Tampilkan postingan dengan label NTB. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label NTB. Tampilkan semua postingan

Rekrutmen Guru Honorer SMA/SMK di NTB Dilakukan November Mendatang

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, H. Muh.Suruji menyatakan rekrutmen pegawai honorer Pemprov NTB yang terdiri atas guru dan pegawai tata usaha dipastikan akan dilaksanakan pada bulan November 2017 mendatang. Demikian disampaikannya saat ditemui di Kantor Gubernur NTB, Selasa, 24 Oktober 2017.

“Daftar nama sekolah dan mata pelajaran yang dibutuhkan itu sudah ada. Kemarin menunggu KUA PPAS karena kita pengen tahu dianggarkan atau tidak. Nah sekarang sudah jelas di TAPD sudah dianggarkan dari usulan kita Rp 125 miliar, dianggarkan Rp 60 miliar,” ungkap Suruji.

Saat ini, Dikbud NTB bersama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB tengah menyusun persyaratan bagi peserta rekrutmen. Sekaligus persiapan publikasi pada khayalak umum mengenai rekrutmen tersebut.

“Lalu setelah itu baru ada proses pendaftaran, sesuai permintaan BKD dilaksanakan di tiap-tiap kabupaten/kota. Seleksinya untuk kompetensi dasar itu juga di kabupaten/kota, karena seleksi ini kan menggunakan computer based test (CBT). Di semua kabupaten/kota kan kita punya CBT,” imbuhnya.

“Oktober ini selesai dia proses persiapan, pengumumannya, awal November diumumkan dan sebelum 31 Desember sudah ada hasilnya. Pokoknya tesnya November,” lanjutnya.

Status para guru dan pegawai honorer yang lolos seleksi tersebut dikatakan Suruji adalah sebagai guru honorer daerah. Gaji yang diterima akan disesuaikan dengan jam pelajaran (JP) tiap guru honorer di sekolah. Dipastikannya, gaji yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan standar upah minimum provinsi (UMP).

Ditanya tentang anggaran yang jauh dari jumlah yang diajukan, Suruji tidak khawatir. Menurutnya, kekurangan anggaran tersebut bisa ditambah nantinya. “Ndak ada tapinya, kalau itu kurang kan tinggal ditambah. Kalau namanya gaji kan kalau kurang tinggal ditambah. Pokoknya kita rekrut sesuai target 5.200 itu, dengan tata usaha dan juga guru beberapa mata pelajaran untuk SMA/SMK swasta terutama yang berada di bawah pondok,” tandasnya.

Perlu diketahui, rekrutmen guru dan pegawai honorer daerah ini hanya diperuntukkan bagi honorer yang bekerja di SMA/SMK/SLB negeri yang telah dialihkan menjadi tanggung jawab Pemprov NTB. Selain itu, tidak bisa mengikuti rekrutmen. (ros)

Terasa, Dampak Positif Wisata Halal Lombok

Mataram, NTB - Penghargaan Lombok sebagai tujuan wisata halal terbaik mulai terasa dampaknya. Meski masih sedikit jumlahnya, wisatawan Timur Tengah, Brunei, dan Malaysia mulai berdatangan.

Demikian kata Ketua Umum Asita, Asnawi Bahar dan Deputi Pengembangan dan Destinasi Pariwisata Kementerian Perindustrian Dadang Rizki Ratman seusai acara pembukaan International Halal Travel Fair dan Rapat Kerja Nasional Asita 2016, di Mataram, NTB. Acara dibuka Wakil Gubernur NTB M Amin, Rabu (21/9/2016).

Pulau Lombok dikukuhkan sebagai The World Best Halal Tourism Destination dan The World Best Halal Honeymoon Destination dalam ajang The World Halal Travel Summit/Exhibition di Uni Emirat Arab.

Menurut Asnawi, secara umum kunjungan pariwisata nasional sudah naik, khususnya Lombok. ”Dulu wisatawan Malaysia banyak ke Padang, Medan, dan Bandung. Sekarang mulai banyak yang memilih Lombok untuk menikmati wisata halal,” ujarnya

Kenaikan jumlah kunjungan wisatawan itu sangat terasa sejak setahun terakhir karena gencarnya promosi yang dilakukan pelaku pariwisata. Namun, promosi saja tidak cukup, harus ada upaya lebih. Para pengambil kebijakan juga harus menyiapkan sarana infrastruktur, sumber daya manusia, dan sarana pendukung lainnya.

”Pokoknya pemerintah daerah harus siap dengan segala ’bunyi’ wisata halal itu,” katanya.

Hal senada dikatakan Dadang. Keberhasilan Indonesia dilihat dari peringkat Global Moslem Travel Index (GMTI). Hasil penilaian GMTI, Indonesia berada di peringkat ke-6 pada 2014 dan peringkat ke-4 pada 2015. ”Pak Menteri minta jadi peringkat pertama pada 2019,” ujarnya.

Karena itu, Kementerian Pariwisata membentuk Tim Percepatan Pengembangan Wisata Halal. Tim ini memberikan masukan kepada Pemda Aceh, Sumatera Barat, dan Lombok sebagai tujuan wisata halal.

Cherry Abdul Hakim, General Manager Hotel Jayakarta Lombok, mengungkapkan, kemenangan itu sangat berdampak. Hal ini dilihat dari negara asal wisatawan yang menginap di hotel. Pada 2014, jumlah wisatawan dari Timteng 405 orang dan Malaysia 502 orang. Pada 2015, kunjungan wisatawan Timteng naik menjadi 935 orang dan Malaysia 1.719 orang.

Menurut HM Fauzal, Kepala Dinas Pariwisata NTB, pada 2016 ditargetkan 2 juta kunjungan wisatawan. Kunjungan wisatawan ke NTB periode Januari-Agustus mencapai 1,8 juta.

Pada 2015, jumlah wisatawan ke NTB mencapai 2,21 juta wisatawan. NTB diharapkan menyumbang 10 persen (3 persen) dari 20 juta target kunjungan nasional tahun 2019.

Karena itu, berbagai fasilitas dan akomodasi di NTB diupayakan mendapat sertifikasi halal. Majelis Ulama Indonesia NTB mengeluarkan 145 sertifikat halal bagi hotel yang memiliki restoran dan rumah makan. Jumlah itu masih sedikit dibandingkan dengan jumlah hotel (904) dan restoran 1.379.

Festival Senggigi 2016 Hebohkan Pulau Lombok

Lombok, NTB - Berlabel destinasi kelas dunia, yang diakui dunia membuat Lombok terus berinovasi dalam hal atraksi. Buktinya, daerah yang berkedekatan dengan Bali itu akan menggelar Festival Senggigi 2016 yang akan berlangsung 16 hingga 19 September 2016, mendatang.?

”Ini acaranya sangat menarik dan indah sekali. Festival ini merupakan agenda tahunan dari Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan akan berlangsung sepekan penuh di wilayah Pantai Senggigi, Kecamatan Batu Layar, Provinsi Nusa Tenggara Barat,” ujar Asdep Pengembangan Segmen Pasar Personal Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar, Raseno Arya.

Lebih lanjut Raseno mengatakan, perhelatan Festival Senggigi digelar sebagai upaya mempromosikan pariwisata Kabupaten Lombok Barat dengan mengajak wisatawan melihat dan menikmati aneka kegiatan bernuasa seni budaya, edukasi, dan juga pameran hasil industri kerajinan lokal seperti aneka tenun, ukiran, dan kerajinan tangan lainnya.

”Tidak hanya menonjolkan kebudayaan lokal, acara ini juga mengambil lokasi indah di Pantai Senggigi yang diharapkan bisa menarik wisatawan nusantara dan mancanegara menikmati suasana dan keindahan alamnya,” lanjut Menpar Arief Yahya.

