Tampilkan postingan dengan label Gunung Kidul. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gunung Kidul. Tampilkan semua postingan

Ribuan Warga Baleharjo Kirab Budaya

Wonosari, Gunung Kidul - Sebagai wujud ungkapan syukur kepada Tuhan, ribuan warga Baleharjo, Kecamatan Wonosari mengikuti kirab budaya. Prosesi kirab budaya di mulai dari terminal lama Wonosari hingga Balai Desa Baleharjo. Dalam kesempatan tersebut ditampilkan berbagai atraksi seni budaya, gunungan dan kreatifitas masyarakat.

“Kirab budaya diikuti lebih dari 3.000 warga. Berbagai potensi seni budaya maupun kreasi masyarakat ditampilkan memeriahkan kirab budaya,” kata Kades Baleharjo Agus Setiawan di sela-sela kirab budaya di Wonosari, Senin (08/08/2016).

Kirab budaya sebagai rangkaian bersih desa ini diikuti warga lima dusun meliputi Purwosari, Mulyosari, Wukirsari, Rejosari dan Gedangsari. Panitia bersih desa Tasiran menambahkan, masyarakat cukup antusias mengikuti kirab budaya. Kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan. Selain sebagai wujud syukur, juga meningkatkan tali silaturahmi dan persaudaraan. “ Untuk malam hari ditampilkan wayang kulit dengan dalan Ki Seno Nugroho. Berbagai agenda yang digelar mampu memberikan hiburan bagi masyarakat,” jelasnya.

Panen Menurun, Festival Durian di Jogja Diganti Festival Makanan Tradisional Sompil

Gunung Kidul, Yogyakarta - Pemerintah Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan menggelar festival makanan tradisional sompil pada 24 April untuk memperkenalkan makanan tradisional masyarakat setempat.

Camat Patuk Haryo Ambar Suwardi di Gunung Kidul, Rabu (13/4/2016), mengatakan festival durian sudah dilakukan sejak 2013 tidak bisa digelar tahun ini karena produksi durian petani tahun ini menurun derastis.

"Biasanya festival durian dilakukan di Dusun Ngasemayu, Salam, Patuk. Tahun ini, panen jauh menurun, jadi tidak bisa menyelenggarakan festival durian. Sebagai gantinya, kami menyelenggarakan festival makananan tradisional," kata Haryo.

Haryo mengatakan festival durian akan diganti dengan makanan tradisional Patuk yakni sompil. Festival sompil akan dilakukan pada 24 April di Desa Ngasemayu. Sompil berjumlah 1001 buah ini akan diolah masyarakat Desa Ngasemayu, dan sayur yang disajikan bahannya juga lokal.

"Kami ingin memperkenalkan makanan tradisional Patuk, agar semakin dikenal masyarakat luas," katanya.

Dengan membayar Rp 5.000, wisatawan akan diberikan seporsi sompil dicampur kuah sayuran. Nantinya juga ada kesenian tradisional masyarakat setempat untuk memeriahkan acara. Sompil merupakan makanan tradisional sejenis lontong yang disajikan dengan lauk sayur berkuah.

"Harapannya untuk menarik wisatawan di Patuk, sekaligus memperkenalkan destinasi wisata di sini, seperti Gunung Api Purba Nglanggeran, Kampung Emas Plumbungan, dan masih banyak yang lainnya," ucapnya.

Sementara itu, Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Gunung Kidul mengapresiasi sejumlah upaya desa untuk menarik wisatawan. Namun demikian perlu adanya penguatan sumber daya manusia.

Kepala Bidang Pengembangann Produk Wisata Disbudpar Gunung Kidul Hary Sukmono mengatakan saat ini desa wisata tersebar di seluruh wilayah Gunung Kidul. Hampir semua kecamatan memiliki desa wisata. Namun demikian, beberapa diantaranya tidak berkembang.

"Sejumlah desa wisata sempat dibuka namun sekarang mati suri. Namun secara kepengurusan masih ada," kata Hary.

Menurut dia, ada berbagai faktor yang menyebabkan desa wisata menjadi tidak berkembang, salah satunya karena pengelola salah dalam memanagemen. Euforia wisata disambut antusias oleh warga.

"Itu bagus, namun dalam menjalankan harus secara profesional juga. Tidak cukup dengan mengandalkan potensi alam saja," katanya.

