Tampilkan postingan dengan label Solo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Solo. Tampilkan semua postingan

UNS Gelar Pameran Batik Internasional

Solo, Jateng - Pameran Batik berskala internasional digelar oleh Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta dengan mengambil tema Wonderfull International Batik Exhibition. Kepala Program Studi (Kaprodi) Kriya Tekstil FSRD UNS, Tiwi Bina Affanti menjelaskan, pameran yang berlangsung enam hari mulai hari ini hingga Rabu (5/9/2016) digelar di Galeri Seni Rupa FSRD UNS dengan diikuti perwakilan dari mahasiswa asing asal beberapa negara. "Salah satu tujuan pameran ini dalam rangka ikut memeriahkan Hari Batik Nasional," jelasnya kepada wartawan di Solo, Jawa Tengah, Jumat (30/9/2016). Selain itu, Hari Batik Nasional bisa diwujudkan dengan beragam cara, salah satunya dengan menggelar pameran batik. Selain itu, pameran ini juga dihelat sebagai rasa syukur bahwa batik yang merupakan karya seni khas budaya asli Indonesia sejak tahun 2009 lalu memperoleh penghargaan dari UNESCO sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Pameran Batik yang digelar oleh Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) UNS juga memamerkan hasil karya batik dan foto-foto terkait kegiatan International Batik Short Course beberapa waktu lalu. Selain itu juga sebagai wujud nyata kepedulian FSRD UNS terhadap pengembangan dan pelestarian batik di Indonesia. International Batik Short Course diikuti oleh 23 mahasiswa asing dari beberapa negara yaitu Sierra Leone, Australia, China, India, Inggris, Madagaskar, Malaysia, Mozambik, Nigeria, Rwanda, Suriname, Tanzania, dan Yaman. "Dengan begitu kita mendukung program internasionalisasi UNS dan FSRD khususnya dengan mengenalkan batik ke luar dengan menggelar International Batik Short Course," pungkasnya.

Sumber: http://news.okezone.com

Pusaka Peninggalan Pajajaran Dijamas di Museum Radya Pustaka

Solo, Jateng - Di bulan Suro menurut penanggalan Jawa yang bagi masyarakat Jawa merupakan bulan keramat dan bertepatan dengan bulan Muharam Hijriyah, Rabu (27(10/2015), Museum Radya Pustaka Solo menggelar ritual jamasan pusaka dan "ngisis wayang" atau mengangin-anginkan wayang kulit.

Sebanyak 21 pusaka terdiri dari keris, tombak, parang, pedang dan lain-lain dan yang berusia paling tua peninggalan kerajaan Pajajaran dan Mataram dijamas atau dimandikan.

Jumlah pusaka yang dijamas pada bulan Suro tahun 1949 Jimawal ini, menurut Ketua Komite Museum Radya Pustaka, Subagyo Purnomo, lebih sedikit dibanding tahun lalu yang mencapai lebih 60 buah. Di antara penyebabnya, banyak kolektor pusaka tahun lalu ikut jamasan di museum saat ini mengadakan jamasan sendiri-sendiri.

"Sebanyak 21 pusaka yang dijamas tersebut hanya sebagian kecil dari koleksi Museum Radya Pustaka yang berjumlah 500 lebih. Pusaka yang dijamas termasuk kualitas atas sehingga diprioritaskan. Sebab kalau tidak dijamas setiap tahun bisa rusak termakan karat," jelasnya.

Ketua II Komite Museum Radya Pustaka, Sanyoto mengungkapkan, ritual jamasan pusaka tahun ini bersamaan dengan ulang tahun Museum Radya Pustaka yang ke-125. Selain pusaka peninggalan kerajaan Pajajaran dan Mataram, katanya juga dijamas pusaka yang berasal dari kerajaan Bali dan dari Majapahit.

Empu keris yang bertugas nmemimpin ritual jamasan, Mas Ngabehi Daliman Puspo Budoyo, menjelaskan, semua pusaka koleksi Museum Radya Pustaka merupakan pusaka asli karya para empu masa lampau. Pernyataan ini sekaligus membantah tudingan yang menyatakan, pusaka koleksi museum tersebut telah dipalsukan.

“Semua pusaka di museum asli, tidak ada yang palsu,” ungkap Daliman yang juga menjabat Dewan Kurator Museum Keris.

Jamasan keris yang merupakan ritual tahunan setiap bulan Suro, katanya, bertujuan membersihkan pusaka sekaligus mengembalikan pamor yang biasanya tertutup karat. Proses jamasan dengan berbagai ramuan, termasuk warangan untuk menampakkan pamor rata-rata memakan waktu sekitar 10 hari.

Di bulan Suro yang disebut komunitas Museum Radya Pustaka sebagai "bulan budaya", selain melaksanakan berbagai ritual seperti jamasan pusaka dan mengeluarkan empat peti wayang kulit untuk diangin-anginkan, juga diadakan kajian naskah-naskah kuna, di antaranya "Serat Dajjal" dan lain-lain.

Radya Pustaka Pamerkan Koleksi Naskah Kuno

Solo, Jateng - Museum Radya Pustaka di Solo, Jawa Tengah, memamerkan koleksi naskah kunonya ke publik selama sebulan penuh mulai 14 Oktober hingga 14 November.

Naskah-naskah kuno itu ditulis dengan aksara Jawa Carik pada lembar dhaluwang.

"Naskah itu ditulis dengan tangan oleh para jenius di masanya, yakni antara abad 17 hingga 19 Masehi. Isi dari naskah kuno ini tidak ternilai, karena selain umurnya yang sangat tua, isinya pun memiliki banyak makna. Karena orang dulu sebelum menulis serat pasti bertapa lebih dahulu," katanya.

Dia mengatakan siapa pun boleh mempelajari naskah-naskah kuno itu menggunakan versi digital atau naskah yang sudah ditulis ulang dengan huruf latin.

"Di museum sejumlah naskah sudah di-digitalisasi dan ditulis ulang dalam huruf latin, baik Indonesia maupun Inggris, sehingga bisa dipelajari atau dibaca tanpa merusak naskah yang asli", katanya.

Ia mengatakan pameran naskah kuno tersebut merupakan bagian dari kegiatan Sura Bulan Kebudayaan, yang digelar selama bulan Sura, awal tahun dalam penanggalan Jawa.

