Tanpa Aceh, Apalah Artinya Malaysia?

Banda Aceh, NAD – Malaysia boleh besar kepala atas Indonesia. Negeri Jiran tersebut jauh lebih maju baik dari segi infrastruktur, maupun sektor non-fisik. Tapi perlu diketahui. “Tanpa peran Aceh, apalah artinya Malaysia,” pungkas Pengamat Budaya Aceh Prof Darwis A Soelaiman dalam diskusi kebudayaan yang digelar International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) Selasa (8/5).

Diskusi yang turut diselenggarakan oleh Bandar Publishing berlangsut alot. Keberadaan identitas Melayu dalam sejarah Aceh memang takkan habis dikupas. Pernyataan Prof Darwis turut diiyakan oleh Dr Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, yang menjadi narasumber utama dalam diskusi tersebut. Bagi penerima Research Fellow di University of Malaya ini, wajar saja Prof Darwis mengeluarkan pernyataan seperti itu. pasalnya Aceh memiliki kontribusi besar dalam mengkontruksi identitas Melayu.

“Begitu banyak bukti sejarah, baik dokumen dan bukti fisik lainnya, yang menunjukkan jasa orang Aceh dalam mengkonstruksi identitas Melayu. Sayangnya, orang Aceh sendiri, tidak memiliki perhatian serius mengenai sejarah identitas tersebut,” sebutnya yang juga penulis Buku Acehnologi yang diterbitkan Bandar Publishing pada 2011 lalu.

Kontribusi Aceh terhadap identitas Melayu ini diawali dengan hubungan perdagangan antara Aceh dengan Pinang. Dimana Aceh telah memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi di Pinang melalui ekspor kekayaan alamnya, terutama lada. Sementara itu bagi orang Aceh sendiri, “Pinang sendiri merupakan tempat untuk melobi dunia international dalam mengagalkan pendudukan Belanda di Aceh”, pungkas laki-laki yang acap dipanggil KBA.

Sebelumnya melalui pernyataan tertulis, Direktur Bandar Publishing Mukhlisuddin Ilyas juga menyampaikan hal senada. Aceh dan Pinang memiliki kaitan sejarah yang cukup besar. “Dalam dunia perdagangan, dulunya semua aktifitas ekonomi Aceh saat itu dibangun melalui hubungan Aceh dan Pinang,” tulis Mukhlis.

Menariknya lagi dalam kacamata Dr Kamaruzzaman, kendati hubungan Aceh dan Pinang memiliki struktur sejarah dan budaya yang kuat, namun dirinya meyakini Aceh bukanlah Melayu. Prof Darwis yang t ampil oratif dalam acara itu turut membenarkannya. “secara geografis, Aceh tidak ditemukan dalam peta semenanjung Melayu”, tegas Prof Darwis.

Lalu, beberapa peserta tampak kebingungan dengan kesimpulan sementara Dr Kamaruzzaman dan Prof Darwis. Mereka mempertanyakan titik temu untuk mengidentifikasi Bangsa Aceh dengan Melayu. Benarkah Aceh bukan Melayu?”

“Masih perlu kajian yang lebih mendalam tentang isu identitas tersebut,” tutup Dr Kamaruzzaman.