Abdullah Alamudi, Anggota Dewan Pers: RUU Rahasia Negara Membuka Kesempatan Korupsi

MENJELANG berakhirnya masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI, beberapa rancangan undang-undang telah diselesaikan. Sementara itu, RUU lain yang akan segera dirampungkan pada Oktober mendatang adalah RUU Rahasia Negara. RUU yang diajukan oleh Departemen Pertahanan ini dibuat di antaranya untuk mencegah penyalahgunaan rahasia negara, yang berakibat membahayakan kedaulatan negara.

Meski RUU itu dibutuhkan, beberapa kalangan menentang rancangan ini, mulai definisi rahasia negara, klasifikasinya, hingga hukumannya yang sangat berat. Yang sangat keras menentang adalah Dewan Pers, yang menilai RUU ini membuka kesempatan bagi pejabat untuk melakukan korupsi. RUU ini juga dinilai sangat membahayakan wartawan.

“Definisinya sangat luas. Karet,” ujar anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi, yang aktif “mengawal” pembahasan RUU ini. Menurut pria yang 40 tahun berkarier sebagai wartawan ini, banyak hal dalam RUU ini yang bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Pers dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

Selasa dua pekan lalu, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Jurnalistik Dewan Pers ini membeberkan bahaya RUU tersebut kepada Endri Kurniawati dari Tempo. Berikut ini petikannya.

Apakah kita memerlukan Undang-Undang Rahasia Negara?

Ya, Indonesia seperti negara demokrasi lainnya, memerlukan UU Rahasia Negara. Tapi bukan Rancangan UU Rahasia Negara seperti yang sekarang ini.

UU Rahasia Negara yang bagaimana yang dibutuhkan?

UU Rahasia Negara itu harus memenuhi sejumlah kriteria. Misalnya harus melindungi rakyat; tidak membatasi hak individu, privasi rakyat, atau masyarakat; harus ditujukan kepada pejabat atau lembaga yang memiliki akses terhadap rahasia negara itu.

Jadi, kalau saya pejabat, lalu membocorkan rahasia negara, yang dituntut, dihukum, seharusnya saya. Tapi, dalam RUU ini, kalau saya membocorkan rahasia negara, Anda (wartawan) yang menyiarkan yang dituntut. (Seharusnya) saya yang diberi kekuasaan atau wewenang untuk menjaga rahasia itu, saya digaji (untuk itu).

Kalau (rahasia) bocor, ada dua kemungkinan: saya membocorkan atau saya tidak cukup capable menjaga rahasia negara yang menjadi tanggung jawab saya. Saya yang seharusnya dibawa ke penjara, bukan Anda, yang mendapat bocoran itu. Begitu prinsip rahasia negara. Tapi, dalam RUU Rahasia Negara ini, kalau (rahasia negara) bocor, bukan saya yang dihukum, melainkan Anda yang dituduh membocorkan karena menyebarkan. Jadi di mana perlindungannya terhadap masyarakat?

UU Rahasia Negara harus ada batas waktunya. Apakah suatu rahasia negara itu (berlaku) sampai kapan, itu harus ada.

Ini kan juga ada masa retensinya?

Ya, ada. Tapi masa retensinya (penyimpanan) ada yang 30 tahun, 20 tahun. Apa perlu selama itu? Kan seharusnya tiga atau lima tahun saja. Kalau 20-30 tahun, jadi begitu banyak. Misalnya, Gestapu (Gerakan 30 September) itu terjadi 1965. Kita mau tahu berapa orang yang mati waktu itu. Berapa sebenarnya orang yang dibunuh PKI dan orang yang membunuh PKI. Itu masih jadi rahasia negara. Nggak boleh sebenarnya. Sekali (masalah) itu terbuka, sudah bukan rahasia negara.

Menentukan waktu retensi itu kan harus ada alasannya. Sesuai dengan klasifikasinya. Tapi seharusnya dibicarakan juga apa pertimbangannya.

Meski dalam masa retensi, kalau pada kondisi tertentu—seperti untuk kasus korupsi—harus dianggap bukan rahasia negara?

Nggak ada itu. Nggak diatur.

Definisinya sudah pas?

Definisinya juga kami tentang karena terlalu luas. Karet. Menurut kami, rahasia negara itu menyangkut soal informasi. Misalnya, komputer itu benda, tapi isi komputer itulah yang (jadi) rahasia negara. Tapi di sini (dalam RUU ini) benda pun termasuk rahasia negara. Klasifikasinya kok benda?

Mungkin yang dimaksud benda itu senjata....

Kalau alasannya itu, kan harus tertulis. Bukan interpretasi tiap barang.

Banyak hal baru diatur ada dalam RUU itu....