Sura Bulan Kebudayaan meliputi beragam kegiatan. Selain pameran, kegiatan yang diawali dengan tumpengan dan ritual jenang suran itu juga akan menyuguhkan pentas kesenian tradisional seperti ketoprak dan teater tari serta orasi kebudayaan, lokakarya, dan penyucian tosan aji koleksi museum.

Kemeriahan Kota Solo Rayakan Hari Batik Nasional

Solo, Jateng - Hari Batik Nasional 2 Oktober kemarin diperingati warga Solo, Jawa Tengah dengan karnaval bertajuk Solo Batik Carvinal.

Karnaval ini dimeriahkan dengan penampilan masrching band dan aneka busana batik kreasi warga Solo. Dibuka dengan penampilan Drum Corps Cendrawasih Akademi Kepolisian, Karnaval Batik Solo kemarin resmi digelar di sepanjang Jalan Jendreal Sudirman, Solo.

Meski berubah dari rencana semula, yang akan digelar dari Sriwedari hingga Jalan Jenderal Sudirman, Karnaval Batik Solo tetap berjalan meriah.

Para peserta mengenakan busana karnaval yang tentu saja terbuat dari kain batik warna-warni. Kemeriahan karnaval Jumat sore menyedot perhatian segenap warga Kota Solo.

Panitia karnaval menyatakan, karnaval akan dijadikan ajang tahunan dan dibuat lebih meriah ke depannya, dengan melibatkan lebih banyak pihak.

Karnaval Batik Solo ini digelar selain untuk peringatan atas ditetapkannya batik sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO 6 tahun silam, juga sebagai salah satu upaya dalam melestarikan kekayaan ragam budaya Indonesia.

Hari Batik Nasional, Masyarakat Bisa Lebih Mencintai Budaya Indonesia

Solo, Jateng - Hari Batik Nasional yang jatuh pada 2 Oktober bakal diperingati secara meriah di Solo, Jawa Tengah (Jateng), melalui atraksi marching band dari Akademi Kepolisian berkolaborasi dengan Solo Batik Carnival.

"Saya mohon kepada masyarakat kota ini yang menyaksikan atraksi marching band yang berkolaborasi dengan SBC, bisa mengenakan baju batik. Silakan pakai batik apa bebas yang penting batik," kata petugas panitia acara tersebut, Sumartono, di Solo, Rabu (30/9/2015).

Menurutnya, atraksi marching band dari Akademi Kepolisian yang berkolaborasi dengan SBC itu dipersembahkan oleh Batik Keris Solo. Dia juga mengharapkan melalui peringatan tersebut, masyarakat bisa lebih mencintai budaya Indonesia pada umumnya dan mencintai batik sebagai warisan budaya pada khususnya.

"Batik sebagai warisan budaya dunia telah ditetapkan oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009. Pengakuan terhadap batik merupakan pengakuan internasional terhadap budaya Indonesia," ujarnya.

Dia menuturkan visi dan misi Batik Keris untuk melestarikan budaya bangsa dengan menggali berbagai seni desain, pakaian, seni kriya, seni tari, dan seni suara dengan melestarikan sesuai zaman.

"Modifikasi, evolusi sangatlah penting agar budaya tersebut dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat," sambungnya.

Atraksi marching band dari Akademi Kepoisian yang berkekuatan 400 orang akan mulai dari Stadion Sriwedari menuju Jalan Slamet Riyadi. Sampai di perempatan Nonongan Kota Solo, mereka bergabung dengan SBC untuk kemudian menuju Balaikota Surakarta.

Keraton Surakarta Gelar Grebeg Besar Pekan Ini

Solo, Jateng - Keraton Kasunanan Surakarta akan menggelar upacara adat Grebeg Besar, Kamis (24/9), untuk merayakan Idul Adha.

Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta KP Winarno Kusumo di Solo, Senin, menjelaskan Grebeg Besar merupakan bentuk perayaan atas kemenangan iman yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim, yang rela mengorbankan putranya Ismail demi menjalankan perintah Tuhan.

"Penanggalan yang kita pakai adalah penanggalan Jawa, yang merupakan gabungan dari penghitungan penanggalan Saka dan Hijriyah. Tahun ini Grebeg akan kita adakan tanggal 24 September 2015," katanya tentang acuan penentuan pelaksanaan Grebeg Besar.

Saat ini, ia menjelaskan, persiapan pelaksanaan grebeg sudah dilakukan, termasuk di antaranya pembuatan gunungan jaler (laki-laki) dan setri (perempuan).

Sugiyo, salah satu abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta yang bertugas membuat gunungan untuk Grebeg Besar, sudah mulai membuat gunungan sejak dua bulan lalu.

"Kerangkanya sudah selesai, tinggal masang-masang barang-barangnya saja. Kalau yang gunungan setri ini kami sudah hampir menyelesaikan pemasangan rengginangnya, nanti ditambahi nasi dan uba rampe lain. Sedangkan untuk gunungan jaler nantinya diisi sayur mayur dan hasil bumi," katanya.

Kedua gunungan itu akan diarak dari Keraton menuju Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta yang berada di barat Alun-Alun Utara untuk didoakan sebelum dibagikan ke warga di halaman masjid.

"Biasanya sesuai adat satu gunungan dibagikan di masjid, sedangkan satu gunungan dibawa kembali ke keraton. Namun, karena banyaknya warga yang datang, biasanya yang dibawa kembali ke keraton ya tinggal rangkanya saja, karena sudah ikut untuk rebutan warga," katanya.

KP Winarno Kusumo atau Kanjeng Win mengatakan tahun ini kemungkinan rute arak-arakan grebeg dari keraton menuju masjid berubah.

Biasanya gunungan dibawa dari Keraton ke Sitinggil, lalu diarah menuju masjid melalui tengah-tengah Alun-Alun Utara.

Sekarang, karena alun-alun jadi tempat Pasar Darurat Klewer, dari Sitinggil gunungan akan diarak melalui Supit Urang langsung menuju masjid atau melalui barat alun-alun.

