Tampilkan postingan dengan label Pontianak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pontianak. Tampilkan semua postingan

Angkat Budaya dan Marwah, Persatuan Orang Melayu Kalbar Akan Gelar Deklarasi

Pontianak, Kalbar - Berangkat dari keinginan untuk mengembangkan seni budaya melayu di Kalimantan Barat, Organisasi yang dimotori para kaum muda Melayu yang didalamnya melibatkan sejumlah remaja dan pemuda akan segera melakukan deklarasi terbentuknya organisasi Melayu di Kalbar yang menamai diri Persatuan Orang Melayu (POM) Kalbar.

Ketua POM Kalbar, Agus Setiadi mengatakan Organisasi POM ini didirikan oleh Persatuan Mahasiswa Melayu Kalbar (PMM) awal tahun 2017, dimana anggotanya sebagian adalah para alumni dari berbagai perguruan tinggi di Kalbar dan di jawa.

"PMM sendiri berdiri tahun 2012, sempat vakum beberapa tahun karena kesibukan pengurus yang skripsi dan kerja/usaha," ungkap Agus.

Baca: Upacara Adat Melayu Sambut Kedatangan Kapolri di Mapolda Kalbar

Menurutnya Persatuan Orang Melayu Kalbar (POM) ini merupakan organisasi yang menghimpun Orang Melayu dari semua kalangan, usia, gender dan strata.

Tujuan misinya adalah untuk mengangkat dan melestarikan Budaye Melayu di Kalbar serta memperjuangkan Marwah Melayu sekaligus sebagai Benteng Islam di Kalbar.

POM bersifat Independen, Sosial, Religius dan Idealis dalam Memperjuangkan Marwah melayu di Kalbar. POM tidak berada di bawah organisasi manapun dan tokoh manapun.

"Karena itu POM akan hidup dari sumbangan sukarela Orang Melayu dan Tidak Boleh Didanai secara Perorangan baik oleh tokoh/Pejabat/Politisi/Pengusaha Melayu manapun," tegasnya.

Menurutnya hal tersebut dilakukan agar organisasi ini tetap terjaga Idealisme nya dan Bebas Bersikap Tegas serta Berkreasi.

Ia menambahkan sekalipun POM menjadi Organisasi Miskin tapi yang Terpenting Masyarakat Melayu akan merasa memiliki dan mencintai Organisasi ini sampai kapan pun! Amin Ya Allah.

Saat ini POM yang akan mendeklarasikan organisasinya dan sudah membentuk kepengurusan bahkan sudah memiliki hampir seribu lebih yang mendaftar menjadi anggota POM dan bahkan dari orag Melayu yg berkiprah dan bekerja di luar Kalbar dan luar negeri seperti Malaysia dan Brunei.

"Dalam waktu dekat kita akan mengadakan deklarasi sederhana spt syukuran atas berdirinya POM," katanya.

Gelar Seminar Budaya, Formasi Hadirkan Tokoh Melayu

Pontianak, Kalbar - Forum Mahasiswa Simpang Hilir (Formasi) Kabupaten Kayong Utara menggelar Seminar Budaya, di Aula Rumah Dinas Wali Kota Pontianak, 21 Januari mendatang.

Ketua Terilih Formasi yang baru, Fathan Al Muharrami, mengatakan seminar ini mengambil tema Dedikasi Nyata Mahasiswa dalam Upaya Melestarikan Adat Budaya Guna Menghadapi Dampak Negatif Modernisasi.

Fathan menyebut kegiatan ini merupakan acara puncak dari rangkaian Musyawarah Besar Formasi ke-2.

"Dalam kondisi saat ini, mahasiswa daerah harus bergerak melakukan upaya-upaya pelestarian adat budaya, yang hari ini sudah mulai tergerus perkembangam zaman," kata Fathan kepada Tribunpontiaak.co.id melalui keterangan tertulisnya, Selasa (17/1/2017).

Ia berharap, mudah-mudahan melalui seminar ini dapat menggugah semangat mahasiswa daerah Kayong Utara untuk melestarikan adat dan budayanya.

Ketua Panitia Seminar Budaya, Bayu Muharri, mengundang seluruh mahasiswa Kayong Utara untuk hadir dan mendaftarkan diri di panitia pelaksana.

"Insya Allah jika tidak berhalangan, Bapak Bupati Kabupaten Kayong Utara, H Hildi Hamid, akan membuka secara resmi kegiatan ini, sekaligus memberikan materi seminar," ujarnya.

Bayu mengatakan pemateri lainnya adalah Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kalbar

Prof Dr Chairil Effendi, Anggota DPR asal Kalbar dari Nasdem, Syarif Abdullah Alkadrie, dan Wali Kota Pontianak, Sutarmidji.

"Figur-figur tersebut merupakan tokoh yang selama ini memiliki gerakan nyata dalam upaya melestarikan adat dan budaya," tegas Bayu.

Ia juga menuturkan, Formasi telah mengundang seluruh kepala desa se-Simpang Hilir, Kayong Utara, anggota DPRD, tokoh tokoh masyarakat Kayong Utara yang ada di Pontianak, dan para ketua organisasi mahasiswa daerah se-Kalimantan Barat.

"Dalam seminar ini pula akan menampilkan kesenian-kesenian budaya Melayu seperti Hadrah, Pencak Silat, Syair Gulung, Tarian Melayu, Musik Melayu, Parodi Bengkel Seni Fisipol, dan komedian Pontianak, Kamil Onte dan Dedi Bandalam," papar Bayu.

Interior Bandara Supadio: Kombinasi Melayu, Dayak, dan China

Pontianak, Kalbar - Pembangunan Bandar Udara Internasional Supadio sudah mencapai 83,6%. Saat ini bandara tersebut masih dalam tahap finalisasi dengan cara mempercantik dengan merenovasi beberapa bagian lagi.

Chief PMU AP II Cabang Supadio, Chuanda mengatakan nantinya desain bandara ini menggabungkan tiga ornamen etnis budaya lokal. Sebab di Kalimantan Barat masyarakatnya terdiri dari beberapa etnis budaya lokal seperti Dayak, Melayu, dan China.

"Konteks budaya lokal pasti kita libatkan, komponen dari artefak lokal, kultur hal-hal yang berkaitan dengan unsur budaya lokal ada Dayak, Melayu, dan China interior kita kombinasikan," kata Chuanda, saat ditemui di lokasi, Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (30/12/2016).

Memang di beberapa kabupaten Kalbar didominasi beberapa mayoritas budaya. Misalnya di kabupaten Landak dan Entikong mayoritas ditinggali oleh etnis Dayak, Singkawang lebih banyak dihuni etnis China, dam Sambas dihuni etnis Melayu sehingga ketiga etnis tersebut dikombinasikan dalam interior bandara.

"Karena penduduknya itu sebagian dari 3 etnis itu. Pesan Pemprov supaya aspek budaya juga masuk ke dalam desain bandara karena tidak meninggalkan budaya lokal," imbuhnya.

Beberapa tim interior dan konsultan independen saat ini sedang memulai beberapa desain corak tersebut. Ditargetkan pada April atau Mei 2017 interior tersebut telah selesai interior yang akan mempercantik bandara tersebut.

"Nanti ada corak-corak hiasan di dinding ornamen gabungan dari 3 kultur itu di desain dari konsultan yang menjadi ciri khas Kalbar. Saat ini sudah mulai interior, lagi soft drawing dan finalisasi detailnya, diharapkan selesai April atau Mei," imbuhnya.

Ia menyebut penerbangan di Pontianak ini paling ramai ketika ada hari raya natal, lebaran, tahun baru, dan hari raya China seperti Imlek, Cap Go Meh dan sembahyang kubur. Beberapa hari raya Tionghoa di luar Kalbar ini membuat beberapa etnis Tionghoa berziarah ke makam leluhurnya.

"Pontianak itu tanggal 23 natal kemarin puncaknya, kalau dari Jakarta ke Pontianak ada upacara sembayang kubur, imlek, karena di sini tradisinya banyak," imbuhnya.