Banyak klausul dalam RUU itu yang sudah diatur dalam pasal perkecualian dalam UU Keterbukaan Informasi Publik, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kenapa harus diulangi lagi di sini? Kalimatnya sedemikian rupa sehingga bertentangan antara yang satu dan yang lain. Yang jelas, keseluruhan Pasal 6 (tentang jenis rahasia) itu paling banyak mengancam kemerdekaan pers.

Ada pasal yang menyatakan tidak boleh memuat informasi tentang pejabat militer. Misalnya si A diangkat menjadi kepala staf. Anda bikin profilnya. Itu termasuk rahasia negara. Besok Anda bisa dihukum 5-30 tahun. Contoh lain, ada prajurit tentara dan polisi mengeluh gajinya tidak cukup untuk istri dan dua anaknya. Anda tulis itu, Anda bisa dianggap melanggar UU Rahasia Negara.

Apa saja syarat UU Rahasia Negara yang melindungi warganya?

Harus accountable terhadap publik. Untuk belanja militer berapa, untuk yang lain berapa. Itu sesuai dengan keputusan PBB yang menyatakan setiap negara harus terbuka menyampaikan belanja persenjataannya. Itu dimuat dalam buku putih setiap tahun.

Kita punya buku putih tidak pernah disiarkan. Dulu Departemen Pertahanan mengeluarkan buku putih, tapi seminggu kemudian ditarik kembali. Nggak lucu, kan? Seharusnya buku itu (dipaparkan secara) terbuka secara internasional.

UU Rahasia Negara itu harus bisa dikontrol oleh masyarakat. Ini justru bujet dimasukkan dalam rahasia negara. APBN digolongkan sebagai rahasia negara. Kan nggak masuk akal. Uang rakyat kok jadi rahasia negara?

Padahal tiap 16 Agustus kan presiden selalu menyampaikan rencana anggaran di DPR?

Nah, kalau RUU ini digolkan sebagaimana adanya, bujet itu nggak bisa ditulis lagi. Bagaimana Anda bisa mengontrol penggunaannya supaya tidak terjadi korupsi? Jadi ini melindungi pejabat untuk melakukan korupsi karena tidak ada yang mengontrol. Misalnya, Anda mau mengatakan belanja pertahanan negara sekian triliun, anggaran untuk pasukan sekian, untuk pembangunan gedung sekian, Angkatan Udara, Laut, Udara sekian. Mengapa anggaran untuk Angkatan Udara paling kecil? Itu rahasia negara, nggak boleh ditulis.

Contoh lain, pemerintah membeli kapal. Apakah harganya termasuk biaya perawatan, senjata, dan pelatihan kru? Itu rahasia negara.

Jadi harus ada akuntabilitas. Tanpa akuntabilitas, (itu) akan membuka kesempatan korupsi bagi pejabat. Padahal platform utama kabinet Susilo Bambang Yudhoyono adalah memberantas korupsi. Bagaimana mau memberantas korupsi jika upaya akuntabilitas itu ditutup? Korban utama RUU ini adalah wartawan.

Juga memungkinkan “selingkuh”, seperti yang dilakukan Presiden B.J. Habibie dengan Jaksa Agung Andi Ghalib untuk “menyelamatkan” Presiden Soeharto.

Itu juga rahasia negara. Bambang Harymurti (Direktur Utama Tempo) sering menyebut, suatu rahasia negara diungkapkan negara lain. Seperti Sydney Morning Herald mengungkapkan hasil monitoring intel Australia terhadap kegiatan tentara Indonesia di Timor Timur. Seluruh warga Australia sudah membaca berita itu. Kalau Anda menerbitkan berita itu di sini, Anda bisa kena (hukuman) 5-20 tahun kalau menurut RUU ini. Jadi yang dilindungi siapa? Ini kan aneh.

Saking jengkelnya kami di sini, kami bilang, barangkali ini pesanan agen asing.

Yang harus diperbaiki mungkin bahkan dimulai dari definisi?

Mulai definisi hingga content-nya. Semua pasal yang bertentangan dengan kemerdekaan pers harus dihapus. Semua pasal yang bertentangan dengan UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik) harus dihapus. Masa retensi 5-30 tahun itu harus dihapus. Wartawan tak boleh dihukum karena melaksanakan perintah undang-undang. UU Pokok Pers menyatakan pers harus melaksanakan kontrol sosial untuk menegakkan supremasi hukum, kok dipenjara? Ini yang aneh sekali dalam RUU itu.

Pasal-pasal yang tidak sesuai di sini harus dihapus dan disesuaikan dengan UU yang berlaku. Sesuaikan dengan UU KIP, UU Pers.

Ancaman hukumannya sudah pas?