"Sebenarnya para pedagang sebelumnya sudah menyatakan sanggup menyesuaikan jika ada keperluan upacara adat. Tapi nanti kita lihat dulu apakah memang memungkinkan lewat tengah-tengah alun-alun, kalau tidak ya lewat sampingnya," katanya.

Festival Payung Solo, Membangkitkan Perajin Payung Tradisional

Solo, Jateng - Festival Payung Indonesia kembali digelar di Solo, Jawa Tengah, diikuti peserta dari dalam dan luar negeri. Festival ini diharapkan dapat turut melestarikan kerajinan payung Indonesia yang kini terancam punah dan membangkitan usaha perajin payung tradisional.

Festival Payung Indonesia II tahun 2015 mengusung tema ”Payung Lahir Kembali dalam Kebaruan Artistik Visual”. Perhelatan Festival Payung Indonesia ini diadakan di Taman Balekambang, Solo, selama tiga hari, Jumat-Minggu (11-13/9/2015). Pejabat Wali Kota Solo Budi Suharto mengatakan, Festival Payung Indonesia diharapkan turut menggerakkan perekonomian daerah di saat ekonomi nasional sedang melemah.

”Jangan sampai perhelatan festival payung II ini hanya menjadi kegiatan biasa-biasa, tetapi harus berpengaruh turut menggerakkan perekonomian daerah,” katanya, saat membuka Festival Payung Indonesia 2015 di Taman Balekambang, Jumat (11/9/2015).

Budi berharap festival ini dapat menggairahkan usaha para perajin payung yang ada di Solo dan daerah di sekitar Solo. Dengan demikian, UMKM kerajinan payung tradisional dapat membuka peluang usaha baru dan lowongan kerja baru. Ajang ini bisa jadi peluang bagi perajin yang terlibat dalam acara.

Ketua Panitia Festival Payung Indonesia 2015 Heru Mataya mengatakan, festival ini diikuti 13 kota yang di kota tersebut terdapat perajin-perajin payung tradisional. Beberapa kota itu di antaranya Baubau (Sulawesi Tenggara), Palu (Sulawesi Tengah), Kuantan Singingi (Riau), Padangpanjang (Sumatera Barat), Bengkulu, Jakarta; Bandung dan Tasikmalaya (Jawa Barat), Yogyakarta; serta Solo, Pekalongan, Klaten (Jawa Tengah). Festival ini juga diikuti delegasi dari Thailand, Tiongkok, dan Jepang.

Heru mengatakan, festival payung ini lahir dari keprihatinan atas menurunnya kerajinan payung tradisional di beberapa daerah. Para pembuat payung tradisional semakin terimpit produk payung modern. Melalui festival ini bisa menjadi forum bertemunya pelaku kerajinan payung sehingga bisa menemukan pasar baru.

Seniman Mancanegara Ikut Meriahkan Festival Payung Indonesia 2015

Solo, Jateng - Sejumlah seniman dan pengrajin dari luar negeri ikut memeriahkan Festival Payung Indonesia 2015 yang digelar di Taman Balekambang Solo, Jawa Tengah pada 11-13 September.

Ketua Panitia Penyelenggara FPI 2015, Heru Mataya, di Solo, Kamis, mengatakan berbeda dari tahun lalu yang hanya diikuti peserta dari dalam negeri, festival tahun melibatkan seniman dan pengrajin dari Thailand, Jepang, dan Tiongkok.

Festival tahun ini mengambil tema "Umbrella Reborn", dengan peserta dalam negeri antara lain dari Kabupaten Bau Bau (Sulawesi Tenggara), Palu (Sulawesi Tengah), Kuantan Singingi (Riau), dan Padangpanjang (Sumatera Barat).

Seterusnya, peserta dari Bengkulu, DKI Jakarta, Bandung, Tasikmalaya, Yogyakarta Banyumas, Solo, Pekalongan, Klaten, Bali dan Malang.

Heru menjelaskan seniman dan pengrajin payung dari luar negeri juga dilibatkan agar peserta dan masyarakat mengenal budaya masing-masing negara.

Para seniman dan pengrajin dari Tiongkok, Thailand, dan Jepang akan memperagakan cara membuat kerajinan payung mereka di hadapan peserta workshop yang merupakan bagian dari agenda festival.

Chen Mi, salah satu pengrajin payung asal Tiongkok mengatakan, pihaknya sangat bangga dapat mengikuti Festival Payung Indonesia. Menurut dia, Indonesia telah berupaya dengan baik untuk melestarikan payung tradisionalnya.

Di Tiongkok, ujarnya, payung tradisional kini hanya menjadi cendera mata. Ia berpendapat, pelestarian perlu dilakukan dengan mengkombinasikan payung tradisional dengan unsur modern.

"Payung tradisional Tiongkok sudah digunakan masyarakat sejak 500 tahun lalu. Dan, sekarang harus diperbarui atau kombinasi payung modern," ujarnya.

Ia pun berharap dapat belajar banyak soal payung tradisional Indonesia.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, Eny Tyasni Susana berharap festival payung mampu menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara..

"Festival Payung Indonesia 2014 selama tiga hari dikunjungi sekitar 25 ribu orang. Tahun ini lebih menarik dan go international sehingga pengunjung diharapkan meningkat dibanding tahun sebelumnya," kata Eny.

Festival Payung 2015 digelar oleh Mataya Arts dan Heritage bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surakarta, didukung Kementerian Pariwisata dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Solo International Performing Art 2015 Dimeriahkan Budaya Korea

Solo, Jateng - Solo International Performing Art (SIPA) kembali digelar. Dengan mengusung tema Live in the Contemporary World, acara ini akan digelar di Benteng Vastenburg pada 10-12 September 2015.

Dikutip dari Indonesia Travel, tahun ini Solo Internasional Performing Arts 2015 mengusung konsep yang berbeda. Pasalnya, puncak acara SIPA akan dimeriahkan oleh pesta budaya Korea yang berjudul Korean Cultur Night.

Menariknya, acara ini akan menampilkan berbagai kesenian dari negeri gingseng tersebut. Pemilihan budaya Korea bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, beberapa remaja di Indonesia termasuk Solo tengah menyukai budaya Korea.

Selain pertunjukan, ada juga pameran tentang kebudayaan Korea diantaranya kerajinan, pakaian tradisional, dan lainnya.