Mari Melihat Kampong Bansir dengan Tradisi Saprahannya

Pontianak, Kalbar - Sepanjang 100 meter lebih sajian makanan membentang di Gang Ramadhan, Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Bansir Laut, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kalimantan Barat, Sabtu (8/10/2016). Di bagian sisi kiri dan kanan, para tamu duduk lesehan untuk menikmati makan saprahan.

Saprahan yang digelar warga Bansir Laut ini merupakan rangkaian peluncuran inovasi kelurahan itu sebagai Kampung Budaya dengan tagline ‘Mari Melihat Kampong Bansir dengan Budaya Lokalnya’ (Mampir Yok).

Saprahan dalam adat istiadat melayu berasal dari kata “saprah” yang artinya berhampar, yakni budaya makan bersama dengan cara duduk lesehan atau bersila di atas lantai dengan bentangan memanjang.

Wali Kota Pontianak, Sutarmidji menyambut baik inisiatif warga menggelar saprahan sebagai bentuk pelestarian budaya Kota Pontianak. Ia meminta tradisi ini terus dipertahankan dan lebih dikenalkan kepada semua kalangan, tak terkecuali generasi muda.

Salah satu upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak untuk mengenalkan budaya saprahan di kalangan muda adalah menggelar lomba saprahan tingkat pelajar SMA sederajat.

“Tahun depan saprahan juga mulai dilakukan tingkat pelajar SMP. Golongan tua juga hendaknya melestarikan kebiasaan makan saprahan ini,” ujarnya, di Pontianak, Sabtu (8/10/2016).

Menurut Sutarmidji, saprahan juga identik dengan Muharram yakni bulan Safar, dengan tradisi robok-robok. Meski serupa, namun saprahan lebih tertata dan ada tata tertibnya.

Saprahan, jelas Sutarmidji, memiliki filosofi sangat dalam dan terkandung nilai-nilai kebaikan, terutama untuk kebersamaan, di mana harus ada pemimpin dalam acara makan bersama itu. “Bagaimana seorang kepala saprah tidak boleh berhenti sebelum anggota saprahan berhenti. Itu menunjukkan bahwa pemimpin itu harus mengayomi,” jelasnya.

Bila makan bersama dalam saprahan ini terus dipertahankan dan ditumbuhkembangkan, Sutarmidji yakin karakter masyarakat Kota Pontianak akan lembut dan lebih toleran.

Sutarmidji mengungkapkan, saprahan ini akan dibukukan oleh Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) yang ditulis oleh Safaruddin. Dalam buku itu, akan mengulas berbagai model saprahan sesuai asal muasal daerahnya. Saprahan Pontianak, Sambas, Sintang, Ngabang dan sebagainya diulas secara detil dalam buku tersebut.

“Semua saprahan antara daerah satu dengan lainnya berbeda-beda. Ini nanti dibukukan supaya orang mengetahui model saprahan sesuai asal daerahnya. Misalnya, model saprahan Sambas dengan Pontianak beda. Kalau di Sambas itu ditempatkan dalam satu wadah untuk empat orang, tetapi kalau di Pontianak model memanjang,” paparnya.

Wakil Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono menambahkan, Pemkot sangat mengapresiasi setiap kegiatan masyarakat untuk melestarikan budaya yang ada di wilayahnya masing-masing.

Ia berharap, warga Kampung Bansir tetap mempertahankan masakan khasnya, baik itu untuk sajian makanan saprahan maupun kue-kue tradisional. Dengan demikian, bisa menambah nilai khasanah budaya yang menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara untuk datang ke Kampung Bansir menikmati sensasi makan saprahan.

“Ini harus dijadikan suatu kebudayaan yang harus dipertahankan dan dilestarikan. Selain itu juga sebagai bagian dari penataan wajah Kota Pontianak terutama waterfront. Semoga suasana Kampung Bansir ini dengan adat dan budayanya tidak berubah oleh zaman,” ucap Edi.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Pontianak, Hilfira Hamid menuturkan, saprahan yang digelar ini merupakan bagian dari launching Kampung Bansir sebagai Kampung Budaya.

Di Kampung Budaya ini, para wisatawan atau tamu dari luar yang tertarik melihat budaya Melayu di Pontianak seperti saprahan, kerajinan-kerajinan khas, bisa berkunjung ke Kampung Bansir ini.

“Siapa pun yang ingin melakukan saprahan dan kapan pun waktunya, bisa difasilitasi dan dilayani di Kampung Budaya dengan catatan dua hari sebelumnya sudah melakukan booking dengan menyebut jumlah peserta yang minta disediakan makan bersama secara lesehan ini. Minimal empat orang, akan dilayani makan saprahan di sini,” terangnya.

Hilfira menyebutkan, Kampung Budaya ini bisa menjadi aset khususnya bidang budaya. Pihaknya juga melakukan promosi Kampung Budaya ini melalui PHRI dn Asita sebagai destinasi pilihan bagi wisatawan yang ingin menikmati saprahan atau melihat kerajinan khas warga setempat.

“Makanya, kami juga mengundang dari PHRI dan Asita untuk mengenalkan kepada mereka supaya mereka bisa membawa tamu-tamu mereka ke sini,” kata Hilfira.

Permainan Meriam Karbit Resmi Terdaftar HKI

Pontianak, Kalbar - Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak, Hilfira Hamid menyatakan permainan meriam karbit melayu pontianak kini sudah resmi terdaftar dalam hak kekayaan intelektual.

"Proses sidang HKI selama dua hari, yakni tanggal 14-15 September 2016 dan akhirnya ditetapkan di Jakarta, bahwa permainan meriam karbit sebagai permainan tradisional masyarakat Kota Pontianak resmi terdaftar di HKI," kata Hilfira Hamid di Pontianak, Jumat (16/9).

Ia menjelaskan sebenarnya pihaknya sudah mendaftarkan ke HKI sejak dua tahun lalu tetapi baru tahun ini resmi terdaftar di HKI.

Karena, menurut dia, ada beberapa proses di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang perlu dijalani, termasuk sidang penjelasan bagaimana proses lahirnya kebudayaan tersebut dan apa saja kegiatan yang selalu dilaksanakan terkait meriam karbit ini di Kota Pontianak. "Alhamdulillah setelah perjuangan panjang, akhirnya permainan rakyat ini, bisa terdaftar di HAKI," ungkapnya.

Menurut dia, selain permainan meriam karbit, budaya robo-robo dari Kabupaten Mempawah juga sudah resmi terdaftar di HAKI. "Sekarang ada satu lagi dari Pontianak yang sedang dalam proses penetapan HAKI, yaitu motif corak insang," kata Hilfira.

Dalam kesempatan itu, Hilfira menambahkan, masyarakat Kalbar, khususnya Kota Pontianak patut berbangga karena salah satu permainan rakyat yang memiliki nilai sejarah tinggi di Pontianak telah mendapat pengakuan.

Tradisi membunyikan meriam sudah dilakukan sejak sultan pertama Pontianak, yakni pendiri Kota Pontianak Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri tahun 1771 Masehi. Pada saat itu Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri dan rombongan menembakkan meriam berpeluru sebanyak dua kali.

Pada saat peluru pertama jatuh di tengah hutan belantara, maka disitulah dijadikan lokasi pendirian Istana Kadriah, dan tembakan kedua atau tepatnya peluru kedua mendarat sebagai penanda lokasi pendirian Masjid Jami` Kesultanan Pontianak yang kini letaknya tidak begitu jauh.

Dulunya tradisi memainkan meriam dibunyikan sebagai tanda awal datangnya bulan suci Ramadhan dan tanda berakhirnya bulan Ramadhan, yang hingga kini menjadi tradisi masyarakat Melayu Kota Pontianak dalam menyambut dan memeriahkan malam takbiran.

Festival Saprahan, Ajang Melestarikan Budaya Kuliner Melayu

Pontianak, Kalbar - Saprahan dalam adat istiadat melayu berasal dari kata “saprah” yang artinya berhampar, yaitu budaya makan bersama dengan cara duduk lesehan atau bersila di atas lantai secara berkelompok yang biasanya terdiri dari enam orang.