Hary mengungkapkan membangun pariwisata harus sejalan membangun citra. Citra postif bisa dbangun dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Dengan kata lain jika kekayaan sudah dimiliki harus didukung dengan kearifan lokal.

"Wisata itu tidak hanya bicara bisnis namun juga mempertimbangkan aspek lain, misalnya potensi sumber daya manusianya," katanya.

250 Penari Bregodo Klinting Awali FKY 2015 Bekas Terminal Baleharjo

Gunungkidul, DIY - Pemerintah Kabupaten Gunungkidul berencana menggelar Festival Kesenian Yogyakarta di eks Terminal Baleharjo mulai 21-26 Agustus 2015. Acara pembukaan akan dimeriahkan 250 penari yang menarikan tarian kolosal Bregodo Klinthing karya Sri Suharti.

Kepala Seksi Pelestarian dan Pengembangan Nilai Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Gunungkidul Dwijo Winarto mengatakan, agenda ini merupakan festival rutin yang digelar setiap tahunnya.

Adapun alokasi anggaran yang disediakan untuk perhelatan selama hampir sepekan ini sekitar Rp800 juta. “Acaranya akan dimulai Jumat [21/8/2015] dan berakhir Rabu [26/8/2015],” kata Dwijo saat ditemui di ruang kerjanya , Selasa (18/8/2015).

Dia menjelaskan, kegiatan FKY akan dibuka dengan pentas seni tari masal Bergodo Klinting yang diikuti 250 penari se-Gunungkidul. Selain itu, dalam kegiatan tersebut juga diramaikan 25 grup kesenian unggulan Gunungkidul, mulai dari kelompok kesenian reog, jathilan, batik karnival hingga pameran seni rupa.

“Untuk tarian Bergodo Klinthing merupakan kreasi dari seniwati Sri Suharti. Saat pembukaan juga diselenggarakan kirab budaya dari Alun-alun Wonosari menuju eks Terminal Baleharjo,” tuturnya.

Lebih jauh dikatakan Dwijo, penyelenggaraan tahun ini mengambil tema dandan. Tema itu memiliki dua makna, yakni berias dan upaya memerbaiki sesuatu. Dalam tema ini, kata Dwijo, diharapkan mampu menghidupkan dan mengembalikan beberapa kesenian yang mulai berubah atau hilang seiring dengan perkembangan jaman.

“Kami ingin seni budaya yang ada kembali bergeliat. Misalnya untuk campursari, saat ini sudah mulai kalah dengan musik elektone, dengan kegiatan FKY diharapkan bisa tampil dengan instrument lengkap sama seperti saat pertama kali dicetuskan oleh almarhum Manthous,” ujar Dwijo.

Dia menambahkan, kegiatan ini bukan sekadar hiburan semata. Sebab, FKY juga sebagai upaya melestarikan seni tradisi yang ada. “Sebagai buktinya nanti kami juga akan menampilkan petas seni karawitan dari anak-anak SD,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Disbudpar Gunungkidul Saryanto mengatakan, pergelaran FKY tahun ini merupakan edisi ke-27 secara beruntun. Awalnya kegiatan ini bertajuk Festival Kesenian Gunungkidul, namun sejak adanya dana kesitimewaan maka namanya diubah menjadi FKY.

“Ini sesuai dengan kebijakan dari Pemerintah DIY dan setiap kabupaten-kota mendapatkan alokasi anggaran dalam pelaksnaaan kegiatan tersebut,” kata Saryanto, kemarin.

Dia menjelaskan, setiap harinya pentas seni yang dipertunjukkan akan berbeda-beda sesuai dengan jadwal yang disusun oleh panitia kegiatan. “Kami berharap partisipasi dari masyarakat. Sebab, dengan datang ke arena ini juga sebagai bentuk untuk melestarikan budaya dan seni tradisi yang ada,” kata Sariyanto lagi.

Disbudpar Gunungkidul Siapkan Pentas Kesenian di Sejumlah Obyek Wisata

Gunungkidul, DIY - Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Gunungkidul akan menampilkan pentas kesenian di sejumlah obyek wisata selama libur Lebaran. Pentas kesenian tersebut diharapkan bisa memberikan hiburan kepada para wisatawan yang berkunjung.