SIPA merupakan ajang pergelaran seni budaya berskala international dengan materi berupa berbagai seni pertunjukan seperti seni tari, seni musik dan seni teater.

Acara ini akan diikuti oleh peserta dari luar negeri, seperti Jerman, Spanyol, Amerika Serikat, Thailand, Korea, Filipina, Malaysia, Singapura, dan juga Myanmar.

Tari Topeng Jabar akan Meriahkan IIMF ke-2

Solo, Jateng - Para seniman tari topeng asal Jawa Barat, di antaranya penari topeng Indramayu, Kaniri, Juju Masunah (UPI Bandung), para penari topeng Losari, Cirebon dan lain-lain, akan memeriahkan Indonesia International Mask Festival (IIMF) ke-2 tahun 2015 di Solo, pada 4 -6 September 2015.

Dalam festival topeng kelas internasional yang dilaksanakan bersamaan dengan International Ancient Mask Summit (IAMS) tersebut, selain akan menggelar beragam tari topeng dari berbagai daerah, seperti Yogyakarta, Malang, Bali dan lain-lain, juga diikuti para penari topeng Jepang dan Korea.

Direktur Akademi Seni Mangkunegaran (ASGA), Irawati Kusumorasri, menjelaskan kepada wartawan, di Pendapa Prangwedanan, Istana Mengkunegaran, Selasa (1/9/2015), IIMF ke-2 tahun sengaja dilaksanakan bersamaan dengan IAMS, even budaya yang baru. pertama kali diselenggarakan International Ancient Mask Center, ASGA dan Solo Art Base, Boyolali. Kedua rangkaian kegiatan itu merupakan upaya untuk pengembangan seni pertunjukan topeng, bukan hanya sebagai subyek kesenian tetapi juga penghubung semangat berkesenian dalan keragaman budaya Indonesia dan dunia.

"Topeng adalah bagian dari sejarah dan kebudayaan dunia. Sekarang topeng bukan hanya memiliki nilai guna, tetapi juga nilai seni." ujar Irawati.

Festival topeng yang menginjak tahun kedua ini, katanya, diadakan dalam skala lebih kecil dibanding tahun lalu. Dia berdalih, hal ini lantaran bantuan dana dari Kementerian Pariwisata tidak sebesar tahun lalu. Namun ditegaskannya, esensi dari topeng akan lebih terasa dalam berbagai rangkaian acara yang disajikan, seperti pertunjukan tari topeng, seminar topeng, dan workshop pembuatan topeng yang melibatkan 150-an anak-anak.

Menyinggung perkembangan seni topeng, baik dalam seni tari maupun seni kriya, Irawati melihat, kegiatan seni tari topeng di berbagai daerah tampak lebih maju di banding seni kriyanya. Meskipun hasil karya kerajinan topeng sekarang sudah banyak berubah dari karya klasik, yang pada umumnya mengacu pada karakter wajah panji, namun regenerasi perajin seni topeng sangat kurang.

"Dalam pagelaran IIMF sendiri, hampir sama dengan tahun lalu pada pagelaran kedua kali ini yang diangkat bukan hanya Topeng Panji. Para penampil akan memperbarui koreografi seni tari topeng yang kian punah, seperti topeng Tegal, topeng Indramayu, topeng Losari dan sebagainya," jelasnya.

Performer tari topeng kelas internasional yang akan tampil, antara lain Kim-Jong Heung (Korea Selatan) dan Hideta Kitazawa dari International Mask and Culture Organisation (IMACO), Jepang. Bersama keduanya akan tampil penari Lydia Kieven, tari Topeng Bubong (Yogyakarta), Topeng Ireng (Boyolali) dan sederet penari topeng lain.

Naskah Kuno Koleksi Masjid Agung Keraton Surakarta Dikonservasi

Solo, Jateng - Sebanyak 100 lebih naskah kuno tentang agama Islam yang selama puluhan tahun tersimpan di perpustakaan Masjid Agung Keraton Surakarta dalam keadaan rusak.

Seluruh naskah yang sebagian besar berbahasa Arab, di antaranya berupa tafsir, nahwu sorof, mawaris, fiqih, hadist dan sebagainya, selain lapuk termakan usia juga banyak yang rusak dimakan rayap.

Perpustakaan Nasional kini tengah melakukan konservasi terhadap naskah-naskah kuno yang disebut sebagai peninggalan Kerajaan Mataram pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono IX dan X di Keraton Surakarta.

"Semua naskah itu merupakan bahan ajar madrasah Mambaul Ulum yang didirikan Sunan Paku Buwono. Meskipun Mambaul Ulum masih ada, naskah-naskah kuno tersebut sudah tidak digunakan sehingga banyak yang dimakan rayap," ujar Ketua Pengurus Masjid Agung Surakarta, M Muhtarom, kepada wartawan, Rabu (26/8/2015).

Perpustakaan Nasional, kini tengah melakukan konservasi naskah kuno tersebut untuk melindungi dan mempertahankan agar naskah yang berharga itu dapat tetap dimanfaatkan.

Sebanyak 10 orang tenaga ahli konservasi naskah dari Perpustakaan Nasional dilibatkan dalam pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan kesabaran ini.

"Naskah-naskah di sini sebagian besar sudah rusak parah dan sangat memprihatinkan. Bahkan ada buku yang dimakan rayap. Kalau tidak dikonservasi akan semakin rusak. Padahal, naskah-naskah ini sangat berharga karena merupakan peninggalan kerajaan, sehingga harus diupayakan dilestarikan" tutur Kasubid Reproduksi Perpustakaan Nasional, Pristiawati.

Proses konservasi yang kondisinya sudah rusak tersebut, di antaranya dengan cara laminasi atau melapisi naskah dengan bahan plastik.

Selain itu, konservasi terhadap naskah berupa buku dilakukan dengan menjilid kembali. Diperkirakan proses konservasi membutuhkan waktu cukup lama, karena penangannya harus hati-hati.

"Jika tidak ekstra hati-hati akan tambah rusak, karena kertasnya yang lapuk dan lengket mudah sobek," jelasnya.