Raseno memaparkan, beberapa kegiatan budaya dalam ajang Festival Senggigi yang sayang dilewatkan diantaranya adalah: pawai ogoh-ogoh, malean sampi, gendang beleq, serta atraksi peresean. Pawai ogoh-ogoh biasanya rutin digelar menjelang peringatan Tahun Baru Saka 1730 (Hari Raya Nyepi) dan malean sampi berupa upacara tradisional petani atau peternak sapi.

Sementara itu, Bupati Lombok Barat, Fauzan Khalid menambahkan, Keeksotisan Pulau Lombok tidak usah diragukan lagi bagi para traveler dari dalam dan luar negeri. ” Nanti akan banyakl atraksi seru. Di festival ini akan ada Rekor MURI dengan permainan Gendang Beleq di 100 sampan. Tahun ini kami juga coba gelar marathon internasional. Kami mengandalkan alam dan budaya,” kata dia.

Indahnya alam dan budaya di Lombok memberikan banyak potensi wisata. Luas wilayah Lombok Barat mencapai 1.050 km persegi, dan punya 193 km garis pantai yang kebanyakan berada di selatan.”Bahkan Senggigi tidak ada apa-apanya di bandingkan pantai di wilayah selatan,” kata Fauzan.

Fauzan mengatakan, wilayah selatan memiliki banyak potensi wisata yang belum terjamah. Di kawasan Sekotong ada Teluk Mekaki, ada 23 gili termasuk Gita Nada (Gili Tangkong, Gili Nanggu, Gili Sudak) kemudian Gili Kedis dan Gili Laya. Selain itu ada Bendungan Sesaot, Taman Narmada serta surfing di Bangko-Bangko. Senggigi sendiri merupakan tujuan wisata utama di Pulau Lombok berupa wilayah yang menghadap langsung ke pantai nan indah. di kawasan Senggigi ada objek wisata Pulau Gili Trawangan. ”Di sana Anda bisa bersnolking dan bersantai di tepi pantai menikmati keindahan pesisirnya,” ajak Bupati

Ribuan Warga Ramaikan Bulan Budaya Lombok Sumbawa

Mataram, NTB - Ribuan warga kota Mataram menghadiri pembukaan Bulan Budaya Lombok-Sumbawa 2016 yang dirangkai dengan pawai budaya, di Kota Mataram, Kamis.

Pembukaan Bulan Budaya Lombok-Sumbawa (BBLS) 2016 dilakukan Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin dihadiri Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kementerian Pariwisata Hesti Retno Astuti, Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh, Wakil Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana dan sejumlah pejabat instansi terkait di NTB.

Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin mengatakan saat ini pariwisata NTB sudah dikenal secara nasional dan dunia.

Bahkan, Pemerintah Provinsi NTB menargetkan di tahun 2016 jumlah kunjungan wisatawan mencapai 3 juta orang.

Untuk mendukung target 3 juta wisatawan itu, NTB, kata Muhammad Amin, perlu menata destinasi wisata agar lebih baik. Mulai dari sisi infrastruktur, kebudayaan, hingga kesenian yang dimiliki.

"Kita tahu jika dikelola serius dektor pariwisata mampu menggerakkan ekonomi, mendorong kesejahteraan masyarakat, membuka peluang kerja, dan dapat mengurangi angka kemiskinan, karena NTB masih tinggi angka kemiskinannya," kata Muhammad Amin.

Sementara Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kementerian Pariwisata Hesti Retno Astuti menyatakan Kementerian Pariwisata berkomitmen dan mengapresiasi bagi daerah yang menyelenggarakan kegiatan pariwisata.

Ia menjelaskan, kegiatan pariwisata, seperti BBLS 2016 semaksimal mungkin harus dikemas dengan baik, dipromosikan karena bisa mendatangkan wisatawan.

"Saat ini NTB menargetkan 3 juta wisatawan. Sementara secara nasional pemerintah menargetkan pada tahun ini bisa mendatangkan 12 juta wisatawan mancanegara," jelasnya.

Menurut dia, dengan target kunjungan wisatawan itu, NTB memiliki potensi yang sangat komplit dalam pariwisata, mulai wisata alam, kuliner, budaya, hingga kesenian. Terlebih lagi dengan wisata budayanya cukup kental, karena memiliki multi etnis dan masih terjaga pada akulturasi budaya asli.

"Ini perlu terus dipelihara, tetapi perlu juga untuk dikreasikan, karena tanpa ada sentuhan kreasi, maka tidak akan menarik," katanya.

Retno menambahkan, dalam menjaga itu, semua pihak harus terlibat. Terutama, pemerintah daerah, pelaku industri pariwisata, dan masyarakat.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata sangat mendukung pengembangan pariwisata NTB. Bahkan, NTB memiliki potensi wisata halal. Sehingga, bisa dijadikan daya tarik wisatawan.

"Karenanya pemerintah, pelaku industri pariwisata dan daerah harus bisa bersinergi untuk bisa meraih target 3 juta wisatawan itu," katanya.

Bulan Budaya Lombok Sumbawa akan Dimulai 18 Agustus

Kegiatan Bulan Budaya Lombok Sumbawa (BBLS) tahun 2016, akan resmi berlangsung mulai pekan depan. Kegiatan ini akan berlangsung mulai 18 Agustus hingga 16 September 2016.

Kegiatan yang mengusung tema "Melalui BBLS Menuju Masyarakat Sadar Budaya dan Lombok Sumbawa 3 juta wisatawan" ini, akan tersebar di 18 lokasi destinasi wisata Nusa Tenggara Barat.

"Nantinya akan ada di Senggigi, kita laksanakan Festival Senggigi, kemudian ada Presean di Narmada, 'paragliding' di Mantar, Sumbawa, di Tunak juga ada kegiatan Festival Tunak, dan masih banyak lagi di lokasi lainnya," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB H Lalu Moh Faozal.

Kegiatan yang kerap dilaksanakan tiap tahunnya ini, ucapnya, berbeda dengan kegiatan pada tahun-tahun sebelumnya. Jadi wisatawan dikatakannya bisa langsung menyaksikan berbagai macam kegiatan di lokasi yang mudah terjangkau oleh para wisatawan.

Terkait dengan kegiatan ini, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Nusa Tenggara Barat Gusti Lanang Patra, memberikan apresiasi kepada Disbudpar NTB yang sudah berani menyuguhkan kegiatan ini dengan variatif.

"Ada seminarnya, pagelaran, festival, pameran, pawai, ada juga yang sifatnya mengapresiasi kepada para tokoh-tokoh budaya kita dengan cara memberikannya sebuah penghargaan, itu menarik bagi para wisatawan," jelasnya.

Dengan begitu, pemerintah secara tidak langsung dilihatnya sudah mulai serius memperkenalkan wisata budayanya.

"Jadi tidak hanya dikenal sebagai wisata halal, tapi juga wisata budayanya, saya sangat mengapresiasi kegiatan ini, karena menurut saya, budaya itu penting dalam menarik wisatawan, daya saingnya juga begitu kuat dan tinggi," ujarnya.

Kilau Sumba Barat di Kancah Internasional

Sumba, NTB - Potensi Sumba Barat kian terdengar gaungnya di level internasional, pencapaian ini tentu dapat dijadikan ‘pemicu’ untuk kembali meningkatkan potensi pariwisata Indonesia secara menyeluruh.

Indonesia Timur, khususnya Pulau Sumba Barat dikenal dengan potensi wisata alamnya yang indah dengan pantai-pantainya yang eksotis. Itu sebabnya sajian panorama alam yang sempurna, dipadu dengan kentalnya budaya khas masyarakat adat setempat. Membuat para pengunjung tak ada hentinya berdecak kagum menikmati dashyatnya surga dunia ini.