Kesenian yang akan ditampilkan untuk menghibur wisatawan diantaranya reog, jathilan, tayub dan campursari. Untuk kesenian reog akan dipentaskan di Pantai Sundak, Kukup, Srigetuk dan Sepanjang, kesenian tayub di Gunung Api Purba Nglanggeran, jathilan di Kalisuci, Nglanggeran, Srigetuk, Drini dan Krakal.

Sementara kesenian Campursari akan dipentaskan di Pantai Baron dan Ngobaran. Pementasan kesenian ini selain untuk memberikan hiburan juga sebagai salah satu wadah untuk melestarikan kesenian asli Gunungkidul tersebut.

Kepala Disbudpar Gunungkidul, Saryanto mengatakan, pementasan kesenian akan dilakukan mulai Sabtu (18/7/2015) hingga Jumat (24/7/2015). Dengan pementasan ini diharapkan bisa menyemarakkan libur Lebaran sekaligus menjadi ajang promosi kesenian tradisional kepada para wisatawan.

"Selama ini berbagai obyek wisata sudah mampu menarik wisatawan, tetapi kami tetap memberikan suguhan atraksi seni secara gratis, dengan harapan jumlah wisatawan akan jauh lebih banyak,” katanya, Jumat (10/7/2015).

413 Benda Cagar Budaya Ditemukan di Gunungkidul

Gunungkidul, DIY - Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Gunungkidul akhirnya melakukan pendataan terhadap fosil binatang purba yang ditemukan oleh Bambang Sukito, salah seorang warga Dusun Ngringin, Desa Bejiharjo, Karangmojo, Jumat (23/1/2015).

Petugas akan segera melaporkan temuan tersebut ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta.

Petugas dari Disbudpar yang datang ke rumah Bambang Sukito langsung melakukan pengecekan fisik fosil yang ditemukan. Fosil tulang tersebut diukur panjang dan besarnya.

"Datanya nanti akan kita kirimkan ke BPCB. Kita hanya melakukan pendataan saja," kata Kasi Perlindungan Benda Cagar Budaya Disbudpar Gunungkidul, Winarsih.

Dia menjelaskan, nantinya pihak BPCB yang akan melakukan penelitian terhadap fosil temuan Bambang Sukito tersebut. Jika memang fosil yang ditemukan memiliki nilai historis tinggi, maka akan dijadikan sebagai inventaris negara. Pemiliknya akan diberi kompensasi sesuai dengan nilai barang yang ditemukan.

Namun jika benda yang ditemukan tersebut merupakan fosil yang sudah biasa ditemukan, maka warga boleh memilikinya. "Kalau fosil yang ditemukan sudah banyak jenisnya, warga boleh memilikinya,"ucapnya.

Hingga saat ini, menurut Winarsih, sudah ada 413 penemuan fosil yang ada di Gunungkidul. Sebagian besar fosil tersebut ditemukan di sepanjang aliran Sungai Oyo.

Sungai terpanjang di Gunungkidul tersebut memang menjadi pusat prasejarah. " Memang di sepanjang aliran Sungai Oya sering ditemukan benda- benda cagar budaya,"imbunya.

Ratusan Pelajar Gunungkidul Ikuti Festival Batik Carnival

Gunugkidul, DIY - Guna mempopulerkan batik di kalangan pelajar dan masyarakat umum, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gunungkidul menggelar Festival Batik Carnival, Sabtu (15/11/2014). Kegiatan ini diikuti oleh belasan sekolah dari seluruh Gunungkidul.

Festival Batik Carnival ini dilakukan dengan menggelar pawai keliling kota Wonosari. Mengambil start dari Alun-Alun Wonosari dan melintasi Jalan Soegiyo Pranoto, Jalan Sumarwi, Jalan Ksatrian dan finis di Jalan baru, ratusan peserta memamerkan sekaligus mengkampanyekan kain batik kepada masyarakat.

Iring-iringan peserta pawai ini pun mendapatkan sambutan positif dari masyarakat. Ribuan warga berjajar di pinggir jalan untuk melihat kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda ini.

Bahkan banyak di antaranya yang mengabadikan gambar peserta pawai menggunakan kamera digital maupun kamera handphone.

Kepala Disdikpora Gunungkidul, Sudodo mengatakan, festival tahun ini sengaja dikonsep yang berbeda dari kegiatan-kegiatan tahun sebelumnya. Pihak panitia memberi kebebasan bagi peserta untuk berkreasi dengan kain batik.