28 Warga Malaysia Diberi Gelar Kehormatan oleh Keraton Surakarta

Solo, Jateng - Puluhan warga Negara Malaysia memperoleh gelar kehormatan dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Gelar tersebut merupakan tindak lanjut dari Memorandum of Understanding (MoU) antara Lembaga Adat keraton dengan pemerintah Malaysia yang sudah berlangsung sejak Raja Paku Buwono (PB) XII.

Pemberian gelar disematkan oleh Wakil Raja Surakarta Kanjeng Pangeran Haryo Puger, di Sasana Andrawina, Keraton Surakarta, Minggu (26/7) siang. Sebanyak 28 warga Malaysia dari berbagai latar belakang dan kalangan menerima gelar penghormatan.

Selain warga Malaysia seorang warga Inggris dan China juga menerima penghargaan yang sama. Meski menerima gelar dari keraton Jawa, namun mereka tetap mengenakan busana khas Melayu.

"Ada 28 warga Malaysia dan beberapa negara tetangga yang kita berikan gelar kehormatan," ujar salah satu keluarga keraton, Gusti Pangeran Haryo (GPH) Edy Wirabumi.

Edy menambahkan, pemberian gelar tersebut untuk meneruskan hubungan bilateral antara Keraton Kasunanan Surakarta dengan Kerajaan Diraja Malaysia yang sudah dimulai sejak masa kepemimpinan Raja PB XII.

"Pemberian gelar ini bukan semata karena mereka memiliki jasa di bidang seni dan budaya. Namun saat ini sudah berkembang di segala bidang. Bahkan kami sudah bekerjasama di bidang ekonomi dan bisnis. Mereka ini banyak yang dari kalangan pengusaha," katanya.

Harapannya, kata dia, para pengusaha Malaysia penerima gelar tersebut bisa terus melakukan kerjasama untuk jangka panjang dengan pengusaha asal Kota Solo dan Indonesia.

"Kebanyakan warga Malaysia mendapatkan gelar Raden Tumenggung. Ada satu warga Inggris tadi bernama Sir Ricky Nathaniel yang diberi gelar Kanjeng Raden Rio Aryo," pungkasnya.

Tradisi Unik di Surakarta Sambut Malam Lailatul Qadar

Surakarta, Jateng - Masyarakat di Surakarta memiliki sebuah tradisi unik untuk menyambut sepuluh hari terakhir Ramadan. Mereka berbondong-bondong menyaksikan upacara adat Malem Selikuran yang digelar Keraton Kasunanan Surakarta yang dilaksanakan di malam ke-21 Ramadan.

"Tradisi itu sudah berjalan sejak zaman Paku Buwana IV," kata Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta, KPA Winarno Kusuma, Jumat 10 Juli 2015. Paku Buwana IV merupakan raja yang memerintah pada 1788 hingga 1820.

Tradisi Malem Selikuran dilakukan dalam bentuk kirab lentera dari keraton hingga ke Masjid Agung. Selain lentera, peserta kirab juga membawa seribu nasi tumpeng yang ditempatkan di peti kayu yang dinamakan joli dan ancak santaka. Nasi tumpeng itu selalu menjadi rebutan para pengunjung di akhir acara.

Nasi tumpeng itu terbuat dari nasi gurih, kedelai hitam, mentimun, daging ayam kampung, dan lalapan lombok hijau. Jumlahnya mencapai seribu bungkus melambangkan keutamaan malam Lailatul Qadar yang diyakini lebih baik dari seribu bulan.

Malem Selikuran merupakan penggambaran penyambutan para shahabat kepada Rasulullah yang pulang dari Jabal Nur dengan membawa wahyu Lailatul Qadar. Para sahabat pada saat itu menyambut dengan membawa lentera. “Karena itu setiap Malem Selikuran kami membawa lentera dan lampion yang sering disebut dengan ting ting hik,” kata Winarno.

Sekitar 1927, Paku Buwana X memerintahkan agar rute kirab diperpanjang hingga ke Taman Sriwedari yang saat itu bernama Bonraja. Tujuannya, agar taman itu bisa ramai dan berdampak positif bagi perekonomian warga di sekitarnya. "Namun pada 2009 rute kami kembalikan ke Masjid Agung lantaran keterbatasan biaya penyelenggaraan," katanya.

Dulunya, Malam Selikuran selalu diikuti dengan acara Maleman yang digelar selama sebulan penuh di Bonraja. Masyarakat di Surakarta juga diminta menyalakan lentera di depan rumah setiap malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadan. "Kemeriahannya sama seperti acara sekaten yang digelar di Alun-Alun keraton," kata Winarno.

Sayangnya, acara Maleman itu sudah tidak pernah lagi digelar setelah kemerdekaan. Winarno mengatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah status kepemilikan Sriwedari yang sudah bukan lagi milik keraton.

Seribu Tumpeng Dikirab Saat Tradisi Malam Selikuran di Solo

Solo, Jateng - Keraton Kasunanan Surakarta melakukan tradisi malam selikuran. Ratusan orang berbaris sambil membawa seribu tumpeng dan ting (lampu) pada Selasa malam. Barisan tersebut terdiri dari pajurit keraton, sentana, abdi dalem, serta grup rebana dari Keraton Surakarta, dan Ki Ageng Selo, Purwodadi.

Kirab menempuh rute kurang lebih dua kilometer. Dimulai dari halaman Keraton Kasunanan Surakarta mengelilingi kawasan keraton dan berakhir di Masjid Agung Surakarta.

Barisan tersebut diiringi shalawat dan tabuhan rebana oleh regu santi suara atau grup rebana. Sinar puluhan lampu/ting yang dibawa peserta kirab pun menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang menyaksikan tradisi malam selikuran.

KPA Winarno Kusumo selaku Sentana Keraton Kasunanan Surakarta menceritakan mengenai asal muasal tradisi tahunan ini. Tradisi ini dilaksanakan untuk memperingati saat Nabi Muhammad SAW turun dari Jabal Nur setelah memperoleh wahyu.

Pada saat itu, tepatnya pada malam 21 Ramadan, para sahabatnya menyambut dengan membawa obor yang menerangi kegelapan malam. "Obor tersebut kemudian disimbolkan dengan ting yang turut mewarnai kirab dalam tradisi malam selikuran," katanya.

Adapun seribu tumpeng menyimbolkan, bagi siapa saja yang berbuat kebaikan di bulan Ramadan akan mendapatkan ganjaran bagaikan mendapatkan seribu bulan. “Tumpeng yang berisi nasi gurih, daging ayam, timun, dan cabe hijau bermakna permohonan dan doa agar masyarakat mendapatkan kedamaian dan ketentraman,” tuturnya.

Sesampainya di Masjid Agung Surakarta, tumpeng dibacakan doa dan dibagikan kepada masyarakat. Winarno mengatakan tradisi malam selikuran ini telah ada sejak zaman para wali.

Hidupkan Lagi Wayang Orang, Surakarta Pakai Pegawai Kontrak

Surakarta, Jateng - Pemerintah Kota Surakarta saat ini harus mengandalkan puluhan pegawai kontrak untuk bisa menghidupkan pementasan wayang orang di Sriwedari. Sebab, pegawai mereka terus menyusut lantaran pensiun.

"Pementasan wayang orang idealnya butuh 85 personel," kata Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo, Senin 22 Juni 2015. Mereka terdiri dari para artis, niyaga atau penabuh gamelan hingga sindhen.

Dulunya, kebutuhan tersebut dapat dicukupi dengan pegawai negeri yang diangkat untuk formatur pamong budaya. "Lama-kelamaan banyak yang pensiun," kata Rudyatmo. Saat ini pegawai yang bertugas di Gedung wayang Orang Sriwedari tinggal 30 orang.

Rekruitmen pegawai negeri sipil untuk bertugas sebagai pamong budaya terakhir kali dilakukan pada 2007. "Jumlahnya pun saat itu tidak begitu banyak," kata Rudyatmo.

Menurut Rudyatmo, pihaknya selalu mengusulkan agar pemerintah kembali membuka formasi tersebut saat pendaftaran pegawai negeri sipil. "Namun hingga saat ini belum dikabulkan oleh Kementerian Pemberdayaan Apartur Negara," kata Rudyatmo.

Terpaksa, pihaknya harus mengontrak 35 pegawai honorer untuk mencukupi kebutuhan itu. Para honorer itu berasal dari beberapa lulusan sekolah kesenian yang ada di kota tersebut. "Mereka mendapat bayaran sesuai upah minimum," kata Rudyatmo.

Rudyatmo mengakui bahwa bayaran itu sebenarnya masih jauh dari layak. Sebab, para honorer itu harus mementaskan kesenian wayang orang setiap malam. Kesenian yang sudah langka itu hanya libur pentas pada Ahad malam.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta, Enny Tyasni Suzzana mengatakan bahwa Surakarta merupakan satu-satunya kota yang masih mementaskan kesenian wayang orang tiap malam. "Mereka harus terus pentas meski tidak ada penonton yang datang," katanya.

Selain itu, wayang orang merupakan salah satu kesenian yang sangat rumit. Selain menari, senimannya juga harus memiliki kemampuan olah suara, karawitan, sastra dan berbagai cabang seni lain. "Memang sangat tidak layak jika mereka hanya memperoleh upah minimum," kata Enny.

Menurut Enny, saat ini jumlah penonton wayang orang selalu meningkat. "Selalu penuh saat akhir pekan," katanya. Kondisi itu membuat Gedung Wayang Orang membutuhkan para seniman yang profesional.

Nonton Sendratari Ramayana di Benteng Vastenburg

Solo, Jateng - Pemerintah Kota (Pemkot) Solo akan menggelar pertunjukan wayang orang kolosal, di pelataran Benteng Vastenburg, Minggu-Senin (19-21/7)mendatang. Pertunjukan ini sebagai sambutan kepada para pemudik yang kebetulan melintas, atau melewatkan hari liburnya di Kota Bengawan.

“Kalau tagline-nya, Bakdan Ning Sala, Nonton Sendratari Ramayana. Kita akan gelar tiga hari di pelataran Benteng Vastenburg,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Solo, Eny Tyasni Susana, Minggu (21/6).

Eny menjelaskan, pemkot hendak menggenjot sektor wisata. Salah satunya dengan menampilkan budaya tradisi yakni Wayang Orang. Karena itu, momen libur lebaran dianggap tepat, lantaran banyak sekali orang yang kembali ke kampung halaman, atau melintas di Kota Solo.

Dirinya mengatakan, pertunjukan wayang orang kolosal ini akan didukung oleh seniman-seniman profesional dan lintas bidang seni. Dia optimis, pertunjukan ini akan bisa menyedot banyak wisatawan untuk hadir ke Solo.

“Selama ini kesannya kalau Lebaran itu Solo tidak mengadakan agenda apa-apa, karenanya Pak Wali (FX Hadi Rudyatmo) menginginkan menggelar acara ini, supaya bisa mendatangkan wisatawan,” kata Eny.

Acara Budaya Jadi Daya Tarik Penting Pariwisata

Solo, Jateng - Penyelenggaraan acara-acara budaya menjadi faktor penting untuk menarik kunjungan wisatawan. Karena itu, kegiatan berbasis budaya perlu terus didorong dan dikembangkan sehingga menjadi daya tarik pariwisata.

”Sekitar 60 persen daya tarik wisata karena budaya, 35 persen karena faktor alam, dan 5 persen adalah faktor man made atau buatan manusia. Karena itu, banyaknya kegiatan budaya di Solo akan menjadi daya tarik wisatawan yang utama hari ini dan ke depan,” ujar Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan, Kementerian Pariwisata, Ahman Sya saat membuka Solo Batik Carnival ke-8 tahun 2015 di Stadion Sriwedari, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (13/6/2015).

Ahman Sya memberi apresiasi banyaknya acara-acara seni dan budaya yang digelar di Solo setiap tahun. Pada tahun 2015 tercatat Pemerintah Kota Solo dengan partisipasi aktif masyarakat menggelar 62 acara budaya. ”Partisipasi publik di Kota Solo ini luar biasa dan patut menjadi model dan contoh di seluruh indonesia,” ujarnya.

Menurut Ahman, pemerintah pusat telah manargetkan kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2019 mencapai 20 juta orang. Pihaknya berkeyakinan kreativitas para pemangku kepentingan di Solo menggelar banyak acara seni dan budaya bakal turut menjadi pendorong pencapaian target kunjungan wisman itu.