Beberapa tahun belakangan pulau yang terkenal dengan permainan ketangkasan Pasola ini, menjadi sorotan sekaligus memikat banyak pelancong untuk datang berkunjung ke pulau cantik tersebut.

Menurut Kepala Bappeda Kabupaten Sumba Barat, Aloysius Seran kepada Koran Jakarta, antusiame wisatawan belakangan sangat tinggi. Pencapaian terbaik ada pada 2014. “Saya hitung-hitung kemarin peningkatan pengunjung dari tahun sebelumnya lebih dari 400 persen lebih,” tutur Aloysius, di Kementerian Pariwisata belum lama ini.

Selanjutnya untuk posisi wisatawan pada 2015, kurang lebih ada sekitar 13 ribu pengunjung, 9 ribu turis asing dan 4 ribu domestik. “Untuk tahun ini diperkirakan pengunjung akan kembali meningkat, karena pada November 2016 mendatang ada acara British Polo Day Sumba Island 2016, yang undangannya sudah tersebar di dunia,” sambung Aloysius.

Untuk memajukan sektor pariwisata, pemerintahan Sumba Barat tahun ini menggelontorkan dana sekitar 124 miliar rupiah untuk membangun infrastrukur wilayah. “Di dalamnya ada pembangunan jalan, irigasi, penataan kampung adat dan lain sebagainya. Semua itu kami lakukan untuk kepentingan memajukan pariwisata kami,” jelasnya.

Lebih lanjut, tidak hanya fokus memajukan wisata bahari saja, untuk wisata budaya sejak 2013 diakui Aloysius, juga tengah gencar ditingkatkan kualitasnya.

“Di sana ada regulasi, kampung adat tidak boleh beratap seng. Misal jika masyarakat tidak memiliki dana untuk mengganti atap alang pemda akan menyediakan anggaran untuk memperbaikinya. Satu rumah tradisional disediakan dana sekitar 25 juta meliputi perawatan fisik bangunan, yang semuanya tersebar di 25 kampung situs di Sumba Barat,” ungkap Aloysius.

Alam Sempurna

Melihat dari potensi pariwisata Sumba Barat, para traveler di sini tidak cuma dapat menikmati wisata bahari saja. Tetapi, kita juga dapat ‘menyelami’ indahnya kampung tradisional yang tersebar di wilayah ini.

Meski banyak dari wisatawan yang mengaku gemar diving dan berselancar di perairan Sumba Barat, tren menjelajah kampung tradisional juga mulai dilirik. Aloysius mengatakan, kedua sektor pariwisata ini belakangan merupakan andalan kabupaten Sumba Barat.

“Jika dilihat peminatnya hampir sama antara wisata bahari dan budaya. Apalagi eksotisme kampung adat juga sangat memikat, setiap kampung memiliki even tersendiri, dan puncaknya akan di gelar pada Oktober 2016,” jelas Aloysius.

Tidak sampai di situ, Aloysius menambahkan agar semua kekayaan khas Sumba Barat ini tetap terjaga, sejak dini anak-anak muda sudah diwajibkan terlibat dalam even-even budaya di Pulau Sumba.

“Seluruh masyarakat Sumba terlibat. Anak-anak dari tingkat pendidikan PAUD, SD, SMP kita libatkan, entah mereka menari tarian tradisional khas Sumba dan lain sebagainya, jadi regenerasi ke depan terhadap pelestarian budaya asli Sumba diharapkan bakal tetap terjaga,” katanya. ima/R-1

Dilirik Dunia

Sementara itu pencapaian terbesar untuk memajukan pariwisata Sumba ke kancah internasional pun sudah terbuka. Salah satu resort cantik bernama Nihiwatu, yang terletak di Desa Hobawawi, Wanukaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, terpilih sebagai hotel terbaik nomor satu dari ajang World’s Best Travel Awards 2016 pada awal Juli 2016. Nihiwatu mengalahkan deretan hotel bergengsi di AS, Selandia Baru, Australia, serta Ekuador dan Cile.

Menurut data yang dirilis Biro Hukum dan Komunikasi Publik, Kementerian Pariwisata, Nihiwatu meraih skor tertinggi 98,35 mengalahkan hotel-hotel bertaraf internasional. Di antaranya The Spectactor di Charleston, South Carolina 97,78 dan Huka Lodge di Taupe, New Zealand 97,65. Selain Nihiwatu, The St. Regis Bali Resort, Nusa Dua, Bali berada di peringkat 35 hotel terbaik dunia dengan skor 96,22.

Pencapaian ini tentu membawa dampak positif untuk pariwisata Indonesia ke depan. James McBride, Managing Partner Nihiwatu, menjelaskan penobatan ini merupakan sesuatu yang sangat membanggakan khususnya bagi masyarakat Kabupaten Sumba Barat.

Resort ini terpilih karena berhasil menjadi destinasi yang mengolaborasikan petualangan aktif, kemewahan, lengkap dengan unsur-unsur budaya lokal, dan pemandangan alam yang eksotis.

Lalu resort ini juga menerapkan konsep ekowisata, di mana para pengunjung tidak hanya diajak menjelajah alam, tetapi juga berbaur dengan masyarakat lokal, menikmati alam tanpa merusak, serta terlibat dalam konservasi alam.

“Kami berusaha memperluas pemahaman kami mengenai persepsi umum akan sebuah ‘resort surgawi’, dan kini telah menciptakan sebuah destinasi yang memiliki rekam jejak geografi yang kuat, dengan ruang gerak yang sangat luas, yang memungkinkan para tamu untuk berkelana di alam liar Pulau Sumba,” kata James.

Tidak cuma mengedepankan unsur bisnis saja, tetapi Nihiwatu juga memberdayakan masyarakat setempat dengan baik, sejauh ini 90 persen pekerjanya adalah orang lokal. Lalu para pengunjung resort ini, juga kerap diedukasi serta diajak untuk membantu komunitas lokal Sumba, melalui Sumba Foundation.

Kini, donatur terbesar lembaga tersebut adalah para tamu hotel, yang sekitar 70 persennya selalu kembali berkunjung. Setiap tahun, para tamu hotel itu bisa mengumpulkan hingga 700 dolar AS untuk dialokasikan di berbagai program pemberdayaan masyarkat. Seperti pembangunan mata air di desa, klinik kesehatan, malaria training center, dan program penanggulangan kelaparan.

Melihat kisah sukses Nihiwatu Resort, yang memberdayakan masyarakat lokal membuat Menteri Pariwisata Arief Yahya terispirasi untuk menerapkan konsep pengelola hotel serupa di Indonesia. Wisata berbasis alam, menyumbang sekitar 35 persen jumlah pengunjung, dan separuh diantaranya merupakan ecotourism.

“Nah, penghargaan ini merupakan contoh yang baik untuk ecotourism yang berlandaskan prinsip environment, community and economic (ECE). Saya dengar 90 persen pekerjanya adalah warga lokal, dan tetap menjaga kelestarian alam. Sustainable tourism itu semakin dilestarikan semakin mensejahterakan. Ini bisa jadi model bagi hotel lainnya,” pungkas Arief.


Mengenal Kehidupan & Tradisi Menikah Suku Sasambo di NTB

Mataram, NTB - Provinsi NTB di Lombok didiami oleh tiga suku berbeda, yakni Sasak, Samawa dan Mbojo yang biasa didingkat Sasambo. Mereka pun punya tradisi menikah yang unik.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 1.340 suku menurut sensus penduduk tahun 2010. Suku tersebut tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Tidak sedikit juga di suatu daerah di Indonesia terdapat lebih dari satu suku. Misalnya saja di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang memiliki tiga suku yaitu Sasak, Samawa, dan Mbojo.