Harapannya, dengan diberi kebebasan tersebut, akan mengasah kreatifitas para pelajar dalam menggunakan kain batik.

“Kita ingin para peserta menampilkan kreasi masing-masing ,” katanya.

Wisman 40 Negara Kemah Budaya di Gunungkidul

Gunungkidul, DIY - Sebanyak 100 wisatawan dari 40 negara melakukan kemah budaya di Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Kami melakukan kerja sama dengan Universitas Negeri Yogyakarta dan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Selama tiga hari dua malam wisatawan mancanegara (wisman) ini melakukan kemah budaya," kata Pengelola Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Sugeng Handoko di Gunung Kidul, Jumat (31/10/2014).

Sugeng mengatakan bahwa kemah budaya itu bertujuan memperkenalkan budaya Indonesia kepada wisatawan asing dan menjalin kerja sama untuk saling bertukar pengalaman dan budaya yang positif.

Selain itu, kemah budaya itu untuk mengenalkan kehidupan perdesaan yang memiliki kearifan lokal dan memupuk semangat nasionalisme melalui kegiatan budaya di kalangan masyarakat desa Nglanggeran pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Kemah budaya, menurut Sugeng, juga bertujuan menumbuhkembangkan jiwa "Cinta Budaya Lokal" di kalangan generasi muda, khususnya peserta dan pemuda Nglanggeran, memupuk kreativitas dan partisipasi serta kepedulian terhadap lingkungan.

"Di samping itu, sebagai ajang melakukan proses belajar pertanian, proses produksi makanan industri kecil perdesaan, dan kehidupan petani," katanya.

Adapun kegiatan selama kegiatan kemah budaya selama tiga hari, yakni Kamis (30/10/2014) lokakarya (workshop) batik topeng, workshop layang-layang dan menikmati sunset di Embung Nglanggeran.

Pada malam harinya ada kenduri bersama sambil makan malam, dilanjutkan mengenal dan belajar menyanyikan 10 lagu daerah Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

"Wisatawan mancanegara sangat ingin untuk bisa belajar budaya bangsa Indonesia, bahkan salah satu peserta pandai sekali sinden dan menyanyi lagu daerah Kalimantan Selatan," kata Sugeng.

Kegiatan hari kedua, Jumat (31/10/2014), kerja bakti bersama warga, bertani kakao, mulai penanaman hingga pembudidayaan; bertani di sawah, seperti membajak, memandikan sapi, dan menanam padi; serta lomba menangkap ikan.

"Nanti malam, ada diskusi kebudayaan, permainan tradisional, dan pementasan mahasiswa asing menyanyikan lagu daerah yang sudah kami pelajari bersama, nanti akan berkolaborasi dengan pemuda Nglanggeran," kata dia.

Pada hari ketiga, Sabtu (1/11/2014), lanjut Sugeng, pengeola telah menyiapkan kegiatan outbound, dan workshop makanan tradisional pengolahan kakao menjadi dodol kakao, pisang dan ketela menjadi aneka olahan berupa ceriping. Dalam kegiatan ini, pihaknya melibatkan masyarakat desa agar ada interaksi yang unik dan belajar bareng pada acara tersebut.

"Ke depan, kami berharap lebih bisa mengembangkan sayap dan menjalin kerja sama dengan banyak pihak untuk kegiatan live in asing maupun domestik. Sebab, banyak manfaat yang dapat diperoleh. Masyarakat akan tergerak secara bersama-sama menjalankan roda perekonomian. Selain itu, melestarikan budaya lokal dan kebanggaan kehidupan desa akan tetap terjaga," tambah Sugeng.

Pembukaan FKY Gunungkidul Ratusan Warga Ikuti Kirab Seni Budaya

Gunungkidul, DIY - Ratusan warga Gunungkidul mengikuti kirab budaya sebagai rangkaian pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY). Kirab budaya diikuti 18 kecamatan di Gunungkidul dengan start di alun alun Wonosari sampai di bekas Terminal Lama Wonosari.

“Pelaksanaan kirab budaya ini sebagai rangkaian pembukaan FKY. Seluruh kecamatan menampilkan berbagai macam kesenian dan budaya. Warga berjalan kaki dari alun alun WOnosari menuju Terminal Lama WOnosari, “ kata Ristu Raharjo Koordinator FKY di Gunungkidul, Rabu (03/09/2014).