Dalam saprahan, semua hidangan makanan disusun secara teratur di atas kain saprah. Sedangkan peralatan dan perlengkapannya mencakup kain saprahan, piring makan, kobokan beserta serbet, mangkok nasi, mangkok lauk pauk, sendok nasi dan lauk serta gelas minuman.

Untuk menu hidangan di antaranya, nasi, aneka lauk pauk dan sayuran yang diolah dengan cita rasa khas pesisir. Dalam satu saprah biasanya terdiri dari lima hingga enam menu yang disajikan bersama air serbat yang diramu dengan rempah berwarna merah.

Guna melestarikan tradisi budaya tersebut, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak pun menggelar Festival Saprahan tingkat pelajar SMA/SMK yang digelar pada Kamis (15/9/2016) di Rumah Melayu, Jalan Sutan Syahrir, Pontianak, Kalimantan Barat.

Festival ini merupakan yang pertama kalinya digelar untuk tingkat pelajar. Sebelumnya, festival serupa pernah digelar saat menjelang Hari Jadi Kota Pontianak, tetapi pesertanya dari kalangan ibu-ibu kader PKK.

Wali Kota Pontianak, Sutarmidji mengatakan, dari sisi penyajian untuk tingkat pelajar, Festival Saprahan ini sudah lumayan baik meskipun pertama kalinya digelar untuk tingkat SMA/SMK.

“Saya harap ke depan, seluruh SMA/SMK khususnya sekolah negeri se-Kota Pontianak diwajibkan mengikuti festival ini. Sekolah swasta juga kita ajak ikut kegiatan ini,” ujar Sutarmidji.

Wali Kota dua periode ini pun mengimbau supaya setiap SMA/SMK menggelar festival serupa di sekolah masing-masing. Selanjutnya, pemenang dari lomba atau festival saprahan di sekolah diutus untuk mewakili sekolahnya dalam festival tingkat SMA/SMK se-Kota Pontianak.

“Mulai tahun ini Festival Saprahan tingkat SMA/SMK akan menjadi agenda rutin tahunan,” kata Sutarmidji.

Dalam mengikuti lomba saprahan ini tidak hanya sekadar melihatnya dari sisi kompetisi antara peserta, tetapi bagaimana siswa bisa melestarikan pakaian adat, menjaga adat istiadat, mengenal makanan tradisional, mengetahui cara menyajikan makanan dan memaknai filosofi yang terkandung di dalam saprahan.

Banyak filosofi yang terkandung dalam budaya saprahan misalnya saling menghormati, kebersamaan, keramahtamahan dan lain sebagainya. "Filosofi itu sangat baik untuk membentuk karakter mereka,” jelas Sutarmidji.

Kepala Disbudpar Kota Pontianak, Hilfira Hamid menyatakan, sebelum digelarnya festival ini, pihaknya sudah memberikan sosialisasi dan pembekalan kepada guru dan pelajar SMA/SMK terkait teknis atau tata cara saprahan.

Walaupun pertama kalinya digelar tingkat pelajar, tetapi antusias mereka cukup bagus yang diikuti peserta sebanyak 15 kelompok.

Hilfira memaparkan, maraknya makanan-makanan fast food maupun makanan dari negara asing yang mulai merambah di kalangan remaja, dinilainya perlu disikapi dengan mengenalkan makanan-makanan tradisional beserta budaya Melayu termasuk cara menyajikan makanannya.

"Melalui festival ini para pelajar diharapkan memahami budaya saprahan. Jangan sampai makanan-makanan tradisional kita tergerus oleh makanan-makanan asing yang datang dari luar,” ungkap Hilfira.

Untuk kriteria penilaian di antaranya menu makanan, cara penyajiannya mencakup kekompakannya, kerapian, benar atau tidaknya menata sajian. Ada tata caranya supaya harus tetap sopan dan tidak mengganggu tamu yang duduk bersaprah.

"Budaya saprahan ini bukan tidak mungkin bisa menjadi daya tarik wisata dan memikat wisatawan luar. Para wisatawan yang tertarik untuk makan secara saprahan suatu waktu bisa ikut serta," katanya.

"Wisatawan yang ingin makan saprahan, mereka bisa datang ke Pontianak,” tambah Hilfira.

Sumber: travel.kompas.com

DPRD Kalbar Didesak Undang Kejati

Tuntaskan Kasus Korupsi

PONTIANAK--BEM Kota Pontianak mendesak DPRD Kalimantan Barat segera melakukan pemanggilan atau mengadakan pertemuan dengan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat untuk meminta kejelasan atau mendukung Kejati untuk segera menuntaskan kasus-kasus korupsi di Kalbar. Demikian dikatakan Juru Bicara BEM Kota Pontianak Suryani.

"Bahkan sampai dengan hari ini pihak DPRD Provinsi juga belum meberikan respon sedikitpun terhadap aspirasi mahasiswa yang mengharapkan adanya perbaikan di Kalimantan Barat," ujarnya.

Beberapa waktu lalu belasan mahasiswa yang tergabung dalam BEM Kota Pontianak, HMI Cabang Pontianak, dan KOMID Anti Korupsi melancarkan aksi di DPRD Kalbar. Pada aksi itu mereka mengangkat isu 'Mosi Tidak Percaya terhadap DPRD Kalbar'.

Aksi itu dilakukan karena mereka merasakan adanya kejanggalan yang terjadi di tubuh DPRD Provinsi Kalimantan Barat. Kejanggalan terkait aksi tutup mulut wakil rakyat untuk mengomentari stagnannya proses hukum masalah korupsi yang melibatkan pejabat publik di daerah ini.

"DPRD Provinsi seakan-akan tidak pernah tahu dan tidak mau tahu dengan kritisnya situasi politik Kalimantan Barat saat ini. Lebih menakutkan sebagian tersangka korupsi itu akan maju dalam pesta demokrasi yang akan dilaksanakan November 2007. Kenapa DPRD Provinsi bugkam terhadap proses hukum yang sedang berlangsung terhadap para koruptor berseragam tersebut? Sangat disayangkan, ketika mengomentari PP 37 atau pengadaan laptop, semua berorasi layaknya orator demonstrasi?" katanya.

Ia berharap, DPRD Kalimantan Barat segera melakukan pemanggilan atau mengadakan pertemuan dengan pihak kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat untuk meminta kejelasan atau mendukung kejati untuk segera menuntaskan kasus-kasus korupsi di Kalbar.

Sesuai UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang SUSDUK MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 66 ayat 1 yang berbunyi: DPRD Provinsi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat Negara tingkat provinsi, pejabat pemerintah provinsi, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan Negara.

"Kenapa wewenang yang demikian jelas tidak dipergunakan semestinya? Jika pertemuan dengan pihak Polda Kalimantan Barat terkait dengan kasus illegal logging dapat tercetus, kenapa pertemuan dengan pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat tidak pernah terpikirkan? Keduanya sama-sama lembaga vertikal akan tetapi kenapa mesti ada perbedaan dalam proses pengawasan terhadap keduanya?" katanya.

Yani menambahkan, bungkamnya DPRD Provinsi dan lambatnya kinerja Kejaksaan Tinggi mengundang tanya besar di kepala masyarakat. "Apa keadaan ini memang sengaja diciptakan sebagai skenario untuk menyukseskan tujuan yang lebih besar yang diinginkan oleh kekuatan politik yang kita tidak tahu siapa pelakunya? Ibarat setali tiga uang, pihak kejati, kejagung dan DPRD Provinsi sama-sama menghilang ibarat ditelan bumi dari konstalasi hukum dan politik saat ini," katanya. (*)

Sumber: Pontianak Pos, Senin, 30 April 2007

Aksara Arab Melayu Gundul di Kalbar

Pontianak, Kalbar - Di Kalimantan Barat juga terdapat manuskrip bertuliskan aksara jawi, yang lebih dikenal dengan aksara Arab Melayu gundul. Sebuah aksara yang mewakili tulisan dan simbol-simbol Melayu yang diadaptasi dari aksara Arab. Mulai masuk pada abad ke-18 dimana bersinggungan dengan munculnya kerajaan Islam yang ada di Kalimantan Barat, seperti Landak, Sambas, Ketapang, Pontianak dan Putussibau. “Naskahnya disebut manuskrip, dimana tulisannya berupa goresan yang ditulis pada media kertas, kulit dan kayu dan minimal berumur 50 tahun,” tutur Faizal Amin, penulis Kitab Berladang, yang berisi manuskrip aksara Arab Melayu gundul.

Nah, untuk jenisnya sendiri ternyata ada nih yang berbentuk lembaran-lembaran kertas yang dijahit dan dalam bentuk buku. Konten aksara Kalimantan Barat sendiri lebih pada catatan tentang ajaran tauhid, fiqih dan doa, lebih banyak berkaitan dengan keagamaan. Selain itu, juga ada catatan tentang pengobatan. Sayangnya masih banyak yang jarang memiliki kemampuan maupun keahlian untuk menulis aksara ini.

Sebagai seorang penulis yang juga meneliti tentang aksara Arab Melayu gundul, dalam menulis naskahnya pun terbilang sulit. Jika aksara itu dianggap sesuatu yang penting biasanya akan sengaja untuk disembunyikan. Terkadang ada juga yang tidak tahu tentang manuskrip dan dianggap seperti kertas dan dibuang begitu saja. Tulisan ini juga sudah mulai tidak diajarkan sejak tahun 1970-an.

Di kampus IAIN sendiri, pengenalan akan budaya aksara Arab Melayu gundul mulai diajarkan menjadi mata kuliah di awal semester. Karena huruf hijaiyah lebih pada konten bahasa Arab. Sedangkan aksara Melayu lebih pada tambahan pada tanda bacanya. Tidak semua huruf hijaiyah bisa mewakili huruf latin, contohnya ‘ng’, ‘ny’, ‘x’ dan ‘c’ sehingga harus terus melakukan pengembangan untuk menyesuaikan huruf tersebut. Selain standarnya tidak sama tantangan lainnya bisa saja orang salah dalam membacanya misalnya tulisan ‘kambing’ bisa dibaca ‘kembang’ bisa pula ‘kumbang’ karena tidak ada tanda baca dalam aksara ini.

Jika di Jawa kita bisa melihat ada beberapa aksara Arab Melayu gundul dijadikan sebagai tulisan untuk nama jalan, maka di Kalimantan Barat, hanya Kabupaten Sambas yang sudah melestarikannya untuk tulisan pada plang nama jalan. Jadi nggak ada salahnya juga jika aksara Arab Melayu gundul ini mulai kembali dilestarikan anak muda dan dikembangkan, bisa melalui komunitas-komunitas. Karena anak muda saat ini lebih bangga pada budaya orang lain, dibandingkan budayanya sendiri. Sehingga kedepannya anak muda bisa mengenal warisan budaya bangsanya.

Ketua DPRD Kabupaten Sintang Terdakwa Korupsi APBD

Pontianak - Pengadilan Negeri Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, akhirnya mengadili Ketua DPRD Kabupaten Sintang, Mickael Abeng, terkait praktik korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) periode 1999–2004 sebesar Rp 4,8 miliar, Selasa (12/12).

Selain Abeng, turut pula diadili Gusti Efendi dan Kasianus Sudarso. Ketiganya masih dicatat sebagai anggota DPRD Kabupaten Sintang periode 2004–2009. Bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum Kajari Sintang, Hisyam Taufiek, dengan Ketua Majelis Hakim adalah Ketua Pengadilan Negeri Sintang, Budi Seteyono. Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar, Amrizal menjelaskan, selain tiga terdakwa, pihaknya tengah menyidik mantan Bupati Sintang, Elyakim Simon Djalil yang sekarang dalam tahap pemberkasan akhir. Khusus Elyakim Simon Djalil, selain disangka korupsi APBD, dijaring menyalahgunakan dana Provisi Sumber Daya Hasil Hutan/Dana Reboisasi (PSDH/DR). Keseluruhan dana PSDH/DR yang langsung dimasukkan ke APBD, tidak disetor ke kas pemerintah pusat terlebih dahulu berjumlah Rp 36 miliar lebih.

Dia mengungkapkan, pihaknya juga masih menunggu surat izin dari presiden untuk melakukan pemeriksaan terhadap salah satu anggota DPR yang terlibat dalam penggunaan dana otonomi daerah. Dana Otda Rp 2,3 miliar sebagai salah satu bentuk ucapan terima kasih atas pemekaran Kabupaten Sintang menjadi Kabupaten Sintang dan Kabupaten Melawi tahun 2004.

Pertanyakan Status
Sementara itu, terpidana kasus pembalakan liar Pontjo Diono alias Oh Pek Kie alias A Kie, berdasar keputusan Mahkamah Agung pada pekan lalu dihukum lima tahun dan denda Rp 30 juta, mempertanyakan kebenaran statusnya ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah di Semarang, Senin (11/12). Ia didampingi lima pengacaranya menyatakan protes atas tuduhan bahwa ia melarikan diri dan menjadi buron. ”Kami ke sini untuk melakukan klarifikasi atas keputusan Mahkamah Agung,” kata Pontjo di depan wartawan.

Pihak Kejaksaan Negeri Tegal pernah berusaha menangkap Pontjo seusai sidang kasus penyuapan berkaitan dengan tuduhan pembalakan liar yang masuk ke Pelabuhan Cirebon di Pengadilan Negeri Cirebon, 5 Desember lalu. Namun, Jaksa Joko Wibisono yang berusaha menangkap Pontjo gagal. Pontjo berpendapat upaya eksekusi penahanan yang dilakukan Kejari Tegal dinilai tidak prosedural. Seharusnya kejaksaan melakukan pemanggilan, tidak asal melakukan penahanan. ”Sampai saat ini pihak Kejari Tegal juga belum mengirim surat pemberitahuan. Namun, saya datang ke Kejaksaan Tinggi ini bukan untuk menyerahkan diri. Saya hanya ingin klarifikasi. Saya ingin menanyakan soal pernyataan Kejari Tegal bahwa saya adalah buron. Padahal, saat saya tanya, petugas itu belum membawa surat panggilan. Oleh karena itu, jika pihak Kejari Tegal ingin menahan, prosedurnya harus jelas, jangan hanya main tangkap saja,” tuturnya.

Salah seorang pengacaranya, Sujiarno Broto Aji, menyatakan kliennya menuntut prosedur yang benar. Harus ada surat penetapan eksekusi terhadapnya. Jika pada saat upaya eksekusi di PN Cirebon petugas Kejari Tegal melakukan prosedur yang benar, kliennya tidak akan lari dan menolak dieksekusi. Intinya kami akan kooperatif asalkan semua berdasarkan prosedur. Sementara itu, Kejati Jateng enggan memberikan keterangan mengenai kedatangan Pontjo dan para pengacaranya. Mereka hanya ditemui Asisten Intel Kejati Pudji Basuki. Setelah keluar dari ruang pertemuan, Pontjo juga enggan menjelaskan hasil pertemuannya. Pontjo segera dibawa ke mobil Kejati untuk dibawa ke Tegal. Hanya saja apakah itu sudah bersifat penangkapan dan penahanan, juga belum jelas. Para pengacara mengikuti dengan mobil yang lain. (aju/su herdjoko)

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id Selasa, 12 Desember 2006

KPU Kalbar Diguncang Isu Korupsi

Pontianak - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) diguncang isu korupsi Rp 4,05 miliar dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Presiden tahun 2004, melalui 39 temuan penyimpangan.

Ketua Koordinator Jaringan Pemantau Korupsi Provinsi Kalbar, Hermawansyah, kepada SH Jumat (17/11), menjelaskan bahwa temuan indikasi korupsi didasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) awal 2005.