Wartawan bisa dihukum 7-20 tahun dan didenda Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar karena dianggap membocorkan rahasia negara yang masuk klasifikasi sangat rahasia. Yang termasuk rahasia, ancamannya 5-15 tahun. Membocorkan rahasia di masa perang 20 tahun.

Asasnya harus diubah karena asas sangat penting. Sanksi-sanksi yang begitu berat.

Yang layak dihukum berat mungkin jika ada yang membocorkan pertahanan negara mengingat efeknya?

Siapa yang memutuskan itu? Ingat kasus The Pentagon Papers? Waktu itu (13 Juni 1971) The New York Times menerbitkan The Pentagon Papers. Pemerintah (Amerika Serikat) menyatakan (itu) tidak boleh disiarkan karena dianggap membocorkan rahasia negara, sedangkan NYT menyatakan menerbitkan itu untuk kepentingan umum.

Hakim meminta pemerintah Amerika Serikat menunjukkan yang mana rahasia negara. Ternyata tidak bisa dibuktikan bahwa itu rahasia negara. Ada sekian banyak tentara Amerika mati dibunuh Vietkong di Vietnam, bagaimana militer Amerika bergerak, tidak boleh disiarkan. Hakim menyatakan ini untuk kepentingan umum.

Seharusnya hakim yang menentukan kriteria, dan tiap kriteria harus ada indikasinya?

Ya. Ini malah akan dibentuk Komisi Rahasia Negara, yang anggotanya birokrat dan militer.

Bukankah mereka justru berkepentingan dan tidak independen?

Mestinya anggota komisi itu harus independen. Bagaimana ini?

Padahal RUU ini harus rampung Oktober.

Kenapa dipaksakan? Ada begitu banyak klausul yang sangat kontroversial. Alasannya, RUU ini sudah lama sekali diagendakan. Tapi apa harus dipaksakan? Ini supaya Departemen Pertahanan punya laporan positif. Selama lima tahun terakhir ini, Dephan hanya menyelesaikan satu undang-undang. Kalau tidak, apa kerja mereka? Menkominfo dengan segala kontroversinya telah menyelesaikan tiga undang-undang: ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), Pornografi, KIP.

Yang kami mau tahu, siapa drafter-nya? Draf akademiknya sangat jelek.

Niat awalnya kan baik, untuk pertahanan?

Semula dimaksudkan untuk persandian negara. Oleh Dephan dikembangkan. Diundanglah teman-teman dari Universitas Indonesia. Draf UI masuk, tapi tidak dipakai. Yang digunakan draf dari Dephan, sehingga beginilah keadaannya. Kalau draf UI diterima, secara keseluruhan bagus.

Sudah lihat draf UI? Apa draf yang ini adalah gabungan antara draf UI dan Dephan?

Saya sudah tanya teman-teman UI, mereka bilang, “Nggak ada draf kami yang masuk ke situ.”

Dewan Pers pernah membicarakan keberatan itu dengan DPR atau pembuat draf?

Nggak ada reaksi. Buktinya, di DPR jalan terus. Di DPR kami hanya bertemu dengan 10 anggota Komisi Pertahanan. Menyedihkan. Mereka yang hadir itu kebetulan yang sependapat dengan pandangan kami tentang RUU ini. Yang 55 orang lainnya gimana? Dua pekan lalu kami mengundang Dephan ke sini. Mereka bilang, nggak ada yang membahayakan pers, nggak ada.... Gimana nggak ada?

Sekarang sudah masuk ke panitia kerja. Kalau sudah di panja, nggak ada lagi (kesempatan membahas dengan pihak lain untuk memperbaikinya). Seperti waktu memproses UU Informasi dan Transaksi Elektronik, kami tidak dilibatkan. Draf yang awalnya dibuat untuk melindungi transaksi perdagangan melalui media elektronik kemudian berkembang, sehingga memasukkan pasal 27 itu (yang membuat RS Omni International menyeret Prita Mulyasari ke pengadilan).

Ini juga begitu, awalnya tentang urusan sandi. Seharusnya yang berkepentingan Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri. Dari urusan sandi berkembang menjadi rahasia negara.

Dewan Pers selalu datang dalam sidang? Itu harus dikawal terus....

Kami sudah mengirim surat kepada Presiden, meminta draf itu ditunda dan jangan dipaksakan. Penasihat hukum Presiden, Denny Indrayana, dan juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng, mengatakan Presiden setuju ini ditunda. Tapi kan bisa orang lain datang bicara lain lagi.

Ada dukungan dari 80 tokoh untuk menentang RUU Rahasia Negara.

Ada upaya lain?

Kami minta pers terus menyuarakan ini, mengingatkan masyarakat akan bahaya RUU ini. Dewan Pers meminta DPR tidak memaksakan RUU ini (rampung pada Oktober mendatang). Kami tidak menentang, tapi harus ada kriteria-kriteria yang tadi saya sebutkan.