Ketiga suku tersebut tersebar di Pulau Lombok dan ada juga yang terdapat di Pulau Sumbawa. Untuk di Pulau Lombok itu didiami oleh suku Sasak. Sementara untuk Pulau Sumbawa didiami oleh Samawa dan Mbojo. Ketiganya sering disingkat sasambo (Sasak, Samawa, dan Mbojo).

"NTB itu banyak banget kekayaan budayanya. Orang-orang NTB saja punya tiga bahasa yang beda. Bahasa Sasak itu untuk masyarakat suku sasak di Lombok, samawa itu untuk di Sumbawa dan Sumbawa Barat, serta Nggahi Mbojo di Bima dan Dompu," kata Kabid Disbudpar NTB, Siti Alfiah di Kantor Disbudpar, Jalan Langko, Mataram, NTB, Jumat (27/5/2016).

Salah satu tradisi pendewasaan anak di Sumbawa (dok. Disbudpar NTB)

Dari ketiga suku tersebut ada suatu tradisi yang masih tampak. Dan itu bisa dilihat dari saat masyarakat NTB masih dalam kandungan, baru dilahirkan, bayi, anak-anak, hingga masyarakat khususnya wanita mengandung kembali.

"Tradisinya terkadang ada yang mirip di antara suku satu dan suku yang lain. Misal tradisi tujuh bulanan antara suku Mbojo dan Samawa. Itu di Mbojo ada namanya peta kapanca, Samawa ada barodak, Mbojo ada kiri lako, mereka itu punya keunikan sendiri," lanjutnya.

Namun ternyata yang membedakan adalah dari segi pernikahan. Bila di suku Sasak, pernikahan tidak diawali dengan lamaran, tetapi di Sumbawa diawali dengan lamaran.

Cadar yang menandakan status wanita di Sumbawa (dok. Disbudpar NTB)

Meski di suku sasak tidak ada lamaran, namun suku sasak mengenal merariq atau proses pra nikah dengan cara mengambil gadis idamannya.

"Jadi dia menculik, si pria menculik wanitanya itu untuk mengalihkan perhatian orang tua dan keluarganya. Sebenarnya tujuannya satu yaitu menikah," ucap Alfi.

Suku Sasak menganggap hal itu bukanlah suatu pelanggaran, melainkan suatu sikap ksatria bagi seorang pria Sasak. Pria Sasak dan gadis Sasak sama-sama sepakat untuk lari. Bila sudah berhasil tidak akan ada istilah untuk gadis Sasak dipulangkan kembali.

"Bila dipulangkan ya artinya merendahkan martabat keluarga sang gadis dan bisa panjang urusannya," tuturnya.

Selain di suku Sasak, di suku Samawa dan Mbojo juga mengenal merari. Namun merari ini beda dengan merariq di suku Sasak. Karena kedua suku ini mempunyai adat lamaran, maka merari ini diartikan sebagai kawin lari.

Budaya berkuda di Sumbawa (dok. Disbudpar NTB)

Merari terjadi di suku Samawa dan Mbojo dikarenakan salah satu pihak keluarga tidak menyetujui hubungan anak-anak mereka. Adat Samawa dan Mbojo tidak mengenal merari.

"Ya karena itu melanggar aturan adat. Yang ada hanya melamar. Kalau di Mbojo kawin lari namanya londo lha," jelas Alfi.

Kehidupan dan tradisi suku di NTB ini rata-rata kental akan nilai-nilai filosofi, aspek religius, semangat gotong royong serta keindahannya. Dan terkadang dalam beberapa hal, nilai-nilai tersebut mengalami modifikasi seiring dengan perkembangan zaman.

Kembangkan Wisata Halal, NTB Buka Diklat Budaya Arab

Mataram, NTB - Sebanyak 50 pemandu wisata mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) kepemanduan Wisata Budaya dan Bahasa Arab di Mataram, Jumat, 13 Mei 2016. Peserta adalah mantan tenaga kerja yang pernah bekerja di Timur Tengah dan santri pondok pesantren di Lombok. Diklat ini baru pertama kali diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata sehubungan dengan pengembangan wisata berlabel halal.

Selama enam hari, selain materi dasar kepariwisataan karena sebagian belum resmi menjadi pemandu wisata, disajikan materi kebudayaan dan kesenian Lombok serta peraturan daerah (perda) Nusa Tenggara Barat tentang Pariwisata Halal. Para peserta juga akan mendapatkan materi pengenalan budaya dan adat istiadat Arab.

Menurut Asisten Deputi Pengembangan Sumber Daya Manusia Kepariwisataan Wisnu Bawa Tarunajaya, diklat ini baru pertama kali diselenggarakan. “Ini yang pertama untuk pemandu wisata halal,” kata Wisnu.

Salah seorang peserta adalah bekas TKI di Arab Saudi, Haji Abdurahman, 42 tahun, asal Pringgarata, Lombok Tengah. Selama lima tahun ia bekerja sebagai sopir membantu agen perjalanan YURI milik saudaranya di Narmada, Lombok Barat. “Setelah pulang dari Saudi, sudah ikut melayani wisatawan dari sana.”

Sedangkan Sadiq dari Bidy Tour, yang juga bisa berbahasa Arab karena banyak menangani wisatawan Timur Tengah, mengingatkan adanya keperluan tempat makan tertutup. “Perempuan asal Arab Saudi kan bercadar. Kalau makan harus membuka cadarnya,” kata Sadiq.

Tradisi Tenun Sumbawa Perkokoh Ketahanan Budaya Bangsa

Sumbawa, NTB - Di wilayah Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, ada satu budaya yang hingga kini masih terus dilestarikan. Budaya tersebut adalah menenun.

Uniknya, terdapat makna filosofi di setiap motif tenun khas Sumbawa. Di antaranya, ada motif Kemangi Setangi yang melambangkan keindahan dan kemakmuran. Ada pula motif Lonto Engal yang melambangkan persatuan dan ikatan silaturahmi. Motif Perahu yang melambangkan kesejahteraan. Dan ada juga motif Ayam Jago yang melambangkan kejantanan dan disiplin.

Seiring dengan perkembangan zaman, hasil karya tenun Sumbawa pun mengalami modifikasi, dan banyak pula digunakan sebagai pakaian sehari-hari masyarakat Sumbawa, serta di berbagai kegiatan sosial masyarakat. Namun demikian, umumnya pakaian tenun digunakan dalam berbagai upacara, seperti: acara nyorong, barodak prapanca, upacara lamaran, malam midodareni, pernikahan, hingga acara penobatan sultan.

Direktur Utama LLP KUKM, Ahmad Zabadi, bersama dengan salah satu desainer terkenal Indonesia Samuel Wattimena, yang juga merupakan Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM, bertukar pikiran dengan para pengrajin tenun di Sumbawa. Para pengrajin tersebut di antaranya yang berasal dari desa Poto, desa Semeri, desa Singu, desa Senampar, desa Dalam, dan juga Desa Pamulung. Sebenarnya, hampir seluruh desa di Pulau Sumbawa terdapat pengrajin tenun di dalamnya.

Kepada redaksi (Sabtu, 7/5), Zabadi menegaskan tenun adalah karya budaya yang bersifat superorganik artinya kebudayaan diwariskan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan akan hidup terus menerus meskipun anggota masyarakat silih berganti. Namun akhir-akhir ini karya budaya Indonesoa sering diakui oleh bangsa lain. Untuk itu peranan budaya lokal sangat penting dalam memperkokoh ketahanan budaya bangsa.

Artinya masyarakat Sumbawa harus melestarikan budayanya sendiri agar dapat melestarian tradisi menenun sekaligus meningkatkan nilai ekonominya, sehingga produk tenunnya diterima pasar.

Pawai Rimpu Hiasi Puncak Acara Festival Pesona Tambora

Dompu, NTB - Puncak acara Festival Pesona Tambora (FTP) yang dihelat di desa Doro Ncanga, Kecamatan Pekat, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) berlangsung meriah.

Berbagai kesenian dan adat budaya masyarakat Dompu ditampilkan pada puncak perhelatan tersebut. Sejak awal acara ini digelar dengan melibatkan penuh seluruh elemen masyarakat setempat.

Sehari sebelum puncak acara digelar, yakni pada Jumat 15/4/2016, pemerintah daerah Dompu menggelar pawai Rimpu yang diikuti lebih dari 500 wanita yang terdiri dari kaum ibu dan para gadis yang berpakaian adat Rimpu.

Suasana Desa Doro Ncanga pun berubah drastis. Tampak riuh dan penuh warna warni yang terpancar dari pakaian adat Rimpu.

Rimpu merupakan pakaian adat yang terdiri dari dua lembar sarung tenunan motif khusus masyarakat setempat yang disebut "Tembe Nggoli". Pakaian tersebut digunakan sebagai penutup badan dan hanya dikenakan oleh wanita.

Ada yang unik dari Rimpu yaitu, cara pengenaan yang berbeda bagi wanita yang sudah pernah menikah dan yang masih gadis. Khusus buat wanita yang sudah menikah ataupun yang janda, mereka menutup seluruh bagian badan kecuali wajah. Biasanya disebut Rimpu Colo.

Namun, jika Rimpu tersebut dikenakan oleh gadis, maka diharuskan menutup seluruh bagian badan termasuk wajah kecuali mata seperti menggunakan cadar. Biasa disebut Rimpu Mpida.

Salah seorang peserta pawai, Riana (35) tahun menuturkan, penggunaan Rimpu yang berbeda dan berdasarkan status tersebut merupakan bagian dari adat istiadat Dompu.

Fungsinya untuk membedakan mana perempuan yang sudah menikah dan yang masih gadis jika ada pria yang hendak mempersunting seorang wanita.

"Penggunaan Rimpu ini mempermudah untuk mengenali para wanita yang masih gadis atau yang sudah menjanda," kata Riana.

Meski demikian, seiring perkembangan zaman rupanya tradisi adat istiadat Rimpu saat ini mungkin hanya sebagai simbol tradisi Dompu.

Sebab, jika berkunjung ke daerah Dompu, hampir tak ditemukan wanita yang masih mengenakan Rimpu seperti aslinya kecuali pada acara tertentu.

NTB Gelar Festival Pesona Tambora

Mataram, NTB - Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar Festival Pesona Tambora tahun 2016 untuk memperingati 201 tahun Gunung Tambora meletus. Pembukaan Festival ditandai dengan Opening Ceremony Festival Pesona Tambora, Sabtu (10/4/2016).

Acara ini diselenggarakan di halaman kantor gubernur NTB dan dimeriahkan oleh artis-artis Ibu Kota.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB Lalu M Faozal mengatakan, acara ini diharapkan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Sumbawa dan NTB.

"Opening ceremony dari rangkaian kegiatan Festival Tambora 2016 sebagai kelanjutan dari sukses Tambora Menyapa Dunia tahun 2015," kata Faozal.

Rangkaian acara Festival Pesona Tambora diselenggarakan di Mataram, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, dan Kota Bima.

Asisten Deputi Sekmen Pasar Personal Kementerian Pariwisata Reseno Arya mengatakan, kegiatan Festival Pesona Tambora merupakan komitmen dari Kementerian Pariwisata bekerja sama dengan Grup Kompas dan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat.

"Nanti tanggal 11-16 April 2016 akan ada Festival Pesona Tambora," kata Reseno.

Festival ini diharapkan akan mendatangkan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. "Semoga apa yang menjadi cita-cita kita 20 juta wisman dan 260 juta wisnus dapat kita capai," kata Reseno.

Wakil Gubernur NTB M Amin mengatakan, 10 kabupaten dan kota di NTB masing-masing memiliki potensi pariwisata. Ia berharap kepada seluruh kepala daerah untuk memaksimalkan potensi yang ada di daerah.

"Terbukti industri pariwisata ini, menyumbangkan kontrisbusi yang akan mengantarkan warga ke tingkat kesejahteraan dan pengurangan angka kemiskinan," kata Amin.

Acara pada Festival Pesona Tambora 2016 yakni Tambora Running (Ultra Run 320 km & 100 km, Tambora Ultra 50 km & 25 km), Tambora Bike Event, Tambora Festival, Pulau Satonda (Tambora Literary dan Film Festival), pameran seni rupa, dan instalasi art-arche di Galeri Seni Satonda, dan Ritus Budaya Tamboraman.

Wisatawan Mancanegara Turut Beradu Nyali di Peresean

Lombok, NTB - Puncak tradisi Bau Nyale (menangkap cacing laut) di Lombok, baru digelar 27-28 Februari 2016 mendatang. Tapi gelegarnya sudah mulai terasa saat ini. Rangkaian perhelatan seni ada ketangkasan Peresean yang digelar selama empat hari, 23-26 Februari 2016.

Lokasi yang dipilih, Pantai Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng). Bule pun ikutan adu nyali di even adu ketangkasan ini.Ya, tradisi Peresan ini memang banyak diminati turis-turis bule. Dengan bertelanjang dada. Wisatawan mancanegara yang datang berwisata tak ragu menggunakan pecutan atau rotan untuk adu pukul dengan lawannya.

Bule-bule ini menggunakan perisai sebagai pelindung yang terbuat dari kulit kerbau tebal. Mirip-mirip seperti gladiator di Italia.“Banyak bule yang tertantang untuk ambil bagian memeriahkan Peresean. Semua happy meski setelah itu badannya memar,” ungkap Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) NTB, Moh. Faozal.

Dari paparan Faozal, bule-bule yang ambil bagian ini datang dari berbagai negara. Ada yang dari Kanada, Selandia Baru, Australia hingga Inggris. Semua bangga saat didandani seperti Pepadu – sebutan untuk petarung Peresean.

“Sebelum bertanding bule-bule yang hadir juga ikut berjoget. Saat gending ditabuh makin kencang, gerakan-gerakan menari mereka mirip Pepadu yang sedang saling mengejek. Atraksinya ini banyak mengundang perhatian yang ada di Pantai Kuta,” tambahnya.

Walaupun penuh dengan unsur kekerasan, Peresean tetap akan dilestarikan Pemprov NTB. Alasannya simpel. Di balik kekerasan tadi, ada tujuan untuk silaturahmi, persahabatan dan sportivitas.

Para pepadu tidak menaruh dendam di luar pertarungan karena filosofi dari tradisi ini yaitu bukan mencari lawan, melainkan mencari teman atau saudara.“Ini jadi daya tarik yang luar biasa bagi wisatawan. Kegiatan-kegiatan seni dan budaya seperti ini, akan dilaksanakan secara kontinyu,” ungkapnya.

Peresean kali ini, kata Faozal, sengaja dipusatkan di Pantai Kuta atau yang di masyarakat sekitar dikenal dengan Pantai Senek untuk memperluas lokasi keramaian Bau Nyale. Selama ini hanya digelar di Pantai Seger.

Lokasi yang terbatas, akhirnya penonton pun cukup kerepotan menyaksikan.Sementara di Pantai Kuta, tempatnya lebih luas. Para wisatawan yang menginap bisa langsung menonton. Cukup jalan kaki. Wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara yang kebetulan liburan ke Pantai Kuta juga bisa menyaksikan.

Keunikan Tradisi Menangkap “Nyale” dan Pasola di Sumba Barat

Sumba, NTB - Sejak pagi hari masyarakat Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), telah mengadakan rangkaian tradisi adat Bau Nyale, pada Selasa (2/2/2016). Tradisi tersebut merupakan kegiatan menangkap cacing laut yang hanya ada satu tahun sekali di daerah tersebut.

Kemudian di siang harinya dilanjut kegiatan Pasola, yaitu bertarung saling melemparkan tombak kayu dengan mengendarai kuda.

Seperti yang disampaikan oleh Sekertaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumba Barat, Annisa Umar, saat dihubungi KompasTravel Senin (1/2/2016) sore. “Benar, besok (hari ini), Selasa 2 Februari diadakannya Bau Nyale dan Pasola,” kata Annisa.

Bau Nyale sendiri diadakan mulai pagi hari di Kecamatan Lamboya. Warga yang berbondong-bondong ke sekitar pantai untuk menangkap nyale yang merupakan cacing laut. Sedangkan pada siang harinya diikuti tradisi Pasola sebagai permohonan restu kepada Sang Dewa.

Tradisi Bau Nyale berarti menangkap nyale, si cacing laut, telah diadakan sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Menangkap cacing langka ini merupakan tradisi, karena selain cacing yang hanya keluar satu tahun sekali di daerah tersebut, cacing ini pun bermakna kesuburan bagi masyarakat Sumba Barat.

Nyale bukan hanya sekadar cacing bagi masyrakat Sumba Barat, selain sebagai sumber makanan dan kesuburan, nyale dapat menggambarkan panen warga. Perkiraan panen langsung tergambar pada warna nyale yang keluar pada saat penangkapan.

Menurut kepercayaan penduduk setempat, panen akan melimpah apabila nyale yang keluar berwarna lengkap, yaitu putih, hitam, hijau, kuning dan coklat. Warna itu juga menentukan pula banyak sedikitnya hujan yang akan turun ketika bertanam.

Semakin banyak nyale yang keluar menandakan semakin subur dan melimpah pula hasil panen. Namun, terkadang nyale tidak keluar sama sekali ketika penangkapan, seperti pada tahun 2015.

Ini terjadi karena waktu penangkapan yang tidak tepat, karena perhitungannya sendiri biasanya menggunakan musyawarah para petinggi adat. Maka dari itu jika tidak keluar pada satu waktu, biasanya dilakukan kembali penangkapan nyale tersebut.

Setelah pulang dengan membawa banyak nyale, masyarakat Sumba Barat melakukan perayaan rasa sukur terhadap panen yang melimpah. Ini disebut tradisi Pasola, yang berasal dari kata “sola” yaitu tombak menurut bahas lokal, berawalan “pa” menjadikannya berarti permainan tombak.

Pasola juga merupakan rangkaian adat yang berkaitan dengan panen masyarakat. Di mana pemuda-pemuda desa saling menombak kubu lawannya dengan mengendarai kuda asal sumba.

Dengan menggunakan kain tenun khas di kepalanya, mereka dengan cekatan melemparkan kayu panjang berujung tumpul ke kubu lawan.

Tak jarang kayu tersebut melukai lawannya, tapi justru ini yang dinantikan. Setiap darah yang keluar dalam tradisi ini dipersembahkan kepada dewa bumi yang memberikan kesuburan bagi panen masyarakat selama setahun ke depan.

Walau demikian, para petarung Pasola tidak pernah dendam atau dihukum setelah melukai lawannya. Semua kembali pada keadaan semula dengan damai.

Selain sebagai rasa syukur dan permohonan kesuburan, Pasola juga mempunyai kisah adat yang membalutnya. Yaitu tentang kisah cinta segitiga sang pemuka adat Umbu Dulla dengan istrinya Rabu Kabba yang menikah lagi dengan Teda setelah mendapat kabar burung, bahwa suaminya meninggal di perjalanan.

Core Event Bau Nyale Ditetapkan 28 Februari

Lombok, NTB - Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah menetapkan acara puncak core event “Bau Nyale” tahun 2016 dilaksanakan tanggal 28 Februari mendatang. Penetapan tersebut berdasarkan rapat penentuan kemunculan “putrid nyale” bersama jajaran pemerintah daerah bersama para pemangku empat penjuru mata angin yang selama ini bertugas mencari tanggal penangkapan nyale.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah, H. Lalu Putria menjelaskan, berdasarkan hasil sangkep warige (rapat penentuan puncak Bau Nyale) tahun 2016 di Bencingah Adiguna Praya, Rabu (6/1/2016) sekitar pukul 10.00 Wita, acara puncak Bau Nyale jatuh pada malam minggu tanggal 28 Februari 2016.

“Acara puncak dipusatkan di Pantai Seger Desa Kute Kecamatan Pujut,” ungkap Kadis Budpar Lombok Tengah, H. Lalu Putria saat memimpin Sangkep Warige tersebut.

Beberapa tokoh budayawan yang ikut dalam Sangkep Warige tersebut diantaranya Lalu Murdi. Menurutnya, hasil penerawangan dan ritual yang sudah dilakukannya serta berdasarkan posisi bintang yang dapat dilihat dengan mata telanjang, Nyale akan keluar pada tanggal 27-28 Februari 2016.

Tokoh budayawan lain yakni Saladin berpendapat, puncak Bau Nyale akan jatuh pada tanggal 28-29 Februari. Sedangkan pendapat dari tokoh budayawan Lalu Budiman, puncak Bau Nyale tahun ini akan jatuh pada 28 Februari, dan tokoh budayawan Lalu Sar’i Bayan menyebutkan puncak Bau Nyale akan jatuh pada tanggal 28-29 Februari. Demikian pula dengan budayawan Lalu Badarudin menyebutkan, puncak Bau Nyale jatuh pada tanggal 27-28 Februari.

“Dari hasil kesepakatan para pemangku dan tokoh budayawan, Sangkep Warige puncak Bau Nyale ditetapkan tanggal 28 Februrai 2016 ,” tegasnya Putria.

Putria menambahkan, sebelum para pemangku empat penjuru mata angin ini menentukan kemunculan putri nyale dalam jelmaan cacing laut, para pemangku adat terlebih dahulu melakukan ritual dengan melihat tanda-tanda alam seperti ujan genter, bintang, suara tengkerek, dan bunyi gemuruh air laut di pantai seger.

Untuk memeriahkan perayaan Core Even Bau Nyale tahun 2016 ini, pemerintah daerah telah menyiapkan beberapa kegiatan diantaranya bersih pantai, presean, Pemilihan Putri Mandalika, Parade Budaya, Pentas Seni Tradisional, Pertujukan Wayang Kulit dan kegiatan lainnya.

“Acara malam puncak core Even Bau Nyale akan dimeriahkan oleh Drama Kolosal Legenda Putri Bau Nyale yang telah dinobatkan oleh pemerintah sebagai Ritual terunik Se-Asean,” jelas Putria.

Lalu Putria menambahkan, kegiatan Bau Nyale ini akan mendapat dukungan dari pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan pemerintah pusat. Sebab, adanya core even Bau Nyale ini diharapkan bisa meningkatkan kemajuan parawisata di Lombok Tengah dan umumnya di NTB.

Terpisah, Penjabat Bupati Lombok Tengah Ibnu Salim meminta kepada Kepala SKPD untuk lebih intens lagi melakukan komunikasi dan koordinasi khususnya yang menyangkut kesuksesan pesta Bau Nyale tahun 2016.

“Leading sektor terkait silakan berkoordinasi lebih intens, baik soal perijinan maupun keamanan serta hal-hal lain yang dapat menghambat proses kegiatan tahunan ini,” tegas Ibnu Salim kepada wartawan usai memimpin rapat pimpinan di Rupatama Kantor Bupati Lombok Tengah, Kamis (7/1/2016).

Demikian pula kepada seluruh jurnalis yang melakukan kegiatan peliputan di daerah ini diharapkan lebih gencar lagi melakukan promosi kegiatan Bau Nyale agar lebih cepat diketahui masyarakat, termasuk wisatawan nusantara maupun mancanegara.

BPPD NTB: Tradisi “Kembuli” di Lombok Timur Harus Dilestarikan

Lombok, NTB - Anggota Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Hassanudin menjelaskan, tradisi “Kembuli” yang setiap tahun diadakan oleh masyarakat Desa Rempung Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur harus tetap dilestarikan karena tersimpan nilai sejarah yang rwligius dan bermanfaat bagi pengetahuan pariwisata.

"Itu tradisi bersejarah, jangan sampai hilang," kata Lalu Hasanuddin.

Seperti diketahui, warga desa Rempung Kecamatan Pringgasela berkumpul memadati pusat desa dan menggelar acara tradisi tahunan yaitu pawai Kembuli, untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW.

Pawai “Kembuli” merupakan tradisi unik dengan menampilkan beberapa miniatur yang identik dengan Islam seperti masjid, Alquran raksasa, dan Musholla. Miniatur tersebut kemudian dihiasi dengan beberapa lembar uang kertas, hasil tanam dan jajanan tradisional khas warga setempat.

Miniatur yang telah dihias tersebut kemudian diarak ke setiap ruas jalan yang ada di desa sambil disaksikan oleh seluruh warga yang saat itu berkumpul dalam perayaan maulid ini. Sambil diarak, warga sesekali meletakkan aneka jajan ke dalam miniatur tersebut.

Keunikan dari Kembuli ini terletak pada cara mengaraknya yang tetap dilestarikan oleh masyarakat setempat. Setiap kembuli harus diarak dengan cara dipikul, tidak boleh didorong ataupun diletakkan diatas kendaraan.

Menurut sejarah yang berhasil dihimpun dari desa setempat, Kembuli berasal dari dua kosa kata, yaitu "Kembul" dan "Li". Kembul berarti berkumpul bersama-sama sedangkan Li berarti Kembali.

"Jadi filosofi Kembuli ini adalah warga bisa berkumpul kembali setelah lama tidak berkumpul," papar Kepala Desa Rempung, Umair Ubaid.

Umar menjelaskan, pawai Kembuli ini telah diadakan sejak berpuluh puluh tahun yang lalu atau sejak adanya orang yang tinggal di desa ini yaitu tahun 1913. Kemudian pawai ini diselenggarakan secara rutin setiap Maulid Nabi sekaligus membumikan tradisi lama agar tidak hilang.

"Tradisi ini tetap kami selenggarakan sebagai wujud kegembiraan kami, karena bisa berkumpul kembali melaksanakan tradisi yang dibawa oleh nenek moyang kami sekaligus meningkatkan kreatifitas para pemuda yang ada di desa ini," tutup dia.

Usai diarak, seluruh isi Kembuli yang berupa jajan tradisional disumbangkan ke masjid untuk disantap beramai-ramai oleh warga yang sedang melaksanakan pengajian. Sedangkan lembaran-lembaran uang kertas dijadikan sebagai sumbangan pembangunan masjid.

Untuk melestarikan budaya rakyat tersebut, kata Lalu Hasanuddin, pemerintah desa maupun pemerintah daerah melalui instansi terkait harus mendukung perayaan tahunan rakyat tersebut untuk menambah kekayaan wisata adat sekaligus reliji di daerah ini.

Ada Kawin Culik dan Kawin Lari di Lombok

Lombok, NTB - Apa beda kawin culik dan kawin lari? Jika datang ke Lombok, coba tanya orang Sasak, suku asli Lombok, maka akan ada kisah panjang tentang proses pernikahan mereka yang membedakannya. Orang Sasak, atau juga kebanyakan masyarakat Lombok, memiliki proses pernikahan menarik, kabur sebelum menikah.

Calon suami akan membawa lari calon istrinya, menyembunyikannya beberapa hari baru menikahinya. Menariknya, proses kabur sebelum menikah ini terdiri dari dua macam: lari bersama atau diculik. Bedanya?

"Kalau kawin lari itu suka sama suka, kalau kawin culik, pihak laki-laki saja yang suka," terang Pemandu di Kampung Adat Sade, Lombok Tengah, Lombok (Rabu, 11/11/2015).

"Kadang sedang jalan pulang, bersama ibunya, bisa dia tiba-tiba ditarik dan diculik, bahkan sampai nangis-nangis," kisah Salem.

Setelah itu pihak pria harus memberitahu keluarganya. Pihak keluarga pria kemudian akan memberitahu pihak keluarga perempuan bahwa anaknya telah diculik atau dibawa lari. Proses pemberitahuan ini beda-beda.

Di daerah Sembalun, Lombok Timur, pihak keluarga melapor ke kepala dusun. Berikutnya kepala dusun yang akan menyampaikan pada pihak keluarga perempuan. Sementara di Kampung Adat Sade, jika yang menikah sesama warga Sade, maka keluarga pria akan memberitahu langsung.

Tetapi jika itu kawin lari, dan sang gadis lari dengan pria dari luar Kampung Adat Sade, maka keluarga pria dan perwakilannya harus menunggu di pintu masuk desa, hingga mendapat izin dari kepala adat.

"Kalau dibawa lari oleh orang dari Jakarta misalnya, biasanya yang menghadap di sini itu perwakilan yang ada di sini saja, seperti teman calon suami juga bisa menghadap," tutur Salem.

Bagi orang Sasak, jika sudah kabur atau terculik, suka tak suka, cinta tak cinta, akan dikawinkan. Kedua pihak keluarga harus menjalani proses berikutnya yakni nyelabar, rebak pepucuk, dan mesajentik. Ketiganya merupakan proses permintaan izin menikah dari keluarga pihak pria ke pihak perempuan yang dapat berlangsung paling lambat tiga hari.

Mengapa harus kabur?

Pemandu freelance Andi Eka Karia mengisahkan sebuah mitos pada KompasTravel. Konon, dulu di Lombok ada seorang raja dengan putri yang sangat cantik. Saking cantiknya, semua pria suka padanya dan berlomba-lomba melamarnya.

Maka sang Raja mendirikan sebuah kamar dengan sistem penjagaan yang sangat ketat. Lalu raja memberi tantangan, "Barangsiapa berhasil menculik putriku, akan kunikahkan dia dengan putriku," terang Eka yang juga penduduk Mataram menirukan suara raja.

Dari situ, pria-pria Lombok memiliki kebanggaan jika berhasil menculik orang yang dicintainya. Maka, jika sudah berhasil terculik, pihak keluarga perempuan harus rela anaknya dinikahkan dengan sang penculik.

"Makanya di sini (Kampung Adat Sade) satu cewek pacarnya bisa sampai delapan, karena tidak ada istilah pacaran atau PDKT, siapa cepat menculik atau mengajak kabur ya jadi," ujar Salem.

Saat KompasTravel masuk ke Bale Tani (salah satu rumah tradisional di Sade), ruang pertama langsung terisi oleh kasur bertingkat tempat orang tua tidur. Kasur ada di sebelah tangga menuju lantai dua. Di lantai dua ada dapur, di sebelahnya terdapat kamar kecil dengan satu kasur dan selimut.

"Kamar kecil di sebelah dapur itu kamar gadis, diletakan paling belakang agar tidak mudah diculik anaknya," jelas Salem.

Majukan Budaya Demi Masa Depan NTB

Lombok, NTB - Seni merupakan wadah untuk membangun sekaligus memperkenalkan identitas daerah dan masyarakat. Identitas yang menciptakan perasaan kebersamaan dan meningkatkan kebanggaan. Maka, memajukan seni budaya lokal artinya meningkatkan persatuan dan semangat kebersamaan yang pada akhirnya meningkatkan daya saing daerah Nusa Tenggara Barat

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua TP PKK, Hj. Erica Zainul Majdi dalam acara silahturahmi yang dengan tokoh-tokoh budaya NTB di Pendopo Gubernur. "Tegaskan kembali identitas kesenian kita, sebagai bentuk kekhususan karakter,” katanya.

Sebagai tindak lanjut dari usaha membangun budaya, Hj. Erica Zainul Majdi mengajak para seniman untuk menggandeng pemerintah lewat komunikasi konstruktif supaya memberikan ruang kebijakan yang dapat memberikan nafas kehidupan bagi budaya NTB.

"Kita ciptakan gerakan untuk meminta ruang dalam kebijakan pemerintah untuk mengakomodir budaya dan semiman NTB,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Kesenian NTB, Kongso Sukoco menjelaskan bahwa budaya memiliki peran penting dalam menciptakan kemajuan bagi daerah serta meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia NTB.

Pertemuan berlangsung penuh keakraban dan diselingi canda tawa. Hadir pula dalam silahturahmi tersebut maestro kesenian Cupak Gurantang, Yusuf dan tokoh-tokoh budaya lainnya.

Tari Peresean, Bukti Kejantanan Pria Suku Sasak di Lombok

Lombok Tengah, NTB - Banyak cara yang dilakukan pria untuk membuktikan kejantanan. Bagi pria Suku Sasak, melakukan Tari Peresean adalah caranya. Dua orang petarung baku pukul, membuktikan diri siapa yang paling jantan di antara mereka.

Tari ini disuguhkan kepada pengunjung yang datang untuk menghormati tamu sekaligus memperkenalkan seni tari khas Suku Sasak.

"Tari Peresean ini biasanya dilakukan oleh para pria Suku Sasak untuk melatih kejantanan. Tapi bisa juga untuk meminta hujan. Tergantung niatnya," kata Hariyadi, pemandu yang menemani detikTravel berkeliling desa Sade beberapa waktu lalu.

Tari Peresean dilakukan oleh dua orang pria Suku Sasak yang sudah dewasa. Kedua petarung ini dipersenjatai dengan tongkat pemukul yang terbuat dari bilah rotan. Untuk melindungi tubuh, para petarung yang disebut pepadu akan menggunakan tameng yang terbuat dari kulit kerbau yang cukup tebal. Perisai ini disebut dengan Ende.

Selain kedua pepadu, ada juga wasit yang disebut sebagai pakembar. Jumlahnya dua orang juga, yaitu Pakembar Sedi (wasit pinggir) dan Pakembar Teqaq (wasit tengah). Fungsi wasit ini adalah untuk mengawasi jalannya pertandingan, termasuk memisahkan kedua pepadu apabila pertarungan berjalan terlalu serius. Pakembar juga bertugas memeriksa kesanggupan para pepadu untuk melanjutkan pertarungan, serta memilih petarung dari kerumunan penonton.

Biasanya Tari Peresean akan dihentikan apabila salah satu dari kedua petarung berdarah atau menyatakan kalah. Namun berhubung kali ini hanya untuk menyambut tamu dan mengenalkan seni tari tradisional asli Suku Sasak, pertarungan akan dihentikan apabila wasit pertandingan menyatakan waktu pertarungan telah usai.

"Tradisi ini sudah lama dilakukan oleh para Pria suku Sasak. Sejak abad ke-13, sejak zaman nenek moyang kita dulu. Pria suku Sasak akan dianggap jantan apabila menang tarung Peresean," tutur Hariyadi.

Tradisi Peresean sudah berlangsung secara turun temurun hingga sekarang. Masyarakat setempat pun menganggap tari ini cukup keramat dan tidak bisa dilakukan sembarangan. Tari Paresean harus dilakukan oleh pria suku Sasak yang sudah cukup umur. Pepadu alias petarung dipilih oleh para Pakembar secara acak dari kerumunan penonton.

Selama tari Peresean berlangsung, akan diiringi dengan musik gamelan khas dari Lombok. Bunyinya begitu menghipnotis, penonton seakan dibuat larut dalam suasana pertarungan. Jantung pun dibuat berdegup kencang saat melihat kedua pepadu adu pukul dengan tongkat rotan.

Praakk.. Prakk.. Kedua Pepadu saling pukul dan tangkis dengan tameng yang dibawanya. Seru bercampur ngeri!

Uniknya, setelah tarung Peresean usai para pepadu yang sebelumnya tampak adu pukul, langsung berpelukan dengan lawannya. Ini menandakan pertarungan telah selesai dan tidak ada dendam yang dibawa di luar arena pertandingan. Satu hal yang patut dicontoh oleh generasi muda, jangan jadi generasi yang pendendam.

Penutupan Bulan Budaya Lombok Sumbawa Pukau Turis Asing

Lombok, NTB - Setelah digelar sebulan, sejak 16 Agustus 2015 lalu, acara tahunan Bulan Budaya Lombok-Sumbawa (BBLS) ditutup dengan meriah dan manis, di Pantai Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat, semalam (17/9/2015). Berbagai tarian dan nyanyian khas Lombok dikemas apik dan menyedot perhatian wisatawan lokal dan asing yang bersantai di pantai.

Mereka tak bergeming hingga akhir acara dengan mengabadikan lewat video dan foto. Seperti wisatawan asal Belgia, Thomas (23 tahun) yang mengaku terpukau dengan nyanyian dan tarian meski tidak mengerti bahasa Indonesia.

"Acara ini sungguh mengagumkan. Saya tidak pernah melihat acara seperti ini sebelumnya. Keren," puji Thomas saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu malam (16/9/2015).

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Gubernur NTB, Mohamad Amin berharap agar misi BBLS bisa terealisasi. Yakni melestarikan seni budaya dan pariwisata yang ada di bumi NTB dan Indonesia tidak hilang ditelan masa.

"Seni budaya merupakan filter agar tidak kehilangan identitas diri. dan BBLS ini merupakan wujud nyata untuk melestarikan nilai budaya kita," kata Amin saat memberikan sambutan.

Selain menyuguhkan tarian dan nyanyian khas daerah, penutupan BBLS juga ditutup pemberian penghargaan dan piagam kepada peserta Puteri Pariwisata NTB, para seniman dan budayawan NTB.

Parade Budaya di Festival Senggigi 2015

Lombok, NTB - Nusa Tenggara Barat menggelar Festival Senggigi 2015. Parade budaya festival Senggigi yang digelar oleh pemerintah daerah (Pemda) Lombok Barat, NTB, ini akan berlangsung dari 16 hingga 19 September 2015.

Parade budaya festival Senggigi ini selain diikuti oleh warga setempat, festival Senggigi ini juga dimeriahkan oleh komunitas waria dan juga wisatawan asing.

Parade budaya Festival Senggigi ini diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan minat wisatawan berkunjung ke pulau Lombok serta sebagai ajang promosi pariwisata NTB.

Festival Senggigi pada dasarnya merupakan event promosi pariwisata Lombok yang sudah menjadi agenda tetap untuk dilaksanakan. Setiap tahunnya, festival ini menampilkan berbagai bentuk kegiatan yang bernuansa seni budaya, edukasi, hiburan, dan pameran hasil industri kerajinan lokal.

Parade budaya dalam festival Senggigi menampilkan Pawai Ogoh Ogoh, Malean Sampi, Gendang Beleq, serta Peresean.

Sementara untuk tempat penyelenggaraannya, selama empat hari ini Festival Senggigi mengambil lokasi unik. Yakni, Lokasi yang identik dengan objek wisata Senggigi, diharapkan bisa menjadi penarik bagi wisatawan nusantara dan mancanegara.

Jadi, para pengunjung bisa menikmati keragaman budaya serta dimanjakan dengan suasana dan keindahan objek wisata Senggigi.

-

Arsip Blog

Recent Posts