Ketua KPU Provinsi Kalbar, Aida Mochtar, di tempat terpisah membantah telah melakukan korupsi. Ia menganggap hasil temuan BPK sudah diklarifikasi sehingga tidak ada masalah lagi. Hermawansyah menjelaskan, penyimpangan meliputi Rp 4,059 miliar atau 51% dari total dana Pemilu yang dikelola KPU Provinsi Kalbar, baik bersumber dana APBN maupun APBD.

Di dalamnya, lebih dari 15 jenis transaksi senilai Rp 3,273 miliar terindikasi merugikan negara dan melawan hukum. KPU Provinsi Kalbar diminta segera menyetor kelebihan penggunaan uang ke kas negara. “Jika tidak segera disetor, bisa dijadikan bukti pendahuluan yang cukup melakukan tindak pidana korupsi,” lanjut Hermawansyah. (aju)

Sumber: http://www.sinarharapan.co.id Jumat, 17 November 2006

Mantan Sekda Provinsi Kalbar Tersangka Korupsi

Pontianak – Penyidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat telah menetapkan mantan Sekretaris Daerah Provinsi Kalbar, H Henri Usman, sebagai tersangka korupsi dana asuransi Bumiputera Rp 2,3 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2004.

Kepala Kejati Kalbar Darmono kepada SH, Kamis (14/9) pagi, menjelaskan, pihaknya kini telah melakukan pendalaman pemeriksaan, untuk melihat lebih jauh keterlibatan berbagai pihak di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalbar. "Ada 14 saksi yang sudah dimintai keterangan. Sementara itu, Henri Usman sebagai mantan Kepala Sekretariat Pemerintah Provinsi Kalbar dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab," ujarnya.

Menurutnya, penyelidikan dan penyidikan didasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2004, bahwa alokasi dana asuransi bagi pejabat di lingkungan Pemprov Kalbar menyalahi ketentuan, praktik pemborosan, sehingga uangnya mesti dikembalikan.

Gubernur Kalbar H Usman Jafar di tempat terpisah, menyatakan turut prihatin terhadap penetapan Henri Usman sebagai tersangka. Sesuai anjuran BPK, pihaknya telah membatalkan premi asuransi tahun 2005 dan uangnya dicairkan untuk dikembalikan ke kas daerah.

Dalam proses pencairan, tentu ada konsekuensi logis dari sisi administrasi terhadap pihak Asuransi Bumiputera yang secara hukum mesti diperhitungkan, tapi bisa dipertanggungjawabkan. "Pada dasarnya sudah tidak ada masalah. Semua anjuran BPK kita turuti. Tapi kalau ada langkah hukum, tentu akan kita ikuti dan bagaimanapun Henri Usman adalah mantan pejabat di lingkungan Pemprov Kalbar dengan berbagai konsekuensi logisnya," ujar Usman.

Henri Usman menambahkan, pihaknya siap mengikuti prosedur hukum dan langkah yang telah dilakukan selama menjadi Sekda, sesuai aturan, serta didasarkan kajian secara lebih mendalam. (aju)

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id Kamis, 14 September 2006

Ketua PD Kalbar Bantah Jadi Tersangka Korupsi Rp2,3 Miliar

PONTIANAK - Ketua Partai Demokrat Kalimantan Barat, Henri Usman, membantah bahwa pemanggilan dirinya oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat karena menjadi tersangka dugaan korupsi dana asuransi senilai Rp 2,3 miliar.

"Saya dipanggil sebagai saksi dalam kasus korupsi asuransi Rp 2,3 miliar, jadi bukan sebagai tersangka," kata Henri Usman dalam keterangan pers di Pontianak, Rabu.

Ia mengatakan, pengadaan dana sebesar Rp 2,3 miliar itu adalah untuk asuransi Gubernur, Wakil Gubernur Kalbar, dan pejabat eselon I dan II sebanyak 57 orang.

"Posisi saya waktu itu hanya sebagai pelaksana kebijakan (sekretaris daerah Pemerintah Provinsi Kalbar-red), seharusnya yang dijadikan tersangka bukan saya melainkan gubernur," katanya.

Sebelumnya Kajati Kalbar, Darmono, SH telah menetapkan mantan Sekda Kalbar yang kini menjadi Ketua Partai Demokrat Kalbar itu sebagai tersangka dugaan korupsi dalam pengadaan dana asuransi sebesar Rp 2,3 miliar di APBD Tahun 2004.

Menurut Henri, kalaupun dirinya dijadikan tersangka, gubernur, wakil gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalbar juga menjadi tersangka. Karena dalam anggaran pembayaran asuransi sebesar itu sudah disetujui melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan sudah disahkan oleh Mendagri.

"Jadi tidak ada alasan dalam kasus tersebut dikatakan korupsi, karena sudah disetujui oleh Mendagri. Jadi bukan saya sendiri yang disalahkan, melainkan sudah global, karena sudah melalui ketuk palu oleh DPRD Kalbar dan disetujui Mendagri," ungkap Henri Usman.

Ia menjelaskan, pembayaran asuransi tersebut melalui dua tahap, tahap pertama tahun 2003 sebesar Rp 1,9 miliar, dan tahap kedua sebesar Rp 1,3 miliar, jadi totalnya Rp 3,2 miliar bukan Rp 2,3 miliar seperti yang selama ini diketahui publik, untuk tahun 2005 terpaksa dihentikan karena ada pemeriksaan Badan Pemeriksan Keuangan.

Asuransi tersebut memang diperuntukkan untu gubernur, wakil, dan pejabat eselon I dan II, dan jatuh tempo pada tahun 2008, maka setelah jatuh tempo uang tersebut akan dikembalikan lagi ke APBD, katanya.

Sementara itu Wakil Ketua Partai Demokrat Kalbar, Reza Munawar mengatakan, apa yang dilakukan oleh Kajati sekarang itu tidak benar, karena kalau APBD sudah diketuk palu oleh DPRD dan disahkan oleh Mendagri, berarti pengeluaran dana sebesar tersebut untuk asuransi sudah sah.

"Saya sudah katakan keliru kalau kita membedah APBD dengan cara parsial, yang benar adalah secara global, jadi semuanya salah, bukan hanya salah satu dari pengambil kebijakan. Kalaupun Henri Usman salah sebagai pelaksana, maka semua yang terkait dengan masalah itu juga salah, termasuk Mendagri yang menandatanganinya," kata mantan anggota DPRD Kalbar itu.(*)

Sumber: Antara, Rabu, 13 September 2006

Pesona Festival Budaya Kaliman Barat

Pontianak, Kalbar - Keberagaman budaya menjadi tolak ukur Indonesia jauh lebih dikenal oleh wisatawan, tentunya dengan berbagai event maupun festival budaya lokal yang diadakan.

Kalimantan Barat menjadi salah satu provinsi yang tak luput dari festival budaya. Provinsi yang dikenal akan etnis Tionghoa, Melayu dan Dayak ini juga memiliki festival budaya yang sayang untuk dilewatkan.

Beberapa festial budaya yang pernah digelar di Kalimantan Barat, antara lain Pekan Gawai Dayak ke-XXXI yang berlangsung pada pada 20 Mei 2016 lalu. Agenda budaya tahunan masyarakat Dayak ini merupakan salah satu ritual ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang dipusatkan di Rumah Radakng, Pontianak.

Pekan Gawai Dayak pun dikemas dengan tampilan menarik dan berbagai macam acara kesenian, termasuk pula adat budaya maupun pameran produk kerajinan khas Dayak. Sebelum acara dimulai, pembukaan terlebih dahulu dimeriahkan dengan adanya parade karnaval keliling kota Pontianak. Dimana puluhan kendaraan hias beserta masyarakat yang ikut serta menggunakan pakaian tradisional juga turut memeriahkan rangkaian karnaval.

Kegiatan seni budaya yang diagendakan pun beragam seperti aneka perlombaan permainan tradisional Dayak. Uniknya perlombaan yang kerap dilaksanakan seperti lomba menyumpit, pangkak gasing, seni lukis tato, lomba tangkap babi, pahat patung dari bahan kayu, melukis perisai, lukis kanvas, menganyam manik dan seni lukis tato. Dan tak luput diadakan juga pameran kerajinan tradisional dan kuliner, serta pementasan dan pertujukan seni, lomba tari, nyanyi lagu Dayak, sastra lisan, peragaan busana dan busana kreasi Dayak.

Kemudian Meriam Karbit, menjadi salah satu objek wisata khas budaya Melayu yang biasanya dilaksanakan beberapa minggu sebelum perayaan hari raya Idul Fitri. Pergelaran meriam karbit ini terbilang unik, yakni bentuknya yang besar, dentuman suara yang keras hingga tempatnya yang berada di pesisir Sungai Kapuas.

Meriam karbit juga terdiri dari beberapa bagian. Lubang yang terdapat pada bagian bawah meriam berguna untuk membuang air dan sisa-sisa karbit yang digunakan. Sedangkan koran berlubang yang tertempel pada bagian mulut meriam berfungsi agar gas hasil reaksi antara karbit dan air nggak bebas keluar sebelum disulut api.

Tradisi meriam karbit sendiri bermula dari kebiasaan untuk menandakan waktu berbuka puasa pada zaman Kerajaan Pontianak. Ada juga cerita asal muasalnya meriam karbit. Jadi menurut para ahli sejarah saat raja pertama kota Pontianak yakni Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie sempat diganggu oleh hantu saat ingin membuka lahan untuk bertempat tinggal di Pontianak, Sultan pun memerintahkan pasukannya mengusir hantu-hantu tersebut dengan menyalakan meriam.

Meriam karbit sendiri dibuat oleh masyarakat dengan rata-rata berdiameter 80 sentimeter dan panjang 7 meter. But, ada juga lho meriam yang berdiameter 1,8 meter dan panjang 8 meter.

Ada lagi perayaan Cap Go Meh yang selalu terlihat meriah di Kalimantan Barat, khususnya kota Singkawang. Tepatnya pada 22 Februari 2016 lalu, perayaan Cap Go Meh selalu jatuh pada tanggal 15 bulan pertama Imlek. Tujuan diadakan perayaan Cap Go Meh sendiri sebagai penutup rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek, dimana pertunjukan dimeriahkan dengan atraksi barongsai, ular naga, choi lam shin atau keranjang jelangkung dan atraksi tatung.

Menurut kepercayaan Tionghoa nih, ritual pawai tatung diyakini mampu mengusir roh-roh jahat dari seluruh penjuru kota.

Atraksi seru juga ditampilkan para tatung yang telah dirasuki oleh roh leluhur hingga mereka di bawah alam sadar saat mempertunjukkan ilmu kesaktiannya, seperti menusuk pipi, kebal dengan senjata tajam hingga mengupas kelapa dengan gigi.

Perayaan Cap Go Meh sendiri sebenarnya merupakan hari penobatan Kaisar Hanwudi pada masa Dinasti Han Barat yang naik takhta pada tanggal 15 bulan pertama Imlek pada tahun 104 SM dan menjdi hari raya Nasional negeri Tiongkok.

Kemilau Budaya Indonesia Tersaji di Taman Budaya

Pontianak, Kalbar - Keceriaan anak-anak bermain layaknya anak tingang (enggang) yang terbang bebas di alam.

Mereka pun melompat kesana-kemari tanpa adanya beban. Kebersamaan sangat berarti bagi mereka, sehingga hari-harinya tampak selalu ceria.

Dengan balutan busana adat Dayak Kayan, dilengkapi dengan aksesoris bulu tingang di tangannya, mereka mengepakkan tangan layaknya sayap burung tingang yang sedang terbang.

Demikian sepenggal cerita yang terkandung dalam tarian anak tingang, yang dipentaskan oleh tujuh penari cilik dari Sanggar Borneo Tarigas pada Pagelaran Budaya Seni Tradisional Multi Etnis, di Taman Budaya, Jl Jend A Yani, Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (23/7/2016) malam.

Pementasan Tarian Anak Tingang tersebut merupakan satu di antara pertunjukan dalam acara seni yang bertajuk Kemilau Budaya Indonesia di Kalimantan Barat, yang diselenggarakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional.

Selain pertunjukan sejumlah tarian dari berbagai etnis di Indonesia, juga ditampilkan sejumlah penyanyi cilik, permainan angklung dan pementasan drama pendek yang dipersembahkan oleh Sanggar Terbit 12 yang berjudul Anak-Anak yang Tertudoh.

Ketua panitia kegiatan, John Roberto Panurian dalam sambutannya menyampaikan, acara ini bertujuan mendorong potensi para seniman muda untuk meningkatkan khasanah budaya Indonesia.

Para seniman diharapkan mencintai dan bangga terhadap seni tradisional multietnis Indonesia terutama kepada regenerasi penerus kesenian di Kalbar.

Kegiatan yang bersifat pagelaran bersama kelompok seni dan sanggar dengan mengangkat khasanah budaya seni tradisional berbagai macam suku bangsa.

"Pesertanya, kita melibatkan 200 pelaku seni dari berbagai sanggar atau kelompok seni yang ada di Kalbar," katanya.

Johh menyatakan dukungannya kepada anak-anak sebagai regenerasi, khususnya di bidang seni. "Dari kecil lah kita mencintai seni dan budaya hingga nantinya kita menjadi masyarakat yang berbudaya. Hasil yang diharapkan semoga dapat meningkatkan potensi seniman muda untuk mengangkat hasanah budaya Indonesia," kata John.

BNNP Gelar Pagelaran Seni dan Buka Bersama

Pontianak, Kalbar - Dalam rangka memperingati Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) yang jatuh pada tanggal 26 Juni, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Barat menggelar acara pagelaran seni budaya dan buka puasa bersama yang dilaksanakan di ruang serbaguna Yayasan Mujahidin Pontianak.

Serangkaian acara dimeriahkan dengan penampilan kesenian lagu kasidah, lantunan ayat suci alquran, dan ceramah agama yang disampaikan imam besar masjid Mujahidin Nasution Usman.

Kepala BNN Provinsi Kalbar Dani M Darmawan dalam sambutannya mengatakan, peringatan HANI ini merupakan suatu bentuk keperihatinan kita terhadap permasalahan narkoba didunia yang tidak dapat di selesaikan sehingga mengancam generasi bangsa dan negara.

Memperingati HANI 2016 ini BNN sengaja mengangkat tema yaitu mendengarkan suara hati anak-anak dan generasi muda, sebab menurut Dani ini merupakan langkah awal untuk membantu anak-anak tumbuh sehat dan aman dari penyalahgunaan narkoba.

“Tema tersebut menunjukan bahwa strategi yang terbaik adalah pencegahan dengan sasaran prioritas anak-anak dan pemuda,” tuturnya.

Lanjut Dani bahwa pada saat ini BNN dengan segala keterbatasannya baik perangkat dan sumberdaya, namun dengan sarana yang masih minim tersebut BNN melakukan upaya semaksimal mungkin dalam rangka menyelamatkan masa depan bangsa dari ancaman narkoba.

Dalam kesempatan itu pula Dani memaparkan hasil pencapaian BNN dalam upaya pemberantasan narkotika yakni sebanyak 72 jaringan sindikat narkoba baik nasional maupun internasional.

Untuk itu kata Dani tidak lupa kami aturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh komponen bangsa Indonesia baik seluruh jajaran tingkat pusat maupun organisasi masyarakat dan kalangan lapisan masyrakat, jajaran TNI Polri, bea cukai, jaksa serta pemerintah derah beserta jajarannya yang telah berkomitmen mendukung upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di wilayah ini.

“Marilah kita terus berjuang bersama bekerja sekuat tenaga menjadikan negara ini terbebas dari jeratan narkoba,” pungkasnya.

AMKS Lestarikan Zikir Nazam

Pontianak, Kalbar - Meski dominan dilakukan orang tua, aktivitas zikir nazam masih diminati sebagian kalangan muda. Satu di antaranya mereka yang berada di Asrama Mahasiswa Kabupaten Sambas Pantai Utara. Seni budaya turun-temurun masyarakat Kabupaten Sambas ini menjadi kegiatan rutin dan terprogram.

Ketua AMKS Pantura, Dedi Muniardi mengatakan, beragamnya pilihan aktivitas muda-mudi masa kini yang didukung kemajuan teknologi, membuat kesenian zikir nazam cenderung "jadul". Sehingga pilihan untuk aktivitas kekinian yang gaul, lebih banyak mendapat tempat.

"Tapi bagi saya, justru bangga bisa mempelajari zikir nazam. Ini bukan sekedar untuk orang-orang yang sudah tua, tapi sebenarnya baik untuk yang muda. Inikan tidak didapatkan di bangku sekolah ataupun bangku kuliah," katanya, belum lama ini.

Kesenian ini secara rutin digelar satu minggu sekali di AMKS Pantura sebagai bentuk latihan. Karena masuk dalam program pembinaan, latihan diikuti semua penghuni asrama mahasiswa di Jl Cendana nomor 157 ini.

"Sebagian besar baru pernah belajar ketika sudah di asrama. Waktu di kampung, saya misalnya, tidak pernah ikut. Waktu itu berfikirnya untuk apa juga. Apa sukanya. Setelah mulai ikut, ternyata banyak manfaatnya," kata Dedi.

Tidak sekadar menjadi bagian dari mengenal kebudayaan daerah, keterlibatan mereka di zikir nazam juga menjadi sarana silaturahmi. Kesenian yang dimainkan secara berkelompok dan diiringi dengan alat musik perkusi, semisal rebana, ketumba, serta tamborin ini, mempertemukan mereka dengan banyak perantau dari Sambas di Pontianak.

"Kita jadi tahu budaya sendiri. Dari sini kita juga dapat kenalan-kenalan baru. Karena tidak sekedar di asrama, kita juga sering diikutkan zikir nazam ini ke rumah-rumah warga Pontianak asal Sambas. Jadi dari kesenian, terjalin silaturahmi," katanya.

Zikir nazam merupakan seni bersyair dalam bahasa Arab yang dilantunkan dengan nada tertentu. Kesenian ini dimainkan secara berkelompok, diiringi dengan alat musik, seperti rebana, ketumba, dan tamborin. Di Kabupaten Sambas, tradisi ini biasanya digelar di rumah warga atau tempat tertentu saat acara seperti pesta pernikahan.

Pengurus AMKS Pantura lainnya, Sudiyanto mengatakan, keikutsertaannya dalam latihan zikir nazam memang menjadi keingin tersendiri. Selain tambahan pengetahuan mengenai budaya daerah, juga agar tidak canggung saat diajak berzikir nazam di daerahnya sendiri.

"Supaya tidak malu ketika pulang kampung. Karena saya sering diajak. Jadi waktu diajak sudah bisa," katanya.

Paling penting menurutnya, keikutsertaan di zikir nazam memperpanjang tali silaturahmi. Terutama di Pontianak, dimana mereka sering diajak berzikir nazam dari satu rumah ke rumah lain. "Kalau di Pontianak kita ikut yang sudah senior. Jadi sering diajak dari rumah satu ke rumah yang lain," katanya.

Kegiatan Positif

Dedi Muniardi mengatakan, generasi muda merupakan kunci pelestari budaya. Tanpa adanya regenerasi, mustahil satu kebudayaan bisa terus lestari.

"Sebagai generasi muda, kita memiliki peran untuk ikut serta melestarikan atau mengeksistensikan budaya kita jangan sampai hilang di telan zaman. Satu di antaranya zikir nazam ini," kata Dedi.

Selain itu, mengikuti kegiatan-kegiatan seni budaya, juga menjadi bagian memanfaatkan waktu yang ada. Sehingga anak-anak muda tidak hanya menghabiskan waktu dengan kumpul-kumpul tanpa isi, tapi bisa memanfaatkan waktu untuk hal positif. "Dengan aktivitas yang positif tentu menghindarkan dari perbuatan yang negatif," katanya.

Mendukung kegiatan positif anak-anak muda, bisa saja pemerintah ikut serta berperan seperti menggelar event seni dan budaya. Sehingga ada ketertarikan untuk mempelajari. "Jadi ada tujuan yang ingin dicapai. Tidak sekadar seni budaya itu dipelajari lalu selesai," katanya.

Festival Meriam Karbit, Cara Warga Pontianak Sambut Ramadan

Pontianak, Kalbar - Warga Muslim yang bermukim di pinggiran Sungai Kapuas, Pontianak Kalimantan Barat biasa memainkan "meriam karbit" di akhir bulan Ramadan. Ini merupakan bentuk ungkapan syukur atas kemenangan melawan hawa nafsu selama bulan Ramadan.

Tradisi membunyikan meriam sudah dilakukan sejak sultan pertama Pontianak, yakni pendiri Kota Pontianak Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie tahun 1771 Masehi. Pada saat itu Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie dan rombongan menembakkan meriam berpeluru sebanyak dua kali.

Pada saat peluru pertama jatuh di tengah hutan belantara, maka disitulah dijadikan lokasi pendirian Istana Kadriah, dan tembakan kedua atau tepatnya peluru kedua mendarat sebagai penanda lokasi pendirian Masjid Jami` Kesultanan Pontianak yang kini letaknya tidak begitu jauh.

Dulunya tradisi memainkan meriam dilakukan sebagai tanda awal datangnya bulan suci Ramadan dan juga sebagai tanda berakhirnya Ramadan. Hingga kini menjadi tradisi masyarakat Melayu Kota Pontianak dalam menyambut dan memeriahkan malam Takbiran.

"Permainan meriam karbit sudah menjadi tradisi turun temurun nenek moyang kami dalam memeriahkan bulan Ramadhan dan menyambut malam takbiran di sepanjang Sungai Kapuas," kata Ketua Umum Meriam Karbit Batas Kota Parit Mayor, Mawardi di Pontianak, Senin (13/6/2016).

Ia menjelaskan, seiring berkembangnya zaman, digelar festival meriam karbit yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak dalam melestarikan permainan rakyat tersebut.

"Kelompok meriam karbit kami selalu ikut dalam festival, dalam ikut berperan serta dalam memeriahkan dan melestarikan permainan rakyat tersebut," katanya.

Untuk tahun 2016, pihaknya akan menurunkan sebanyak 19 meriam karbit, yakni enam meriam yang dibuat dari balok kayu, sisanya dari paralon besi dan plastik.

"Hampir setiap tahun kami selalu bergotong royong membuat meriam karbit, baik membuat baru maupun merakit kembali meriam tahun-tahun sebelumnya untuk menyambut dan memeriahkan malam takbiran di Pontianak," ungkap Mawardi.

Menurut dia, masyarakat Kelurahan Parit Mayor secara gotong royong membuat meriam karbit, sejak seminggu berjalannya bulan Ramadan hingga sekarang.

Pembuatan meriam karbit, selain membutuhkan waktu yang cukup lama, juga memerlukan biaya yang cukup besar, yakni sekitar Rp5 juta /unit sehingga harus dilakukan secara gotong royong dan mengumpulkan dana dari sumbangan masyarakat.

Proses pembuatan meriam karbit yang dimulai dari kayu utuh, terlebih dahulu dibelah menjadi dua bagian, kemudian bagian itu dilubangi sepanjang kayu yang dibelah menggunakan gergaji mesin atau manual, setelah selesai kedua belah yang telah dilubangi itu disatukan kembali dengan diikat menggunakan rotan.

Proses permainan meriam karbit, yakni agar meriam karbit yang dibuat menghasilkan bunyi dentuman yang keras seperti sungguhan, yakni dengan memasukkan air secukupnya, kemudian dicampur dengan karbit seberat setengah kilogram, kemudian lubang yang telah disiapkan khusus ditutup selama tiga menit, kemudian barulah disulut dengan api.

Seminar tentang Saprahan: Menggali Etika Lestarikan Budaya

Pontianak, Kalbar - Tradisi makan bersama keluarga mulai memudar. Makan bersama antara orang tua dengan anak jarang dilakukan akibat kesibukan masing-masing.

Padahal makan bersama dalam sebuah keluarga itu sangat penting. Paling tidak sekali dalam sehari duduk makan bersama-sama sehingga bisa terjalin komunikasi yang baik dengan anak-anak sekaligus mengontrol aktivitas mereka selama sehari.

Latar belakang itulah anak-anak juga harus dikenalkan dengan adat budaya yang ada di Kota Pontianak, salah satunya budaya saprahan.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Pontianak menggelar Seminar Saprahan dengan tema ‘Menggali Etika Saprahan Budaya Dipertahankan’ di Aula rumah Dinas Wakil Wali Kota Pontianak, Selasa (03/05/2016).

Seminar ini diikuti 100 peserta dari berbagai sekolah negeri maupun swasta setingkat SMA/SMK. Kepala Disbudpar Kota Pontianak, Hilfira Hamid menjelaskan, banyak filosofi yang terkandung dalam budaya makan saprahan.

Dari sisi etika yakni menghormati orang yang lebih tua, menghargai pimpinan atau orang yang dihormati. Selain itu juga adanya rasa kekeluargaan dan kebersamaan menyatu dalam tradisi saprahan.

“Makanan yang sama-sama dinikmati. Artinya, dengan makan saprahan ini istilahnya duduk sama-sama rendah, berdiri sama-sama tinggi,” ujarnya.

Generasi kini sudah mulai sedikit yang mengetahui budaya yang dimiliki Kota Pontianak. Bahkan, adat etika di meja makan atau table mannersaja sudah banyak ditinggalkan.

Dalam saprahan, terkandung bagaimana bersikap sopan saat menikmati sajian atau hidangan makanan dalam sebuah acara.

“Saprahan itu diajarkan bagaimana sikap duduk yang baik, di mana kaum pria duduk bersila sedangkan kaum wanita duduk berselimpuh,” jelasnya.

Untuk melestarikan budaya saprahan di kalangan masyarakat serta memperkenalkan ke dunia luar sebagai aset kekayaan budaya yang dimiliki Pontianak, pihaknya rutin menggelar Festival Saprahan dalam peringatan Hari Jadi Kota Pontianak setiap tahunnya.

Pesertanya kader-kader PKK di kelurahan dan kecamatan se-Kota Pontianak. Selain itu, mulai tahun ini, pihaknya juga akan menggelar festival serupa tingkat pelajar SMA/SMK bulan Agustus mendatang.

Para guru atau tenaga pendidik muatan lokal (mulok) yang diundang dalam seminar ini, juga akan diberikan technical meeting sebagai persiapan menjelang lomba atau festival saprahan mendatang.

“Kita mengundang guru-guru mulok supaya mereka menyampaikan kepada siswa-siswanya. Mudah-mudahan melalui seminar ini, anak-anak kita mengetahui etika makan dan akan lebih tertib serta lebih mengenal budaya kita,” tukasnya.

Gawai Dayak 2016 Lebih Istimewa

Pontianak, Kalbar - Pekan Gawai Dayak 2016 dipastikan lebih istimewa dibanding tahun-tahun sebelumnya. Acara yang bakal digelar di Rumah Radakng, 20-27 Mei itu akan dihadiri masyarakat Dayak dari negara tetangga. Sebanyak 200 orang Sarawak, Sabah, Kinabalu (Malaysia) dan Brunei Darussalam sudah menyatakan kesediaan untuk hadir. "Ini yang membuat Pekan Gawai Dayak kali ini istimewa," ujar Irenius Kadim, Ketua Panitia Pekan Gawai Dayak 2016 dalam keterangan persnya, kemarin.

Menurutnya, tamu dari mancanegara ini tidak hanya sekedar melihat atau menghadiri undangan, akan tetapi mereka dipastikan mengikuti karnaval dan membuka stand pameran dan kuliner.

Selain itu, lanjut Iren, pekan gawai ini juga akan menambah jumlah kegiatan lomba yang diharapkan bisa menambah semaraknya gawai. "Untuk lomba, kami ada penambahan, salah satunya lomba menangkap babi, di samping perlombaan-perlombaan yang sudah ada sebelum-sebelumnya," lanjutnya.

Seperti tahun sebelumnya, gawai ini dimeriahkan upaya pembukaan, display budaya, upacara adat, pameran kerajinan rakyat dan wisata kuliner. Dalam wisata kuliner ini telah disepakati bagaimana cara untuk mengubah stigma masyarakat luas bahwa gawai Dayak itu identik dengan bermabuk-mabukan. “Tahun ini disepakati, tidak boleh ada yang mabuk-mabukan atau yang jual arak,” tegas Iren.

Gawai ini disusun dengan aturan yang harus ditaati, baik pengunjung maupun penyelenggara. Akan diperlakukan hukum adat bagi yang melanggar aturan adat yang ditetapkan penyelenggara. “Siapapun dia, apalagi panitia. Bahkan, kalau panitia melanggar aturan, hukum adatnya bisa sampai dua kali lipat, yakni hukum Nahkoda Macah Timba. Artinya apa, mereka yang melaksanakan kok buat rusuh,” ujarnya.

Selain itu juga dimeriahkan dengan permainan rakyat lainnya, meliputi menyumpit dan pangka gasing. Kemudian pementasan seni, tari dayak kreasi dan tarian dayak. Termasuk sastra lisan, peragaan busana dayak, lomba bujang dan dara gawai serta melukis perisai, memahat, mematung dan seni lukis tato.

Ketua Sekber Kesda Kalbar, Yoseph Odilo Oendoen menambahkan, Pekan Gawai Dayak pertama kali diadakan pada 1986. Kala itu hanya ada sembilan sanggar kesenian di naungan Sekber Kesda Kalbar. Namun, pada 2016 ini sudah mencapai 54 sanggar. “Mulai dari sanggar seni pertunjukan, seni tari, musik, teater, sastra dan seni rupa. Jadi hampir semua cabang seni sudah ada,” katanya.

Dengan gawai ini, Oendoen berharap muncul kreativitas dan inovasi serta produktivitas dari pelaku-pelaku seni ini. Sehingga bisa memberikan warna dan hiburan pada masyarakat umum maupun turis mancanegara.

Mei, Festival Borneo Digelar di Kalbar

Pontianak, Kalbar - Kepala Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif Provinsi Kalbar, Simplisius mengatakan, Mei mendatang akan digelar Festival Borneo yang diikuti seluruh provinsi di Kalimantan.

Digelarnya Festival Borneo di Kota Pontianak, berdasarkan penentuan pada rapat tahun lalu di Samarinda dalam kurun waktu pelaksanaan setahun sekali dan bergantian tempat.

Sebenarnya pelaksanaan Festival Borneo akan digelar di Kaltara tetapi Kaltara belum siap, makanya digelar di Kalbar. Namun untuk berikutnya, kemungkinan akan digelar di Kaltara.

"Dengan adanya Festival Borneo maka ada dua event besar di 2016, satu lagi Gawai Dayak karena dana terbatas kami gunakan untuk dua kegiatan. Ada Festival Budaya dan Gawai Dayak, maka kegiatan akan semakin meriah," ujarnya Kamis (31/3/2016) ini.

Ia mengatakan jika Gawai Dayak melibatkan peserta se-Kalbar, Festival Borneo yang akan berlangsung selama lima hari akan melibatkan seluruh provinsi di pulau Kalimantan.

"Tahun ini akan dilakukan pemilihan Putri Borneo, pameran, tarian dayak dan melayu. Dengan adanya Putri Borneo maka akan ada icon untuk mempromosikan wisata,"ujarnya.

Tahun sebelumnya Festival Borneo yang dibuka Menteri Pariwisata Arief Yahya di gelar di Stadion Madya, Samarinda. Adapun kriteria Putri Borneo memenuhi 3B.

"B yang pertama, beauty, cantik, menarik. B yang kedua adalah brain, kecerdasan, pintar, punya pemahaman yang cukup di bidang pariwisata atau smart. Dan B yang ketiga adalah behavior yang acap disebut hospitable, budi pekerti, prinsip hidup yang berbudaya luhur," katanya.

-

Arsip Blog

Recent Posts