Dikatakan, jadwal pelaksanaan FKY dimulai, Rabu (03/09/2014) sampai Selasa (09/09/2014). Jadwalnya untuk Rabu berupa kirab budaya, tari jathil kolosal, gelar sanggar tari dan pentas musik campursari Tedjo Blangkon.

Pada hari Kamis (04/09/2014) yakni Pentas reog dan jathilan, parade karawitan anak dan wayang kolaborasi pepadi Gunungkidul. “Sementara Jumat (05/09/2014) yakni pentas reog dan jathilan serta parade band. Sedangkan Sabtu (06/09/2014) pentas reog, jathilan dan sanggar tari serta malamnya sendratari Ramayana,”imbuhnya.

Jadwal Minggu (07/09/2014) meliputi reog, jathilan, sanggar tari dan reog wayang, untuk Senin (08/09/2014) yakni reog jathilan, musik tradisional dan wayang kampung sebelah. Pada hari Selasa (09/09/2014) pentas rog, jathilan, orkes keroncong, upacara penutupan dan ketoprak kolosal.

Gunung Kidul Gelar Festival Yogyakarta 2014

Gunung Kidul, DIY - Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan menggelar Festival Kesenian Yogyakarta 2014 pada 3-9 September dengan biaya Rp1 miliar.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Gunung Kidul Ristu Raharja di Gunung Kidul, Minggu, mengatakan FKY 2014 akan dilaksanakan selama seminggu, digelar di Bekas Terminal Wonosari.

"FKY akan digelar di bekas terminal lama, dan akan ditampilkan kesenian dari Gunung Kidul," kata Ristu.

Ia mengatakan FKY Gunung Kidul akan menampilkan kesenian yang memiliki penonton banyak, memiliki nilai jual dan salah satunya sering dilaksanakan oleh masyarakat.

"Kesenian setiap kecamatan diberikan kesempatan untuk tampil," katanya.

Ristu mengatakan FKY Gunung Kidul dianggarkan dengan biaya sebesar Rp1 miliar yang berasal dari dana keistimewaan.

Menurut dia, kegiatan ini akan digunakan untuk melestarikan kesenian masyarakat dan ajang ekspresi para seniman lokal.

"Kegiatan ini diharapkan menjadi salah satu jembatan agar kesenian daerah kita lebih dikenal dan lestari," katanya.

Sekretaris Daerah (Setda) Gunung Kidul Budi Martono mengatakan festival tahunan ini akan digunakan pemkab mempersiapkan penyelenggaraan kegiatan lebih besar.

"Nanti setelah FKY, akan diebvaluasi dan kami berencana untuk menyelenggaran agenda besar tingkat nasional, bahkan kalau bisa internasional," kata Budi.

Dia mengatakan festival sejenis perlu dikembangkan untuk mendukung potensi kepariwisataan yang saat ini sedang gencar-gencarnya digalakkan oleh pemkab. Selain itu juga memperkenalkan potensi di masing-masing kecamatan.

"Nantinya bisa menjadi penunjang pariwisata daerah kita yang saat ini mulai berkembang," katanya.

Cing-Cing Goling, Tradisi yang Menceritakan 2 Prajurit Majapahit

Gunungkidul, DIY - Warga Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, DIY, menggelar tradisi Cing-Cing Goling. Acara budaya itu menceritakan tentang dua prajurit Kerajaan Majapahit dalam membasmi perampok dan membuat sungai hanya dengan menggores tanah menggunakan tongkat.
Ritual rutin setiap tahun itu dilakukan dengan memotong ratusan ayam kampung untuk dijadikan ingkung sebagaiuborampe (perlengkapan) sesaji. Setelah didoakan pemangku adat desa, ingkung bersama nasi gurih dan lauk, dibagikan kepada para pengunjung ritual di dekat Bendungan Kali Dawe tersebut.
Ritual tahunan itu mendapat perhatian ratusan pengunjung dari berbagai wilayah DIY dan Jawa Tengah yangngalap (berharap) berkah. Mereka berkumpul di bawah pohon besar yang rindang untuk mengikuti kenduri massal.
Selain itu, mereka juga menyaksikan pagelaran kolosal tentang pelarian prajurit Majapahit, Wisangsanjaya, dan Yudopati.
Dua prajurit itu diceritakan bersatu dengan warga untuk mengusir perampok. Pada adegan tersebut puluhan orang berlarian menginjak-injak tanaman pertanian milik warga di sekitar bendungan, untuk mengusir gerombolan penjahat.
Meskipun tanaman diinjak-injak, namun para petani tidak marah. Warga percaya, tanaman yang diinjak-injak tidak akan mati, namun justru bertambah subur. "Cing goling cing goling," teriak para penari sambil menari, Kamis (29/8/2013).
Tradisi yang dilaksanakan bersamaan upacara bersih desa itu juga menceritakan tentang keberhasilan dua prajurit membuat sungai dan bendungan. Konon, hanya dengan senjata berbentuk tongkat dan cambuk (cemeti) yang digoreskan pada tanah sambil berjalan, bekas goresan itu berubah menjadi sungai dengan air yang mengucur deras.
Air sungai dan bendungan yang melimpah dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian yang berubah menjadi sawah, sehingga kehidupan warga semakin sejahtera. Setelah selesai upacara, seluruh peserta kenduri membawa pulang makanan yang terdiri dari ayam, sayur, dan nasi menggunakan wadah yang terbuat dari anyaman bambu.
Acara budaya itu menarik perhatian Bupati Gunungkidul, Badingah, yang turut hadir berserta jajarannya. Menurutnya, tradisi tersebut dapat menjadi daya pikat bagi wisatawan untuk mengunjungi kabupaten terluas di DIY itu.
"Tahun depan, sebelum upacara tradisi ini, hendaknya pemangku adat menemui Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan, sehingga bisa dipersiapkan untuk dikemas menjadi paket wisata," kata Badingah.
Kunjungan wisata ke Gunungkidul sejak beberapa tahun terakhir cenderung meningkat. Hal itu akan akan dimanfaatkan untuk memperkenalkan tradisi dan budaya agar lebih dikenal secara luas.
"Tradisi ini digelar siang hari, nah sebelum wisatawan ke sini, bisa mengunjungi tempat wisata seperti Goa Pindul, Si Oyot dan sebagainya, sehingga tradisi masyarakat bisa dikenal oleh masyarakat lainnya," ujarnya.
Selain itu, lanjut Badingah, pemkab akan membangun sebuah pendopo berbentuk rumah Joglo, yang dapat digunakan untuk menggelar acara-acara budaya atau tradisi.
"Bangunan bekas kantor pengairan kan tidak dipakai, sehingga bisa dibangun Joglo untuk menggelar tradisi Cing-Cing Goling, apalagi ini tanah kas desa. Ini sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas panen yang diterima masyarakat," katanya.

Batik Tancep Gunung Kidul Tembus Eropa

Gunung Kidul, DIY - Batik motif asli Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, semakin diminati pasar nasional dan internasional, salah satunya "batik tancep" yang menembus pasar Eropa dan Singapura.

"Batik Tancep merupakan batik asli kreasi perajin batik Gunung Kidul. Motif batik ini sudah menembus pasar Eropa dan Singapura. Batik ini pun menjadi pakaian wajib bagi pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah hingga sekolah," kata Ketua Paguyuban Pembatik Gunung Kidul Baru Sayang Diputra, Kamis (6/12).

Ia mengatakan, permintaan pasar dalam negeri dan internasional tiap bulan mencapai Rp100 juta. Omzet batik ini belum termasuk saat libur nasional yang selalu mengalami peningkatan antara 10 hingga 30 persen.

"Omzet batik antara Agustus hingga Desember ini mengalami peningkatan yang signifikan yakni mencapai Rp150 juta per bulan. Hal ini karena permintaan luar negeri, khususnya dari Eropa terus meningkat, khususnya batik dengan pewarnaan alam," kata dia.

Motif yang beragam juga menjadi keunggulan batik tulis tancep, beberapa motif tersebut di antaranya sekar jagad, gajah birowo, galaran perahu, sekar kanthil, sekar jagad dan babon angrem.

Motif-motif tersebut merupakan motif pakem keluaran dari keraton. Batik tulis tancep berbahan dasar khusus seperti primisima dan mori sanforized ini sehingga batik ini semakin diminati berbagai macam kalangan.

"Kami mengutamakan kualitas sehingga batik tancep semakin terkenal dan jumlah permintaan tiap bulan selalu meningkat," kata dia.

-

Arsip Blog

Recent Posts