi kuning, ingkung panggan, gurami bakar, dan serabi.

"Itu makanan kesukaan eyang yang menjadi cikal bakal kami dulu," katanya.

Tejokusumo adalah keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono III, adik Pangeran Diponegoro, dan pimpinan salah satu laskar saat Perang Diponegoro (1825-1930).

Saat mendirikan desa itu, katanya, dia menggunakan nama samaran `Wonorejo`. Hingga saat ini desa itu dinamai Desa Wanurejo, letaknya sekitar satu kilometer timur Candi Borobudur.

Ritual di makam itu untuk menghormati leluhur yang telah berjasa membuka dan merintis kawasan itu sehingga menjadi sebuah desa. Pada masa lalu Wanurejo berstatus perdikan dan bagian dari wilayah Kasultanan Yogyakarta.

"Melalui doa itu kami memohon izin bahwa warga akan mempunyai hajat dengan tujuan yang baik yakni merti desa," katanya.

Ia mengatakan, warga melakukan kirab GBW 2008 dengan berjalan kaki dari makam eyang Tejokusumo menuju Jalan Balaputera Dewa melewati Jalan Syailendra Raya dan Jalan Pramudyawardhani sepanjang sekitar lima kilometer.

Mereka yang ikut kirab, katanya, seluruh komponen masyarakat dari delapan dusun di Wanurejo. Mereka antara lain mengenakan pakaian adat Jawa, pakaian berbagai kesenian rakyat, mengusung aneka hasil bumi, kerajinan rakyat, dan tumpeng desa.

Bupati Magelang Singgih Sanyoto, katanya, direncanakan mengikuti kirab yang diiringi aneka tabuhan alat musik tradisional masyarakat setempat. Sejumlah orang berpakaian Jawa akan menunggang kuda dalam kirab itu.

Kirab berakhir di Lapangan Tingal, Desa Wanurejo, sekitar 500 meter timur Candi Borobudur yang juga menjadi pusat pameran dan bazar produk kerajinan masyarakat Wanurejo. Wanurejo kini telah berkembang sebagai desa wisata pendukung kepariwisataan kawasan Candi Borobudur.

Sumber: www.mediaindonesia.com (9 Mei 2008)