Ketua Panitia Solo Batik Carnival, yang juga Ketua Yayasan Solo Batik Carnival, Susanto mengatakan, Solo Batik Carnival 2015 mengusung tema ”Mancavarna” yang mengambil filosofi Jawa papat kiblat lima pancer. Filosofi ini merupakan penggambaran diri seorang manusia yang secara alami memiliki nafsu dan juga sifat mulia. Karnaval melibatkan 258 peserta karnaval, 90 pemusik, dan 200 pemain drama tari.

Penyelenggaraan Solo Batik Carnival masih menyedot perhatian masyarakat meskipun tidak banyak perbedaan dengan tahun-tahun sebelumnya. Para peserta mengenakan kostum karnaval dengan bahan utama kain batik dipadu berbagai pernak-pernik. Setiap peserta merancang kostum sendiri setelah mengikuti sejumlah lokakarya. Karnaval dimulai dari Stadion Sriwedari kemudian melintasi Jalan Slamet Riyadi dan berakhir di koridor Jalan Jenderal Sudirman.

Para peserta tampak antusias. Gitalis Angelia (16) mengaku menghabiskan tabungan pribadi lebih dari Rp 2 juta untuk membuat kostum karnaval berbahan utama batik tulis. Ia mengaku puas dengan hasil rancangannya dan bisa dipertontonkan kepada publik. ”Kostum ini adalah sebuah karya seni,” katanya.

Peserta lainnya, Isabela Saskia (16), mengaku, sejak lama tertarik bisa menjadi salah satu peserta Solo Batik Carnival. Isabela juga mengaku menghabiskan lebih dari Rp 1 juta untuk membuat sebuah kostum dengan tema air.

”Ini pakai bahan batik motif Sidomukti, belinya di Pasar Klewer. Setelah itu saya jahit sendiri dengan dibantu ibu,” kata Isabela.

Filosofi Ritual Adat Pernikahan Jawa

Solo, Jateng - Wakil Pengageng Sasana Wilapa Kasunanan Surakarta KPA Winarno pada Selasa menjelaskan filosofi ritual adat pernikahan Jawa yang akan dijalankan dalam pernikahan anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dengan Selvi Ananda.

Ia menjelaskan, sehari sebelum upacara pernikahan orangtua mempelai perempuan biasanya memasang bleketepe (anyaman daun kelapa) di depan rumah.

"Pemasangan bleketepe yang dilakukan oleh orangtua pengantin merupakan awal pemasangan tarup," katanya.

Dalam pernikahan Gibran dan Selvi Ananda, pemasangan bleketepe berukuran sekitar 50x200 sentimeter persegi dilaksanakan pada Selasa (9/6) sore sekitar pukul 15.00 WIB di rumah kontrakan keluarga mempelai perempuan di Banyuanyar, Sumber, Solo, Jawa Tengah.

Bleketepe yang dipasang pada tarup dan sekeliling area pernikahan, menurut KPA Winarno, merupakan perwujudan tempat penyucian para dewa di kahyangan yang disebut Bale Katapi.

Bale artinya tempat dan Katapi berasal dari kata "tapi" yang berarti membersihkan dan memilahkan kotoran-kotoran untuk kemudian dibuang.

Pemasangan bleketepe, ia menjelaskan, dapat diartikan secara luas sebagai ajakan orangtua dan calon pengantin kepada semua orang yang terlibat dalam upacara untuk bersama-sama menyucikan hati.

"Siapa saja yang diundang dan kemudian datang, masuk di dalam tempat yang sudah dikelilingi bleketepe akan bersih secara lahir dan kemudian menjadi suci secara batin. Itulah harapannya," katanya.

KPA Winarno menjelaskan secara umum seluruh rangkaian pernikahan dalam adat Jawa mengandung filosofi yang dalam.

Setelah pemasangan tarup dan bleketepe, ritual akan dilanjutkan dengan prosesi adang atau menanak nasi pertama.

Adang pertama, ia menjelaskan, dimaksudkan agar tuan rumah bisa memberi makan sanak saudara yang mendukung terlaksananya pesta.

"Kemudian ada acara siraman untuk mempelai wanita di dalamnya ada rangkaian ada jualan dawet," katanya.

Prosesi siraman mempelai perempuan melambangkan upaya penyucian diri secara lahir dan batin karena esok harinya bersiap menerima jodoh.

Sedangkan malam midodareni, kata KPA Winarno, melambangkan turunnya para bidadari pada malam hari untuk memberikan keberkatan kepada calon pengantin.

Esok harinya dilaksanakan akad nikah yang dilanjutkan dengan ritual temu panggih dimana mempelai pria menginjak telor yang melambangkan keturunan lalu mempelai perempuan membasuh kaki mempelai pria untuk menyimbolkan rasa baktinya.

"Kemudian keduanya berjalan ke pelaminan dengan di-singkepi kain merah putih melambangkan kedua mempelai menyambung sejarah orang tua," katanya.

Pemilihan hari

KPA Winarno mengatakan bahwa pemilihan Kamis Legi sebagai hari pelaksanaan upacara pernikahan Gibran dan Selvi juga dilakukan dengan alasan tertentu.

"Kamis Legi itu hari bagus karena pada hari itu semua permohonan didengarkan, maknanya yakni menyatunya keluarga yang bahagia, berkesinambungan rezeki, dan kewibawaan," katanya.

Ia mengatakan pemilihan hari baik merupakan hal yang wajar dalam budaya dan tradisi Jawa. Pemilihan hari baik untuk melaksanakan acara pernikahan, lanjut dia, menjadi doa dan harapan agar kedua mempelai bisa melanjutkan sejarah baik orangtua.

"Kalau itu memang semacam keyakinan, sebenarnya siapa pun boleh pilih hari karena semua hari diciptakan baik, semua hari itu baik," katanya.

Namun, ia mengakui, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa memiliki hari-hari pantang. "Ada hari-hari pantang, misalnya hari pas wafatnya orang tua biasanya itu tidak dipakai," katanya.

Rektor ISI Buka Peringatan Hari Tari Dunia

Solo, Jawa Tengah - Rektor Institut Seni Indonesia Solo, Prof Dr Sri Rochana Widyastutiningrum, membuka peringatan Hari Tari Dunia yang disemarakkan Solo Menari 24 Jam yang melibatkan lebih dari 3.000 penari.