Anda melihat kemungkinan DPR menunda?

Alasan mereka segera menyelesaikan karena anggota DPR yang baru akan mulai dari nol. Tidak harus begitu. Bisa saja anggota DPR yang baru melanjutkan pasal-pasal yang belum diselesaikan. Sampai tadi malam pembicaraan masih berlangsung di panitia kerja.

Seharusnya pemerintah punya hak menunda untuk tidak meneruskan dulu. Kalau inisiatif DPR kan agak lain. Tapi ini inisiatif dari pemerintah, sehingga pemerintah punya hak menghentikan pembahasan RUU ini.

Ada teman-teman yang bilang drafter RUU ini para calo senjata biar tidak terbongkar berapa dia beli senjata dan berapa dia jual kepada pemerintah. Seperti dulu kasus kapal bekas dari Jerman Timur itu (yang dibeli dengan harga terlalu mahal ke Indonesia).

Kami tidak ingin tahu ke mana pasukan bergerak. Justru tentara yang mendorong kita untuk membocorkan rahasia negara itu.

Biasanya tentara yang mengundang wartawan?

Sewaktu saya masih jadi koordinator liputan di The Jakarta Post, reporter pulang dengan laporan sekian ratus tentara berangkat dari titik ini dengan KRI itu. Saya nggak mau muat. Mereka (humas TNI) akan tanya, kenapa nggak dimuat?

Bayangkan kalau wartawan saya melaporkan, tanggal sekian jam sekian, sekian ratus personel pasukan berangkat ke Aceh. Kalau dibaca orang GAM (Gerakan Aceh Merdeka), kan bisa ditebar ranjau sebelumnya dan meledak ketika kapal tentara melintas. Kalau meledak dan tewas semua, siapa yang salah? Wartawan, karena dia menyiarkan berita. Wartawan sudah menjadi informan GAM. Humas Tentara tidak sadar soal itu.

Mereka mengundang wartawan biar kelihatan mereka bekerja untuk menjaga keselamatan negara. Memang bagus. Tapi jangan kita menjadi informan lawan sehingga yang korban tentara kita. Ini tidak dipahami oleh militer dan polisi.

Bagi wartawan, itu sudah tidak perlu diatur. Sudah ada dalam code of conduct kita.

Banyak contoh tentang itu....

Waktu Perang Malvinas (Inggris melawan Argentina pada 1982), wartawan Inggris tahu kapan tentara Inggris keluar dari Southampton, wartawan tahu tujuannya menyerang Malvinas. Tapi tidak ada yang menulis. Yang diberitakan ketika kapal induk Inggris sudah menenggelamkan kapal induk Argentina. Baru orang tahu, lho ada di sana kapal induk itu.

Pers tahu apa yang boleh diberitakan dan mana yang tidak. Itu sudah ada dalam jiwa kita, sudah bagian dari darah daging kita. Tidak usah diatur.

Tapi berapa uang yang digunakan untuk tank Scorpion, apa memang harganya sekian. Sebab, kecenderungan sekarang markup-nya besar sekali. Banyak pejabat kita yang cukup senang hanya mendapat US$ 10 ribu. Padahal keuntungan yang didapat oleh orang yang menjual mungkin ratusan ribu dolar AS.

BIODATA

Nama: Abdullah Alamudi

Lahir: Makassar, Sulawesi Selatan

Pendidikan:

Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin
Faculty of Commerce, University of Tasmania, Hobart, Australia, 1961-1964
Media Law pada Konrad Adenauer Center for Journalism di Ateneo de Manila University, Filipina, 2002-2003
Pekerjaan: Anggota Dewan Pers 2006-2009

Karier:

Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Jurnalistik Dewan Pers
Ketua Institut Pengembangan Media Lokal/IPML, 2006 sampai sekarang
Pengajar Lembaga Pers Dr Soetomo, 1990 sampai sekarang
Dosen Universitas Muhammadiyah-(HAMKA), Jakarta, 2002-2007
Pernah menjadi wartawan di beberapa media, antara lain koresponden majalah Tempo di Inggris, BBC siaran Indonesia di London, NHK, AFP, The Jakarta Post, Bisnis Indonesia, Warta Ekonomi, dan Bisnis Indonesia
Penghargaan:

Distinguished Australian Alumni Award, Februari 2009
Department of State, USA, 12 Years of Faithful Service with the United States Government, Februari 1, 2001
Meritorious Honor Award, United States Information Agency/USIS Jakarta, 1991
Alamat: Pejaten Permai 15, Jalan Amil, Buncit, Jakarta

Sumber : Koran Tempo, Minggu, 27 September 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts