Tampilkan postingan dengan label Jepara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jepara. Tampilkan semua postingan

Festival Djontro, Pamerkan Alat Tenun Tradisional

Jepara, Jateng - Festival Djontro yang digelar masyarakat Desa Troso, Pecangaan, berhasil menyedot perhatian. Acara yang baru kali pertama digelar ini, tak hanya menampilkan seni tradisional yang khas Troso. Ajang tersebut juga dijadikan momentum untuk memamerkan produk unggulan di desa tersebut.

Acara yang berlangsung Sabtu dan Minggu ini, sengaja digelar untuk mengangkat Desa Troso, agar lebih banyak dikenal. Selama rangkaian acara berlangsung, ada pameran barang-barang yang berkaitan dengan Tenun Troso. Mulai beragam jenis kain sampai alat-alat tenun tradisional.

Salah satu panitia kegiatan Abu Laes Ghazali mengatakan, Festival Djontro ini menghadirkan berbagai kesenian. Mulai dari pentas reog dari seniman setempat, pentas wayang lawe, pentas wayang dongeng sampai iring-iringan lampion dalam rangka baratan.

Festival Djontro ini sebagai upaya masyarakat untuk nguri-uri kearifan lokal yang dimiliki desa tersebut. “Untuk nama festivalnya, kami juga gunakan kearifan lokal. Nama Djontro diambil dari nama alat untuk menggulung benang,” katanya.

Kegiatan yang digelar oleh komunitas Omah Petruk itu, melibatkan puluhan masyarakat untuk pementasan. “Reog desa Troso salah satunya. Selama ini kelompok reog Desa Troso sering diminta tampil sampai tingkat provinsi. Hanya, banyak warga Jepara yang belum mengetahuinya. Karena itulah kami sengaja tampilkan pada gelaran ini,” urainya.

Disinggung pendanaan, acara tersebut lebih banyak menggunakan swadaya masyarakat. “Sponsor minim hanya sekitar 15 persen,” ucapnya.

Abu Laes menambahkan, respon masyarakat sangat bagus. Beragam acara yang diselenggarakan selalu disambut positif. “Setiap malam selalu ramai masyarakat yang datang, ke depannya akan kita upayakan menjadi acara tahunan,” imbuhnya.

Seminar Korupsi di Jepara

JEPARA - Teten Masduki (Koordinator ICW), Ery Ryana Harjapamekas (KPK), dan Purnomo (Kepala Kejati Jateng), Selasa (12/4) ini diagendakan datang ke Jepara sebagai pembicara pada seminar yang diselenggarakan Solidaritas Masyarakat Antikorupsi Jepara (Simak).

Teten akan membeberkan “Anatomi Korupsi dan Penyimpangan Dana APBD Kabupaten/Kota di Indonesia”. Ery Ryana akan memaparkan,”Peran KPK dalam Penuntasan Kasus Korupsi APBD”. Sementara itu, Purnomo akan menyampaikan ”Strategi Percepatan Penuntasan Kasus Korupsi APBD”.

Seminar yang diadakan di aula MTs Al Alawiyah Desa Karangrandu, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara juga menampilkan Choirul Anam (Koordinator Simak) yang akan mengungkap ”Pengalaman Advokasi Kasus Korupsi APBD Kabupaten Jepara” dan Aji Biro Jawa Tengah yang menyampaikan ”Peran Media dalam Memantau Kasus Korupsi. ”

Ketua Panitia Michel Agustin dan Choirul Anam mengungkapkan, kegiatan dengan tema ”Refleksi 456 Tahun Jepara Mengayun Langkah Menuju ke Jepara Bebas Korupsi” merupakan ”kado” bagi Jepara yang merayakan HUT ke-456 pada Minggu (10/4) lalu.

Dia menekankan, kegiatan tersebut merupakan langkah membangun kesadaran publik Jepara bahwa korupsi menjadi salah satu bagian perbuatan yang merugikan masyarakat. (kar,mds-90j)

Sumber: Suara Merdeka, Selasa, 12 April 2005

Kabupaten Jepara Miliki Museum Ukir

Jepara, Jateng - Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, miliki museum ukir dengan koleksi aneka kerajinan ukir dengan memanfaatkan gudang milik SMP Negeri 6 Jepara yang ada di Jalan Kartini.

Menurut Wakil Bupati Jepara, Subroto, di Jepara, Sabtu, museum ukir ini diresmikan hari ini (12/4) sehingga masyarakat bisa berkunjung ke museum untuk mengetahui koleksi berbagai jenis kerajinan ukiran.

Bahkan, lanjut dia, terdapat koleksi ukiran yang cukup tua. Koleksi ukiran tersebut, kata dia, merupakan hasil karya siswa sejak tahun 1929.

Kerajinan ukir, kata dia, bagi warga Jepara sudah mendarah daging sehingga keberadaan museum ukir ini diharapkan bisa menjadi daya tarik masyarakat untuk menekuni kerajinan ukir.

Bahkan, lanjut dia, di museum tersebut juga terdapat bola dunia yang dibuat dengan motif ukiran. Bola dunia tersebut, kata dia, awalnya merupakan pesanan dari Presiden Soekarno yang berkunjung ke SMPN 6 Jepara pada tahun 1962.

Karena proses pembuatannya menggunakan peralatan sederhana, kata dia, proses pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama.

Akan tetapi, kata dia, setelah proses pembuatan bola dunia tersebut bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan kepresidenannya sehingga belum sempat diserahkan.

Apabila ada lomba ukir tingkat pelajar, kata dia, nantinya juga bisa dimasukkan ke museum untuk memberikan kebanggan tersendiri kepada peserta lomba tersebut.

Kepala SMPN 6 Jepara, Darsono menyambut positif keberadaan museum ukir yang menempati bekas gudang milik SMPN 6 Jepara itu.

"Setidaknya, para siswa bisa mengetahui aneka koleksi ukir sehingga diharapkan bisa menjadi daya tarik mereka untuk menekuni seni ukir," ujarnya.

Berdasarkan pengamatan, koleksi kerajinan ukir yang ada di museum tersebut cukup banyak dan tidak hanya koleksi ukir khas Jepara karena terlihat ukiran yang merupakan hiasan dinding khas Suku Asmat.

Setiap koleksi terdapat nama jenis ukiran dan tahun pembuatannya sehingga setiap pengunjung akan berdecak kagum melihat aneka koleksi ukiran.

Bangunan SMPN 6 Jepara tersebut, dibangun pada tahun 1929 pada zaman Hindia Belanda dengan nama Open Bare Ambacht School dan berulang kali berganti nama seperti Sekolah Pertukangan pada tahun 1945--1949 hingga akhirnya berubah nama menjadi SMPN 6 Jepara dari tahun 2002 hingga sekarang.

Kirab Budaya, Mengenang Keanggunan dan Kegigihan Tiga Tokoh Wanita Jepara

Jepara, Jateng - Sejak pukul 13.00 WIB, sejumlah warga Kabupaten Jepara tampak mulai bergerombol di sepanjang jalan raya Jepara-Mantingan. Kerumunan masyarakat terlihat berjubel di perempatan Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Beberapa ibu-ibu dan anak-anak tak sabar menanti rombongan Ratu Kalinyamat, Ratu Shima dan RA Kartini. Mendung hitam menggantung tak menyurutkan niat masyarakat menanti iring-iringan peserta Kirab Budaya.

Ya, sore itu, Selasa (9/4), Kirab Budaya dalam rangka hari jadi Kabupaten Jepara dilangsungkan. Tiga tokoh perempuan dari Kota Ukir, Ratu Kalinyamat, Ratu Shima, dan RA Kartini, dihadirkan kembali di tengah-tengah masyarakat dan diarak keliling kota.

Dalam kemasan pawai akbar, kirab budaya dalam rangka hari jadi ke-464 semakin semarak dengan keikutsertaan sejumlah kesenian daerah khas Jepara. Seperti macan kurung, barongan, reog, dan gong perdamaian dari Desa Plajan.

Meski tak sama persis, ketiga putri Jepara yang didaulat menjadi duplikat Ratu Kalinyamat, Ratu Shima, dan RA Kartini cukup membuka memori masyarakat Jepara akan keanggunan dan kegigihan pejuang-pejuang wanita itu. Dan para pemeran tiga tokoh wanita itulah yang menjadi magnet dalam kirab kali ini. Meski bupati dan jajarannya turut serta.

“Buok si ndhe, ratune sik ayu-ayu anake sapa tah kuwi?” celetuk ibu-ibu dalam bahasa Jawa dengan dialeg Jepara dari tepi jalan saat iring-iringan Ratu Kalinyamat yang diperankan mantan Duta Wisata Jepara 2010, Neta Diyanisa melintas di depannya.

Mengenakan gaun warna merah menyala berpadu dengan baju dalam hitam dan jarik, Ratu Kalinyamat seolah-olah hadir kembali. Berdiri tegak di atas replika kapal dengan puluhan penari di sisi kanan dan kiri, Ratu Kalinyamat semakin berwibawa. Keanggunannya terpancar dari mahkota dan untaian kembang melati di kepala.

“Menjadi Ratu Kalinyamat sudah yang kesekian kalinya, sebelumnya juga diminta untuk menjadi Ratu Kalinyamat dalam Festival Keprajuritan di Taman Mini Jakarta,” ujar Neta.

Kirab budaya yang dimulai dari alun-alun kota menuju komplek makam suami Ratu Kalinyamat, Sultan Hadliri, berlangsung selama tiga jam. Dengan berjalan beriringan menempuh jarak 4 kilometer, peserta kirab disambut masyarakat di sepanjang ruas jalan yang dilewati.

-

Arsip Blog

Recent Posts