Usai membuka peringatan Hari Tari Dunia di halaman Rektorat ISI Solo, Rabu, dia mengatakan, gelaran ini mengandung banyak makna dan tujuan untuk bangsa dan negara.

Salah satu manfaat itu adalah para maestro tari di Tanah Air dan untuk lebih memasyarakatkan tari kepada generasi muda. "Melalui kegiatan tari ini akan dapat membentuk watak bangsa yang lebih baik," katanya.

Minat masyarakat seni tari atas gelaran Solo Menari 24 Jam ini, kata dia, sangat tinggi. Panitia penyelenggara bahkan sampai menolak peserta karena terlalu banyak calon partisipan yang ingin berpartisipasi.

"Tahun lalu gedung-gedung yang ada di kampus ISI banyak yang tidak dipakai, tetapi sekarang semuanya digunakan untuk kegiatan ini dan belum lagi di mal-mal dan di Jalan Jenderal Sudirman yang dipasang panggung besar dan lain-lain," katanya.

Peringatan Hari Tari Dunia yang dimulai dari pukul 06.00 WIB ini diawali penampilan empat penari yang akan menari selama 24 jam tanpa henti. Empat penari itu yakni Anggono Kusumo dari ISI Solo dengan tarian Toya.

Setelah penari pertama selesai dilanjutkan oleh Stepanus Adi Pratiswa dari Lubuk Linggau dengan menari Namastea, Alfiyanto dari ISI Bandung menari Sang Penjaga dan penari 24 jam terakhir adalah Abdul Rochim dari DKI Jakarta dengan judul tari Tandang.

Ribuan penari itu ada beberapa di antaranya dari manca negara, bakal menyemarakkan Solo Menari 24 Jam. Dari ribuan penari itu, tercatat sejumlah maestro tari yang kini berusia lanjut, di antaranya Jan Malibela dari Suku Malamoi (Papua), Sawitri (penari Topeng Sabrang Lor, Tegal), Mulyani (penari Bedaya, Solo), Temu (penari Gandrung Banyuwangi), dan sebagainya.

Pada akhir event Solo Menari 24 jam, digelar orasi kebudayaan yang akan disampaikan Prof Dr Endang Caturwati dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di sela pergelaran, juga digelar seminar tari yanag mengetenaghkan beberapa pakar, diantaranya Esti Andayani (Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Budaya Kementerian Luar Negeri), Mooryati Sudibyo, Romo Muji Sutrisno SJ, Juju Masunah (Kementerian Pariwisata), serta Ki Enthus Susmono.

3.000 Penari Semarakkan Solo Menari 24 Jam

Solo, Jateng - Ribuan penari dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri akan ikut memeriahkan gelaran tahunan, "Solo Menari 24 Jam", di sejumlah lokasi Kota Solo, Jawa Tengah, pada Rabu (29/4) hingga Kamis (30/4).

"Ada sebanyak 3.000 penari dari berbagai pelosok Indonesia dan luar negeri siap ikut memeriahkan Solo Menari 24 Jam," kata ketua Panitia "Solo Menari 24 Jam", Soemaryatmi, di Solo, Senin.

Menurut Soemaryatmi, dari sekitar 3.000 penari tersebut termasuk beberapa maestro tari yang kini berusia lanjut, antara lain Mulyani merupakan penari Bedaya dari Solo, Jan Malibela (Suku Malamoi, Papua), Sawitri (Penari Topeng Sabrang Lor Tegal), dan Temu (penari Gandrung Banyuwangi).

"Gelaran tahunan di Kota Solo, dan digelar yang kesembilan ini, animo seniman tari Indonesia sangat luar biasa atau meningkat dibanding tahun sebelumnya," katanya.

Soemaryatmi menjelaskan, kegiatan "Solo Menari 24 Jam" akan dimulai acara pembukaan, pada pukul 06.00 WIB Rabu (29/4) hingga ditutup 24 jam kemudian.

"Solo Menari 24 Jam", kata dia, di sejumlah lokasi di Kota Solo, antara lain sepanjang Jalan Jenderal Sudirman Solo dari bundaran Gladag hingga Kantor Balaikota Surakarta, kawasan kampus ISI Surakarta, SMK Negeri 8, dan sejumlah kawasan mall.

Bahkan, peserta penari karena antusiasnya ingin tampil di Kota Solo, mereka datang tanpa fasilitas dan termasuk undangan dari panitia.

"Kami sebagai panitia bangga atas antusias peserta ini. Namun, kami juga kesulitan dalam menyusun jadwal pentasnya," katanya.

Menurut dia, sebanyak empat penari yang akan pentas selama 24 jam tidak berhenti sebelum waktu yang ditentukan. Hal ini, sama seperti pada gelaran tahun-tahun sebelumnya.

Empat penari yang akan menari selama 24 jam yakni Anggono Kusumo Wibowo penari asal Solo, Alfiyanto (Bandung), Stefanus Adi Prastiwa (Lubuk Lingau, Sulawesi Selatan), dan Abdul Rokhim (Jakarta).

Selain itu, pada event tari nasional tersebut, kata dia, juga akan digelar seminar kebudayaan yang disampaikan Prof Dr Endang Caturwati dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Bahkan, event tersebut akan menghadirkan sejumlah pakar lainnya, di antaranya, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Budaya, Kementerian Luar Negeri, Esti Andayani, seorang pengusaha Mooryati Sudibyo, Romo Muji Sutrisno SJ, Kementerian Pariwisata, Juju Masunah, dan dalang Ki Enthus Susmono.

Kendati demikian, pihaknya berharap gelaran yang digelar juga bersamaan untuk memperingati Hari Tari se-Dunia tersebut dapat menjadi sarana pengikat jaringan yang telah dibangun selama ini, baik di kalangan lembaga pendidiklan tinggi seni, sanggar tari, seniman maupun komunitas pendukungnya.

Selain itu, kegiatan "Solo Menari 24 Jam" tersebut juga diharapkan menjadi daya tarik para wisatawan datang di Kota Solo berwisata sambil menikmati seni budaya tari dari berbagai pelosok Nusantara ini.

-

Arsip Blog

Recent Posts